02. Weekend

143 86 96
                                    

Baca TAT jam berapa nih?

.
.
.
.
.
Selamat membaca
💜

.
.
.
.
.
.

Tidak terasa weekend telah tiba. Hari yang biasa dihabiskan oleh para Kakak-Kakak syantik untuk refresing otak dan badan ke dalam salon, mall, gym, atau mengunjungi tempat-tempat wisata indah, seperti puncak ... mungkin? Kolam renang? Kolam ikan? Kolam empang? Uft ... maaf belepotan.

Aku tidak terlalu tahu. Yang sering aku lihat, tetangga sebelah kananku--Kak Sheryl, akan pergi bersama teman-temannya setiap weekend sambil tertawa-tawa keras. Memamerkan kepada seluruh penghuni kompleks bahwa mereka adalah contoh dari kumpulan gadis-gadis modern yang bahagia dan penikmat hidup. Kemudian, aku yang tengah duduk di teras rumah akan memantau mereka semua mulai dari keluar rumah, kemudian bergosip sebentar di pekarangan, dan melesat pergi bersama satu mobil yang kacanya sengaja di buka lebar-lebar. Kemudian mereka akan tertawa, tertawa, dan tertawa. Lalu aku akan menelengkan kepala bingung menatap mobil sedan yang semakin mengecil di penglihatan.

"Apa aku juga akan begitu ketika dewasa nanti? Apakah aku akan lebih gila dari Kak Sheryl dkk? Minggu lalu mereka pulang dengan mengubah semua warna rambut menjadi merah, apa hari ini mereka akan mengubah warna rambut mereka menjadi merah kuning hijau?" Aku membayangkan diriku yang seusia Kak Sheryl di masa depan sambil memunguti bebatuan di dekat pot bunga Bunda. Mengumpulkannya dan akan memainkannya nanti. Permainan ini dinamakan gateng.

Tidak banyak perbedaan yang aku lakukan baik di hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, bahkan Minggu. Bedanya di hari minggu aku tidak sekolah, tidak bangun pagi, dan rebahan santai menonton  anime sepanjang Bunda masih kalem. Karena jika Bunda sudah berteriak, aku harus segera lari ke kamar mandi dan membersihkan badan. Jangan heran, ini normal bagiku. Karena umurku masih 12 tahun 7 bulan, aku harus banyak mengonsumsi kesantaian dengan berbagai macam permainan, permainan, dan permainan.

Yup, weekend selalu aku isi dengan bermain.

Batu yang aku kumpulkan sudah kuserak di atas lantai. Kemudian aku mengambil satu batu yang merupakan induk dari batu lain. Kita bisa memilih induk batu kita sesuai keinginan. Biasanya kami menyebut induk batu ini dengan sebutan gacuk.

Permainan pun dimulai. Gacuk yang sudah kupilih, kulempar ke atas secara vertikal. Kemudian, selagi gacuk melayang di atas, tanganku yang lain harus sigap mengambil anakan batu yang telah berserak di bawah. Permainan dilakukan dengan prediksi. Karena kita harus bisa menaksir waktu gacuk akan jatuh dengan kesigapan kita dalam mengambil anakan batu. Pelemparan gacuk dilakukan berkali-kali sampai simpanan anakan batu sudah mencukupi sasaran.

Kemudian anakan batu yang sudah terkumpul tadi, disatukan dan ditampi dengan satu telapak tangan. Gerakan ini bergaya seperti hompiang. Otomatis ada batu yang jatuh dan batu yang hinggap. Jika tidak ada batu yang hinggap, maka permainan berakhir dan kita kalah. Namun, jika masih ada batu yang hinggap di telapak tangan, tugas kita selanjutnya adalah melemparnya lagi ke atas dan menangkapnya. Jika gagal, permainan akan selesai dan kita kalah lagi.

Aku suka permainan ini. Biasanya aku memainkannya bersama Babas. Namun, ini juga bisa dimainkan sendiri.

"RARA ... BELIKAN BUNDA ROYKO SERENTENG SAMA TEPUNG TERIGU SEKILO! UANGNYA DI ATAS KULKAS YAA!"

"IYA BUND!"

Intruksi kanjeng Bunda telah tiba. Aku segera mengumpulkan mainan batuku dan menyembunyikannya di dekat pot. Jika aku meninggalkan tanpa membereskannya, Bunda pasti akan mengomel dan melarangku bermain ini lagi.

Teman Atau Teman? COMPLETEDWhere stories live. Discover now