09. Efek Menggelengkan.

99 62 138
                                    


Sore ini di kediaman rumahku sedang repot, kami akan membuat pesta kecil-kecilan untuk menyambut kabar gembira. Ya, Bundaku hamil.

Aku yang dulunya anak semata wayang, kini akan mendapatkan status baru. Anak sulung, anak pertama, seorang Kakak, astaga! Aku tidak sabar untuk menunggu kehadiran DekMoyku. Setidaknya, setelah lelah memeras otak di sekolah, aku bisa bermain sepuas-puasnya bersama adikku di rumah.

Kehamilan Bunda memang masih terhitung muda, pantas saja beberapa minggu ini Bunda terlihat lemas. Tidak sangar seperti biasanya.

"Rara ... buatkan Bunda susu ya ...," ucap Bunda lemas. Segalak-galaknya Bunda, aku tetap tidak tega melihat kondisi Bunda seperti ini. Wajah pucat dan terlihat sendu. Tidak sesuai dengan aura Bunda yang alaminya seperti serigala.

"Iya Bund." Aku pun segera bergegas pergi ke dapur.

Di rooftop, Papa dan Om Reno sibuk menyiapkan panggangan barbeque, sedangkan Mami ada di dapur untuk menyiapkan bumbu-bumbu masakannya. Saat mendengar kabar bahagia itu aku masih berada di sekolah. Bahkan Papa juga belum tahu bahwa Bunda sudah hamil 3 minggu. Untung ada Mami Diara yang sigap saat melihat gelagat Bunda yang begitu lemas dan tidak berdaya. Benar saja, setelah dibawa ke Bidan dan diperiksa, ternyata Bunda akan menjadi Bunda lagi dari calon saudaraku nanti.

"Hay Mami ...," sapaku saat tiba di dapur.

"Hay Sayang, Rara mau perlu apa ke dapur Sayang?"

"Mau buatin susu Bunda Mi." Mami tersenyum lantas melanjutkan kegiatannya.

Aku pun segera membuat susu agar Bunda lebih baikan.

"Babas ke mana ya Mi?"

"Oh iya, Al ke mana ya? Masih molor kali Ra di rumah," jawab Mami santai. Aku mengangguk-anggukkan kepala.

"Rara ke atas dulu ya Mi, mau anter susu dulu. Siap itu Rara bantuin Mami buat bumbunya," ujarku ingin beranjak.

"Nggak usah Sayang. Mami bisa sendiri kok, nanti Rara capek. Mendingan Rara panggil aja si Al suruh ke sini bantuin Om sama Papa kamu. Kalau dia nggak mau, tarik aja telinganya ya Sayang." Aku mengangguk dan segera pamit. Mami membalasku dengan menyunggingkan senyuman hangat khasnya.

Setelah mengantarkan susu hangat khusus Bunda hamil kepada Bunda, aku beranjak mendatangi rumah yang posisinya tepat berada di depan rumah kami—untuk menjemput sang es batu, Babas.

Aturan pertama dalam bertamu ke tempat orang lain adalah, mengucapkan salam dan mengetuk pintu. Namun, karena aku akan berkunjung ke rumah tetangga yang sudah seperti keluargaku sendiri, maka tidak perlu ada aturan tertentu bukan?

"BABAS! YUHUU ...," teriakku saat sampai di ruang keluarga. Lemari kaca dan sofa berwarna gold adalah hal pertama yang menyambut penglihatanku.

"OH BABAS ... DI MANAKAH KAMU BERADA ...."

Sepi, seperti tidak berpenghuni. Tidak heran sih, Mami dan Om Reno sedang ada di rumahku. Sementara Babas?

"Babas ke mana nih?" Aku melangkahkan kaki ke atas—ke kamar Babas.

"Nggak dikunci," ucapku. Dengan pelan kuputar knop pintu kamar Babas dan membukanya.

Eh, tunggu dulu!

Tidak sopan kalau langsung dibuka, hampir saja aku lupa bahwa kami ini berbeda jenis kelamin. Astaghfirullah ....

Tok!

Tok!

"Babas?"

Tidak ada jawaban.

Teman Atau Teman? COMPLETEDOnde histórias criam vida. Descubra agora