04. Hukuman Rara

113 78 83
                                    

Sebelum baca spam🌿 dulu yuk!
.
.
.
.
.
.
.

Selamat membaca💜

Dasi yang melilit di kerah bajuku masih terulur dengan rapi, tetapi aku terus memilinnya dengan gusar. Mataku terus memburu ke kanan dan kadang juga ke kiri mencoba untuk mencari sebuah ide. Namun, yang aku dapatkan hanyalah kesuraman di tengah-tengah kumpulan siswa yang duduk diam mematung di kursi masing-masing.

Saat ini, aku masih duduk bersama Gizan. Karena tergesa-gesa, seluruh kelas tadi heboh dan asal duduk tanpa mengingat tempat duduk yang sebenarnya. Teman sebangku Gizan terpaksa duduk di tempat lain karena aku sudah terlanjur duduk di tempatnya. Sementara Babas, masih nyaman duduk dengan kursi kosong di sebelahnya. Kursiku.

Mengingat kami masih siswa baru di tahun ajaran pertama, jumlah kursi atau meja di kelas kami masih berlebih dan belum di data ulang karena banyak terjadi perpindahan siswa minggu lalu. Padahal masih minggu pertama, tetapi sudah ada yang tidak konsisten untuk bersekolah.

Kembali lagi kepada ruang kelas yang senyap, sepi, tidak bergairah. Itu semua karena ada sosok berbadan subur yang sangat kami hormati dan ... takuti, tengah duduk menatap kami dengan dalam dan diam.

Jika suasananya mendadak hening begini, aku semakin merasa tercekam dan siap dimangsa. Berulang kali kucoba untuk membuang rasa takut ini, bahkan aku mencoba untuk membayangkan hal-hal yang indah agar tubuhku tidak lagi bergetar. Namun, semua nihil.

Malah yang saat ini terlintas di penglihatanku adalah, wajah Bu Nining yang membesar dan matanya yang membulat sempurna. Kemudian bola matanya mendadak berubah menjadi merah padam. Lantas keluar dua tanduk di atas kepalanya dengan diiringi oleh kepulan asap yang menjadi-jadi.

Tidak!

Segera kugoyangkan kepalaku kuat-kuat agar fantasi tidak senonoh itu cepat lenyap tidak berbekas.

"Siapa yang sudah menyelesaikan PR kemarin?" tanya Bu Nining yang semulanya hanya diam.

Semua murid mengangkat tangan dan aku berusaha menepikan tubuhku agar tidak kelihatan.

Bu Nining mengangguk-angguk.

"Ternyata kalian sudah menyelesaikan PR-nya ya?"

Giliran semua murid yang kali ini menganggukkan kepalanya serempak. Aku hanya bisa ikut mengangguk untuk cari aman.

"Kalau begitu, kumpulkan buku latihan kalian di meja Ibu. Ini untuk yang sudah menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh di rumah." Bu Nining menyentuh sisi mejanya di sebelah kanan.

Kemudian ia menyentuh sisi lain meja lagi di sebelah kiri.

"Dan ini ... untuk yang baru mengerjakannya di kelas beberapa menit yang lalu," ucapnya yang diakhiri dengan senyuman pongah di bibirnya.

Tubuh teman-temanku menegang, dan aku sedikit merasa tenang sekarang. Setidaknya aku tidak sendirian jika harus dihukum.

Tapi itu hanya sebentar.

Saat semua temanku maju ke depan dan mengumpulkan buku latihan mereka, aku menjadi kacau kembali. Keringat dingin kembali terasa di pergelangan tanganku. Aku bingung harus berbuat apa.

Teman-temanku pun selesai mengumpulkan buku mereka. Terlihat tumpukan buku di sebelah kiri lebih banyak dibandingkan yang di sebelah kanan. Pemandangan di meja guru saat ini membuatku membayangkan bahwa tumpukan buku-buku itu adalah catatan dosa para umat manusia, dan sosok bahenol yang berada di belakang tumpukan itu adalah ... emm adalah ...
Hehe, ib--iblis yang sangat menyeramkan!

Teman Atau Teman? COMPLETEDWhere stories live. Discover now