End

22 4 21
                                    


"RARA!"

Aku terlonjak.

"KALAU KAMU TIDAK KELUAR JUGA DALAM LIMA MENIT, BUNDA DOBRAK PINTU KAMU!" Aku mengelus dada pelan kemudian menatap pintu kamarku horor.

Aku yakin jika Bundaku yang sangat 'lemah lembut' itu, pasti akan melancarkan niatnya jika aku tidak juga kunjung keluar.

"RARA!"

"IYA BUND, BENTAR LAGI!" balasku berteriak dari dalam. Kuyakin para tetangga akan mendumel dengan tingkah kami berdua. Namun, mau bagaimana lagi? Begitulah adanya.

Namaku, Serofina Asrokh. Sering dipanggil Rara--seorang putri sulung yang memiliki Adik lelaki bernama Bintang dari pasangan suami Istri paling harmonis, Bunda dan Papa.

Dari depan cermin, kupandangi tubuh mungilku yang sudah rapi dengan pakaian seragam putih biru. Seragam yang sama di kelas yang berbeda. Ya, satu tahun sudah berlalu. Ini adalah Senin pertama, di mana Rara akan memasuki sekolah di kelas delapan.

Kurapikan sekali lagi kerah bajuku. Secercah senyum seketika terbit saat melihat kalung dari Maxie sangat indah di balik kerah ini. Kucium bandul bintang tersebut sekilas. Sebelum suara nyaring Bunda terdengar lagi, aku segera bersiap dan bergegas menuju keluar.

Ya, tentu saja sebuah pemandangan hangat di meja makan langsung menyapaku. Papa yang sedang membaca koran dengan secangkir kopi di tangannya, ditemani oleh Bunda yang sedang memangku Bintang seraya menyuapinya. Ada satu lagi anggota. Yup, benar sekali. Ada Babas yang juga ikut sarapan bersama kami. Seperti biasanya.

Beginilah hari-hariku. Entah kapan akan berubah. Tidak. Aku berharap tidak akan pernah.

°°°°

"Babas! Rantai sepeda Rara lolos!"

Babas menghentikan sepedanya dan mencagaknya. Kemudian ia turun dan segera menghampiriku.

"Kebiasaan. Pasti setiap hari pertama masuk sekolah, selalu lolos."

Aku hanya mengendikkan bahu sebagai tanggapan. Yang dikatakan Babas tidaklah salah, itu memang benar. Hanya saja aku tidak tahu mengapa Nemsy sering bermasalah di hari-hari yang sakral seperti ini.

Untungnya ada Babas. Seorang sahabat yang selalu bisa menjadi apa pun. Hanya satu yang tidak bisa ia lakukan. Babas tidak bisa menjadi seperti Rara. Namun, aku juga tak bisa apa-apa tanpa dirinya. Hm, sebuah ketergantungan yang hakiki?

"Udah," kata Babas ketika selesai membenarkan rantai Nemsy.

Aku memberikannya selembar tissue dan Babas pun menerimanya tanpa banyak bertanya. Walaupun ia tahu, itu tak banyak memberikan pertolongan pada noda di tangannya.

"Bas, nanti malam keluar, yuk! Rara mau lihat bintang."

°°°°°°

"Ra, kita pulang ajalah. Kayaknya nggak bakal ada bintang malam ini. Mendung yang ada."

"Sabar, Bas. Bentar lagi pasti bakal banyak bintang kok. Kita sepedahan aja dulu."

Babas mengayuh pedal Nemsy kembali. Membawaku yang tengah duduk di kursi belakang mengelilingi kompleks. Meski matahari sudah tak menampakkan sinarnya lagi, kami tidak risau. Babas dengan inisiatif memasang sebuah lampu, sehingga kami bisa bersepeda di saat malam hari seperti ini.

Babas berhenti di sebuah taman. Ia mengajakku untuk duduk di salah satu kursi, sambil menunggu bintang-bintang bermunculan. Aku menyetujuinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 31, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Teman Atau Teman? COMPLETEDWhere stories live. Discover now