24. Cemburu?

50 12 52
                                    

Minal aidzin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan batin.

Gimana puasa kalian?
Bagi yang tidak melaksanakan puasa atau yang melaksanakan, intinya tetep semangat yak.

Di akhir part ada pertanyaan dari aku, plis dijawab yah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.

.

..
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.

Oke, happy reading💜

.
.
.
.
.
.
.
.

"Ayo Ra, kamu nunggu apa lagi?"

"Babas duluan aja deh, Rara masih mau lanjutin nyatet ini," tolakku.

Babas kembali duduk di kursinya. Aku meliriknya sebentar, kemudian lanjut menyelesaikan catatan yang ada di papan tulis.

Sudah lima menit lalu bel istirahat berbunyi, dan sudah dua kali Babas mengajakku untuk segera ke kantin. Walaupun telah kutolak, ia tak kunjung angkat kaki meninggalkan ruangan ini. Babas masih diam menunggu tepat di samping kursiku--tempat duduknya.

"Udah?" tanyanya. Aku mengangguk. Ya, aku sudah menyelesaikan catatan di papan tulis dan saat ini tengah merapikan alat tulisku ke dalam tas.

"Bas, Babas duluan aja deh ke kantinnya. Rara masih ada urusan bentar," ujarku lagi setelah selesai memasukkan segala benda yang tadi masih berserakan di atas meja. Susah sekali menyuruh Babas untuk pergi lebih dulu meninggalkanku sendirian.

"Urusan apa?"

"Urusan ... bentar," jawabku ragu kemudian menyengir.

"Ck, urusan bentar apa sih? Ini udah siang Ra, makan dulu nggak bisa?!"

"BEB HANA, PINGIN DIPERATIIN KAYAK GITU DONG ...," celutukan Zayus tiba-tiba berbunyi. Ternyata ia memantau interaksi kami sedari tadi. Tidak lama kemudian, terdengar suara kulit yang terbentur benda padat dengan keras. Hm, Hana melemparkan sebuah sepatu yang mendarat tepat di wajah Zayus.

Aku terdiam. Sebenarnya aku juga lapar. Namun, ada seseorang yang saat ini ingin segera kujumpai untuk menceritakan sesuatu.

"Rara bakal makan kok, tapi nanti."

"Nggak ada acara nanti." Babas menggamit lenganku dan segera menarikku keluar.

"Ish, Bas ... bentar. Rara mau ngomong sesuatu dulu!" ucapku sedikit berteriak. Aku tidak akan lupa, untuk berbicara kepada es batu itu memang butuh tenaga yang kuat.

"Yaudah, ngomong," tutur Babas. Aku menghela napas sabar, kemudian menatapnya dengan imut.

"Bukan sama Babas, Rara mau ngomong sama orang lain! Lagian disuruh ke kantin duluan juga, Babas ngeyel amat sih! Rara ada urusan bentar!" Finalku sudah. Babas berhenti menarik lenganku, kemudian berbalik--menatapku dengan tajam.

Teman Atau Teman? COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang