42. Empat puluh Dua

10 2 0
                                    

"Kapan lo balik?" tanya Wisnu yang sedang memakan mie goreng yang dia bawa sendiri. Dibawa sendiri dimakan sendiri.

Alaric mengedikkan bahu. Ruang rawatnya mendadak jadi basecame mereka hari ini. Padahal dia sama sekali tidak mengundang mereka untuk datang.

"Gue kaget banget waktu denger kabar lo koma," sahut Bramantyo--teman satu fakultas sekaligus komunitas fotografinya.

Wisnu mengangguk setuju. "Gue lebih kaget lagi waktu ketemu bocah SMA yang hampir nabrak gue dulu ada di ruangan ini. Dia adik lo ternyata."

"Siapa?"

"Wah.." Wisnu geleng-geleng kepala. "Adik sendiri lupa. Parah lo!"

"Darel maksud lo?"

"Iya kali, lupa gue namanya," ucapnya sembari menunjukkan cengiran khas Wisnu.

"Lo sering ketemu dia?"

"Nggak sih, dua kali gue ketemu dia waktu mau jenguk lo di sini."

Hening. Mereka kembali berkutat dengan kegiatan masing-masing. Wisnu sibuk menghabiskan makanannya. Bramantyo sibuk dengan gamenya, juga Alaric yang sibuk dengan pemikirannya. Entah kenapa perasaannya terasa gusar beberapa hari ini.

"Nu, lo udah tahu kelanjutan berita tawuran yang lagi tranding itu nggak?" Bramantyo baru teringat ingin membicarakan hal itu saat notifikasi dari grup kampus kembali muncul.

"Tawuran geng motor itu?"

"Yoi. Lo tahu nggak tersangkanya siapa? Anak komunikasi, cuy! Si Dewa!"

"Yang bener lo?!"

"Serius gue! Denger-denger gegara kalah balapan."

"Jadi yang dikeroyok lawan balapannya gitu?"

"Iya, anak SMA lagi."

"Terus-terus?"

"Nggak tahu lagi. Buka grup kampus sana, rame banget asli."

"Lo berdua ngomongin apaan sih?"

Mereka berdua langsung memutar bola mata malas.

"Ceritain, yo. Maklum habis mati suri."

"Omongan lo, Nu."

"Gini aja, deh, lo baca dulu ini berita ntar gue dongengin."

Alaric menerima ponsel Bramantyo. Membaca sekilas headline beritanya lalu menggeser ke bawah beralih pada foto yang membuatnya terpaku. Dengan degup jantung yang kian meningkat dia geser sekali lagi untuk memastikan bahwa yang dia lihat salah. Tapi, semakin dia geser semakin bergetar pula perasaannya, terlebih ketika mendapati satu foto yang semakin membuatnya yakin bahwa dugaannya benar. Maka, tanpa buang waktu lagi, dia lepas saluran infusnya dan meletakkan ponsel Bramantyo kemudian berlari keluar kamar.

"Ric!!" Bramantyo dan Wisnu terkejut bukan main kemudian berlari menyusulnya.

🍂🍂🍂

Dengan terseyok Alaric menyusuri lorong rumah sakit. Tidak peduli dengan penampilannya saat ini, atau kemungkinan dia akan dikejar suster karena berusaha kabur. Yang jelas dia harus pulang secepatnya.

I'm (not) Bringer Of DeathWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu