13. Kerja Kelompok

85 50 88
                                    

Hay, Rara hadir lagi 😚
Rara aja kangen sama kalian, kalian kangen nggak nih?

Kangen nggak, kangen nggak, kangen lah, masa nggak💜

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
...
.
....
.
.
.
..
.
.

HAPPY READING💜💜💜💜

Saat tiba di kelas, ternyata Ibu Sartika sudah tidak ada. Revan bilang, guru cantik itu ada urusan dengan Pak Aldebaran di gedung olahraga. Ntah urusan penting apa antara dua guru lajang itu sampai Pak Alde harus turun tangan menjemput ke kelas kami. Karena itu, beliau menitipkan tugas yang harus kami selesaikan secara berkelompok.

Kelompok sudah dibagi secara merata saat aku pergi ke kantor beberapa waktu lalu. Siapa pun kelompokku, sudah pasti akan ada nama Babas di sana. Kebiasaan Babas sejak dulu tidak akan pernah berubah. Meski guru sendiri yang menentukan teman sekelompok kami, Babas tidak akan pernah setuju jika namanya tidak berderet denganku dalam list nama kelompok yang sama.

"Jadi, sia-sia aja dong Rara ngambil kacamatanya di kantor. Udah keterangan tempat duduk Bu Sartika ribet paket komplit, membuang keimutan Rara secara cuma-cuma aja! Untung guru favorit!"

"Kacamatanya taruh di meja aja Ra, buruan ke sini," tunjuk Revan dan aku segera mengikuti perintahnya.

Kemudian, kuhampiri Revan yang sudah menyatukan mejanya di depan mejaku dan Babas.

"Kelompok kita siapa aja?" tanyaku saat tiba di samping Babas. Babas melirik sebentar, lantas menarik kursiku agar aku segera duduk.

"Kita kelompok dua Ra, ada enam orang dalam satu kelompok. Aku, kamu sendiri, Babas, Gizan, Hana, dan Zayus." Benar kan, pasti ada nama Babas.

"Hay Rara Sayang ...," sapa Zayus saat namanya dicetuskan oleh Revan. Revan seketika membolakan matanya jengah, begitu pula Hana. Gizan hanya diam menyimak pembicaraan, sedangkan Babas menatap Zayus dengan datar.

"Hay," jawabku kemudian menyengir. Zayus ini, antonim dari kepribadian Gizan--sangat ekstrovert.

"Langsung mulai aja deh Van, aku ngantuk!" celutuk Hana--gadis berwajah manis yang memiliki kebiasaan tidur di kelas. Menurutku, Hana berbeda dengan gadis lain di kelas kami. Jika teman-teman perempuanku sibuk menyembunyikan lipstik dan mengantongi kaca kecil di saku seragam mereka, Hana lebih suka memutarkan bola basket di jarinya. Menendang bola di arena futsal, dan berlari keliling lapangan dengan gaya zig-zag. Rambut yang terkucir satu tinggi ke atas adalah ciri khasnya. Hana itu, gadis yang tomboy.

Namun, untuk peringkat gadis dengan keimutan yang membahana dan tak terkalahkan, masih tetap berada pada orang yang sama. Eghm, Rara!

"Iya, Hana. Oke, kita langsung ke pembahasan inti aja ya. Pertama, aku jelasin dulu ke Rara yang baru datang menyimak."

Aku memutar kursi menghadap Revan--memahami lebih dalam.

"Bu Sartika, ngasih tugas sama kita untuk membuat sebuah drama kecil. Pertama sih, tema yang ditetapkan itu tentang sejarah. Tapi banyak yang nggak setuju," ucap Revan yang masih fokus kepadaku.

"Iya, apalagi rombongannya si cabe pasar. Mereka langsung protes kayak orang kesurupan!" sambung Zayus dengan nada berapi-api. Si cabe pasar yang dimaksud oleh Zayus adalah, rombongan perempuan centil yang diketuai oleh seorang gadis nyentrik bernama Meisa. Mereka selalu indentik dengan kipas berbulu. Satu kelas menjuluki mereka cabe pasar karena mulut mereka seperti rem yang sudah blong. Tidak bisa berhenti.

Teman Atau Teman? COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang