21. Data Perasaan

60 26 179
                                    

Apa yang kalian lakukan di saat kuota sudah sampai titik penghabisan?

Me: maraton nulis wp ngejer update
😂

.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.

.

..
.
..

Aku dan Kak Lidan baru saja keluar dari ruangan mading. Sebelumnya, Kak Lidan sudah meminta ijin kepada guru piket agar kami bisa melakukan pendataan bagi para siswa yang ingin ikut lomba cipta puisi. Karena itu, kami tidak akan mendapatkan teguran dari guru yang lain ketika tahu bahwa kami tidak masuk di jam pelajarannya.

"Udah siap Ra?" tanya Kak Lidan. Aku yang sedang merapikan kertas-kertas dan pena segera mengangguk.

"Siap Kak," jawabku mantap.

Kak Lidan tersenyum lantas melangkah. Aku yang berada di belakang pun mengikutinya maju ke depan.

Tok!
Tok!

"Permisi," ucap Kak Lidan lantas masuk ke dalam.

"Bu, kami minta waktunya sedikit untuk melakukan pendataan masalah lomba puisi minggu depan," bisik Kak Lidan kepada Bu Sartika yang tengah mengajar di kelasku.

Setelahnya, mereka terlibat beberapa pembicaraan dan aku hanya menunggu tanpa banyak mengeluarkan keimutan.

"Shut, Rara!" aku menoleh saat ada bisikan yang memanggilku.

"Kenapa Yus?" tanyaku. Ternyata yang memanggilku barusan itu adalah Zayus. Ia maju ke depan dan duduk di sebelah Hana.

"Ngapain kamu ke sini?!" bentak Hana.

"Bentar Beb, mau ngomong sama Rara doang. Jangan cembu-"

Plak

Hana menampar wajah Zayus dengan buku paket Bahasa Indonesia. Aku meringis meratapi wajah Zayus yang malang tersebut. Seisi kelas saat ini masih fokus melihat ke arah Kak Lidan dan Bu Sartika yang masih membincangkan sesuatu. Karena itu, mereka tidak terlalu memperhatikan kemalangan yang baru saja menimpa Zayus saat ini.

"Awas kalau ngomong yang aneh-aneh lagi!" ucap Hana sarkas kemudian menguap. Zayus yang terintimidasi pun hanya bisa mengangguk patuh.

"Iya Beb, Babang tahu kok Babang tempe. Babang kentang Babang wortel. Karena itu, Babang ucapkan terima kasih," ucap Zayus pada Hana dengan raut sendu. Kemudian, ia menatapku kembali.

"Zayus mau ngomong apa sama Rara?" tanyaku kembali pada topik permasalahan. Zayus yang mulanya berwajah sedih, kini berubah menampilkan ekspresi yang sangat serius.

"Itu, Kakak kelas kan?" tanyanya dan aku mengangguk.

"Namanya Kak Lidan, kelas delapan," jawabku.

"Kok, kalian bisa kenal?" tanyanya lagi. Aku mendesah imut.

"Kak Lidan itu anggota mading, sama kayak Rara. Jadi--"

"Wah, Rara anggota mading? Aihh ... bisa dong tempelin karya cinta Babang ini buat Adek kenang di mading," ucap Zayus tersenyum-senyum. Setelah menarik napas, aku menggeleng-gelengkan kepala dengan imut. Sepertinya, tingkah Zayus untuk menggoda makhluk imut sepertiku ini tidak ada habisnya.

"Kalau Zayus mau karyanya ditempelin di mading, ya tinggal taruh aja di kotak pengumpulan. Pasti bakal ditempel kok sama kita, selagi karya Zayus nggak menimbulkan keresahan bagi para umat manusia tapi ya," tuturku memberitahunya.

Teman Atau Teman? COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang