28. Biar Impas

36 8 35
                                    

Hola apa kabar?
Kalian pada sibuk apa nih belakangan ini?

Jangan lupa jaga kesehatan yak.
Happy Reading 💜
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
...

.
.
.
.
..
..

....

Maxie telah pulang dijemput oleh supir pribadinya. Sebelumnya, aku juga menyarankan pada Maxie agar meminta ijin untuk pulang saja dan beristirahat di rumah agar lukanya lekas sembuh. Semula, si petakilanku itu menolak dengan mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja asal ada aku bersamanya. Sungguh alasan yang manis! Namun, tidak logis.

Bagaimana bisa aku yang berkapasitas imut membahana ini menyembuhkan luka Maxie hanya dengan duduk diam di sebelahnya? Tidak, tidak! Maxie harus tetap pulang, beristirahat, dan meminum obat sesuai resep dokter supaya cepat sembuh.

Sepertinya pukulan Babas tadi mempengaruhi kerja otak Maxie yang sedikit demi sedikit mulai berubah aneh! Huh, untungnya Maxie akhirnya mengalah dan berhenti berdebat.

Ia meminta ijin kepada guru untuk pulang dan beristirahat mengenai luka-luka yang ada di tubuhnya. ya ... walaupun pada akhirnya, Babas dan Maxie mendapatkan sanksi dari guru BK akibat dari ulah mereka, setidaknya aku bisa merasa cukup tenang karena Maxie sudah pulang ke rumahnya. Beristirahat dan cepat sembuh. Itu yang aku harapkan hingga nantinya, aku bisa kembali melihat wajah Maxie di pagi hari dengan senyum ceria yang selalu kusuka saat aku mengingat namanya--Maxie.

"Eghm, kita ... pulang sekarang?" Tidak menjawab dan mengabaikan. Itu yang kulakukan pada Babas sejak tadi.

Sehabis dari UKS dan memastikan Maxie benar-benar masuk ke dalam mobil jemputannya dan pulang, aku dan Babas kembali mendatangi ruang kelas guna melanjutkan pelajaran.

Sekarang sudah waktunya pulang. Oh, bukan. Waktu pulang sudah lewat sejak sepuluh menit yang lalu. Saat ini ruang kelas hanya diisi oleh susunan bangku dan meja yang rapi, dengan ditambah kehadiran sepasang murid berbeda tinggi badan--di mana si siswa perempuan baru saja selesai meletakkan sapu sedangkan siswa lelaki satunya masih santai bertopang tangan di depan dada memantau semua pergerakan rekan perempuannya.

Para murid telah meninggalkan ruangan ini sejak  sepuluh menit yang lalu. Karena aku mendapatkan jadwal piket kelas, maka sudah nasibku untuk membersihkan ruangan ini sebelum pulang. Sial sekali memang jika harus memiliki jadwal piket bersama si Cabe Pasar yang tak lain adalah Meisa dan komplotannya. Mereka sudah kabur bak pemburu bakso Abang botak di pinggir gerbang sekolah kami tanpa menyelesaikan piket terlebih dahulu. Dasar Cabe Pasar!

"Ra?" Babas kembali bersuara dan aku masih mendiamkannya.

Di kelas tersisa kami berdua. Babas tadi membantuku piket meskipun ini bukan tugasnya. Aku tidak menyuruh dan tidak melarangnya. Aku ... hanya mengabaikannya.

Terdengar helaan napas dari seseorang di sebelahku. Kuyakin itu berasal dari Babas.

"Mau sampai kapan kamu duduk di situ,  Ra? Sampai penjaga dateng buat ngunci pintu kelas?"

Biarkan saja! Aku tidak menyuruhnya untuk menungguku di sini. Lantas, kenapa dia jadi repot sendiri?!

Babas beralih duduk di kursi depanku. Memutarkan kursi tersebut kemudian menghadapku.

Teman Atau Teman? COMPLETEDWhere stories live. Discover now