34. Selamat Ulang Tahun, Rara!

11 7 22
                                    

Suara nyaring Bunda yang berteriak dari luar kamar mengagetkanku. Bersamaan dengan kesadaranku yang baru akan terkumpul, rasa lelah di tubuh ini juga mulai teras.

Ah, rasa-rasanya, mulai dari tumit, pinggang, punggung, hingga kepala imutku mengalami masalah yang sama. Pegal. Tidak heran sih, kemarin aku terlalu memaksakan diri untuk mencari seseorang. Sialnya aku tak bisa menemukan orang tersebut!

"Bas, Max, Rara mau nyari Gizan dulu. Kalian tunggu di sini bentar ya?" Bagai ibu yang berbicara kepada anaknya, dan anaknya mau menurut. Itu yang kuharapkan saat ini.

"Gizan?" tanya Babas dan Maxie bersamaan. Juga dengan raut wajah bingung yang mendadak muncul bersamaan pula. Hm, aku pun cukup sadar kenapa nama itu bisa membuat mereka sekaget ini.

Aku yang masih cukup sadar pada tujuanku saat ini mulai mencari alasan untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. "Iya, Rara ada urusan bentar sama Gizan. Em ... Rara mau pinjem kaset horor Gizan. Tiba-tiba aja pingin liat yang serem-serem, hehe. Udah ya, Rara duluan!"

"Nonton dari ponsel aku aja. Film Gizan bisa bikin kepala kamu nggak imut lagi, Ra," sela Babas saat aku sudah berjalan dua langkah meninggalkan mereka. Dengan perasaan yang sedikit ... kesal? Karena langkahku tertahan? Aku pun berbalik memutarkan badan.

"Oh, kebetulan Rara juga lagi nggak mau yang imut-imut. Udah, Babas jangan banyak pertanyaan dulu, oke? Simpen dulu pertanyaannya."

Kulihat juga Maxie akan membuka suara. Namun, buru-buru kucegah. "Maxie juga jangan nanya ini itu dulu, ya. Rara lagi dalam mode gawat darurat. Plis jangan bikin keimutan Rara kandas di sini," ucapku selembut mungkin kepada Maxie.

Kedua sahabatku bungkam di tempat dengan berbagai macam pertanyaan yang terlukis pada wajah mereka. Namun untungnya, mereka masih menghargai keputusanku agar tidak banyak bertanya. Karena saat ini, Gizan harus segera kutemukan.

Semoga di tengah jalan nanti aku bisa menemukan lampu ajaib milik Aladin yang sedang berpindah dimensi, atau setidaknya ibu peri Cinderella yang sedang tersesat dan dengan baik hatinya mau memberikan aku sihir untuk mempermudah menemukan Gizan. Semoga saja.

"Rara! Mau bunda semprot kamu pakai air cucian piring, hah? Bangun, buruan mandi! Sekarang juga ...."

Mendadak ragaku tertarik lagi pada sebuah keadaan. Di mana saat ini, tubuhku masih terbalut piyama Doraemon yang sudah kusut. Rambut acak-acakan dengan posisi kamar yang menggambarkan fenomena gempa. Dan ketika aku bercermin, sebuah pemandangan setengah zombie menyapaku. Hampir saja aku berteriak, sebelum aku sadar bahwa yang berada di cermin itu adalah Serofina Asrokh--diriku sendiri.

"Rara!" Astaga Bunda. Bunda kembali berteriak dari bawah, bahkan lebih kencang dari yang tadi. Sepertinya setelah ini aku akan meminjam ponsel milik Babas dan ... oh, tidak. Lebih baik aku langsung menyuruhnya membuka sebuah aplikasi, lalu memaksanya agar mau men-download Bunda baru di sana. Semoga saja Bunda baru itu bisa ditemukan dan alamatnya terdeteksi.

"Rara! Sekali lagi Bunda teriak kamu belum keluar juga, Bunda--"

"Iya Bunda ... Rara udah bangun!"

Bundaku adalah penyiksaan terbesarku. Sepertinya quotes ini cukup bagus. Cukup bagus untuk tidak diketahui Bunda, ok?

°°°°°°

"Aduh ... pegel banget!"

Aku baru saja selesai mandi serta berpakaian. Dan saat ini tengah membersihkan kamar. Setelahnya aku akan turun untuk sarapan.

Teman Atau Teman? COMPLETEDWhere stories live. Discover now