16. Bimbang

74 48 58
                                    


   By: Kuas Tak Bertinta

Sinar mentari mulai menghangat, apakah pertanda hari akan panas?
Embusan angin perlahan-lahan ikut menarikku, tetapi kenapa aku masih ragu untuk melangkah?

Andai aku bisa meminta, tolong berikan aku sebuah keputusan. Aku ... sedang terjebak di dalam dua pilihan.

To: S. A.

"Tema hari ini, apa sih, Kak?"

"Tema ... hari ini, bimbang. Kebimbangan Ra," jawab Kak Lidan di sebelahku. Pantas saja tulisan dari Tuan Misterius ini terlihat begitu gundah. Kertas yang ia kirimkan di mading selalu dengan nuansa yang sama--putih bergaris-garis hitam. Beda dengan surat yang waktu itu ia letakkan di lokerku, surat itu penuh dengan gairah. Penuh dengan warna.

"Emangnya ada apa Ra, kamu kenal sama pemilik kertas itu?"

"Itu dia yang mau Rara cari tahu Kak. Em ... kira-kira, Kakak kenal nggak sama nama samaran pemading ini?"

Kak Lidan beralih mengambil kertas putih di genggamanku. Tulisan dari kertas ini diketik bukan ditulis. Jika ini ditulis, mungkin aku bisa mencari jejaknya melaui tulisan tangan tersebut. Namun, arghhh!

"Siapa ya? Kakak nggak terlalu memperhatikan siapa aja yang ngirim karya ke mading ini sih Ra," jawab Kak Lidan.

"Tapi, menurut Kakak, si Kuas Tak Bertinta ini kelas tujuh deh." Aku menatap Kak Lidan penuh tanda tanya.

"Ya ... karena yang di kerdus ini, semua karya dari kelas tujuh Ra," terang Kak Lidan karena aku meminta penjelasan lewat tatapanku.

"Tapi Kak, Rara pernah lihat tulisan dengan nama yang sama di kertas ini, saat di koridor lantai atas. Lantai kelas delapan." Aku masih ingat kejadian beberapa hari lalu saat aku dan Babas serta Maxie melewati mading tersebut. Nama yang tertulis di mading kala itu, sama persis seperti ini, tidak mungkin aku salah.

"Loh, kok bisa gitu ya. Kalau dia emang kelas tujuh, ya cuman di mading kelas tujuh aja kawasan penempelannya. Mungkin, ada yang gunain nama itu juga kali Ra?"

"Maksud Kakak, nama pemading Kuas Tak Bertinta itu ... banyak yang punya?"

"Ya ... bisa aja kan Ra. Kan semua siswa bebas mau pakai nama samaran apa aja."

"Tapi, kenapa nama penerima yang tertulis dari pengirim atas nama Kuas Tak Bertinta ini, selalu S. A. ya Kak?"

"Kalau itu ... Kakak nggak tau Ra. Emangnya ada apa sih?"

Aku menghela napas. Kuas Tak Bertinta ini, benar-benar membingungkanku.

"Nggak ada apa-apa kok, Kak. Rara cuman penasaran aja sama Kuas Tak Bertinta ini. Rara suka sama tulisannya, bahkan Rara sering jumpa sama karya si Kuas Tak Bertinta ini. Rara ... cuman penasaran," ujarku dengan nada yang terolah sesantai mungkin. Padahal, sudah mulai ada lubang kecil yang terbentuk di hatiku. Ada rasa kecewa tersendiri yang tiba-tiba hinggap di sana.

"Oh, kalau Rara penasaran, Rara bisa cari tau kok. Coba, tanyain sama  teman-teman Rara, siapa penulis atas nama samaran itu. Atau ... coba deh Rara terka, siapa di kelas tujuh yang menurut Rara suka menulis." Aku hanya menanggapi saran Kak Lidan dengan senyuman tipis.

Teman Atau Teman? COMPLETEDМесто, где живут истории. Откройте их для себя