10. Siapa?

87 58 136
                                    


Kehebohan Bunda di rumah, berhasil membuat tubuh mungilku kekeringan  dzat imut yang membahana. Ada ... saja yang Bunda minta semenjak calon saudaraku bersemayam di dalam perut Bunda--yang masih rata tersebut.

Seperti dua hari yang lalu, saat Akang siomay lewat. Dari kejauhan, Bunda sudah bisa mendengar alunan ketukan dari Bambu si Akang siomay—yang memang selalu dibawa kemana pun ia berjualan. Dengan penuh kekuatan, Bunda bersemangat menarik-narik rambut ikal Papa--memaksanya untuk mencegat Akang siomay di tengah jalan dengan merentangkan ke dua tangan--yang bahkan belum tentu akan dilewati oleh si Akang.

Dengan penuh kesabaran serta perjuangan ... akhirnya Papa menghadap Kanjeng Bunda dengan lesu—mengatakan bahwa siomay idaman Bunda telah habis. Dan karena siomay itu habis, dampaknya berakibat kepada tisue ruang tamu kami yang kandas dibuat oleh air mata Bunda yang merebak.

Aku jadi berpikir, sebenarnya spesies macam apa calon adikku ini?

"Eh, itu Rara ya?" Langkahku memelan untuk merekam bisikan halus yang baru saja menyapa indra pendengaran imutku.

Saat ini aku tengah berjalan di koridor sendirian. Dua teman baikku sedang ada urusan yang berbeda dan aku tidak ingin mencampuri keduanya. Ribet!

"Iya, itu cewek yang selalu lengketin Beb Al dan Ayang Max kita! Ganjen banget!"

Aku spontan menghentikan langkahku. Dengan penuh keimutan yang sebenarnya sangat mencekam, kuhunuskan tatapan ini kepada dua makhluk berjenis kelamin sama--yang juga sama-sama memakai rok biru tua sepertiku.

"Ngomongin apa kalian tadi?!" sentakku dengan sarkas. Mereka berpura-pura tidak mendengar dan mengabaikanku.

Aku melangkah maju dengan imut mendatangi mereka.

"Kalian tadi ngomongin aku kan?!" Mereka masih sok sibuk dan terus-terusan bersikap seakan-akan aku tidak berbicara kepada mereka.

Baiklah! Sepertinya mereka benar-benar ingin mendengar teriakan imutku.

"WOY ... TANTE-TANTE TUKANG RUMPI, KALAU MAU NGEGHIBAH TUH JANGAN MULUT DOANG YANG DISERVIS! TELINGA JUGA DIPAKE BIAR NGGAK SETENGAH-SETENGAH DOSANYA. DASAR NENEK LAMPIR!"

Mereka menutupi telinganya dengan susah payah, kemudian menatapku dengan pandangan yang penuh permusuhan. Lantas masing-masing berkacak pinggang seolah ingin menghakimiku.

"Maksud kamu apa teriak-teriak! Kalau ganjen tuh ganjen aja!"

"Dasar cewek murahan, nempel aja kayak diplester. Nggak punya pijakan apa buat—"

"Stop-stop!" potongku tiba-tiba. Mereka terdiam dan saling pandang--kemudian menatapku heran.

"Kenapa?" tanya mereka serempak. Aku refleks menutupi hidung dan mulutku--menjauhkan kepala imutku dari mereka.

"Kalian lupa gosok gigi ya tadi pagi, atau ... kalian emang nggak pernah sikat gigi nih pasti. Bauk!" ucapku yang masih menutupi mulut dan hidung.

"Kurang ajar!"

Dengan raut wajah yang sudah seperti orang sedang di-ruqyah, mereka maju bersamaan dan langsung memegangi kedua lengan mungilku.

"Eh, apaan nih pegang-pegang. Rara nggak ridho lahir batin virus gosip kalian nular! Lepas!"

"Berisik! Mulut kamu itu cerewet banget sih, pingin banget tuh aku lindes pake mobil-mobilan!" ucap siswi berambut kribo yang menahan tanganku di sebelah kanan.

Aku kaget.

"Iya, berisik banget. Kok bisa sih suami kita betah ditempelin dia?" ucap si bibir tebal di sebelah kiriku.

Teman Atau Teman? COMPLETEDWhere stories live. Discover now