39. Tiga puluh Sembilan

10 4 1
                                    

Masih seperti malam-malam sebelumnya, markas G akan berantakan jika seluruh anggota circinus telah berkumpul. Bungkus makanan juga kertas-kertas uno akan berserakan di mana-mana. Tidak dibereskan kembali setelah selesai dimainkan. Gitar Darel yang tadi sempat dia petik pun tergolek di lantai tepat di samping dirinya yang sedang menenggak soda hasil memalak Brandon.

"Lo kenapa sih, De?" tanya Rehana. Gadis itu merasa ada yang tidak beres karena Darel sudah menghabiskan 3 botol soda tanpa memakan apapun. Hanya minum saja. Tadi ketika diajak main uno dia juga menolak, lebih memilih bermesraan dengan gitarnya.

"Gue butuh duit."

"Butuh berapa?" Brandon bersiap mengeluarkan dompetnya, namun urung karena jawaban Darel diluar perkiraannya.

"500 juta."

"Buat apaan anjay?!" pekik Bian.

"Gue butuh banget, serius. Buat bantu temen gue. Rumahnya minggu depan bakalan disita kalau nggak bisa bayar."

Mereka semua diam. Merasa useless, karena mana mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat.

"Ada satu balapan yang bakal diadain minggu depan. Hadiahnya gede banget."

"Lang!" tegur Rehana. Tidak habis pikir, bisa-bisanya Galang menyodorkan balapan liar itu.

"Gue ikut."

"Balapan kali ini beda dari yang biasa lo lihat waktu gue atau Reya ikutin. Lawannya lebih banyak. Lo yakin?"

"Lang, lo gila?!"

"Gue yakin, Bang."

Rehana makin nggak paham dengan dua pemuda ini. Yang satu tidak berpikir siapa yang dia tawari, yang satu lagi tidak memikirkan apa yang akan dia hadapi.

"De, lo belum pernah ikut balapan. Jadi, menurut gue itu bukan pilihan yang tepat." Maga.

"Tapi gue harus dapet duit, Bang."

"Biar gue yang balapan buat lo," putus Rehana. Setidaknya dia lebih berpengalaman dari Darel.

"Nggak! Gue bisa sendiri, Re."

"Terlalu berbahaya. Lo tau apa yang akan lo hadapi?"

"Justru karena bahaya gue nggak mau ngorbanin kalian."

"Atau lo pakai duit gue dulu aja, gimana?" tawar Brandon. Terlalu beresiko kalau Darel ikut balapan besar itu. Apalagi ini ilegal, bisa dipastikan banyak joki handal atau pun kotor berkumpul di sana. "Lo bisa balikin kapan pun lo mau atau kalau lo emang nggak bisa, ya udah."

Darel membuang pandangannya. Tangannya mengepal dengan gigi saling beradu. Dia harus dapat uang untuk membantu Damar karena dia tidak bisa membiarkan sahabatnya terus-terusan menjadi pekerja asusila. Tapi dia juga tidak bisa menerima tawaran mereka.

Bian menepuk pundak Darel sebelum menatap yang lainnya. "Gue tahu kalian khawatir sama Darel. Tapi, Darel bakalan lebih nggak enak lagi kalau ngambil sesuatu dari kalian secara cuma-cuma, apalagi jumlahnya bukan seharga seblak."

Hening. Mereka diam sembari sesekali melirik ke arah Darel yang masih enggan menatap wajah mereka.

"Kita bisa bantu dia prepare buat ikut balapan itu 'kan? Gue yakin Reya sama Galang cukup berpengalaman buat nglatih Darel."

"Seminggu itu waktu yang singkat."

"Re, please.. Gue yakin gue bisa."

"Oke, kita bagi tugas," tukas Galang.

Dengan setengah hati mereka berkumpul membentuk lingkaran.
Meski sebenarnya masih tidak yakin dengan keputusan ini.

"Re, lo bisa cariin tempat latihan buat Darel?"

I'm (not) Bringer Of Deathحيث تعيش القصص. اكتشف الآن