Cat Got Your Tongue

1.5K 391 83
                                    

Gian pulang sesudah matahari mulai kehilangan sinarnya di langit. Senja datang lebih cepat ketika memasuki musim dingin dan suhu langsung turun begitu matahari kembali ke peraduannya. Ia merapatkan jaketnya dan berjalan menyusuri hutan untuk kembali kastil. Ia biasanya tidak masalah berada di suatu tempat seorang diri, bahkan ketika malam hari. Tapi, setelah beberapa makhluk tidak nyata muncul di hadapannya, ia tidak tahu dan tidak mau tahu makhluk apa lagi yang dapat merangkak keluar dari kegelapan.

Gian mengembuskan napas panjang ketika sudah berada di jalan setapak, bagian terluar hutan yang memperlihatkan kastil. Sepi, yang terdengar hanyalah suara burung atau kepakkan sayapnya. Gian sangat tidak ingin kembali ke dalam sana. Ia hanya ingin kembali ke kehidupan normalnya dan melupakan bahwa ada makhluk-makhluk seperti mereka di dunia ini.

Kabur dari tempat ini juga tidak mungkin sebenarnya. Mau tidak mau, Gian harus mengakui jika hanya sekumpulan makhluk-makhluk di dalam kastil itu yang dapat menjaga nyawanya tetap berada di tubuhnya dan juga ia dapat menghirup udara. Menendang Codru membuatnya yakin ia tidak akan mampu melawan orang-orang yang mengincar nyawanya. Sebelum ia dapat melawan, nyawanya sudah melayang.

Dengan langkah gontai lalu berubah menjadi terseret ketika sudah mendekati kastil, Gian memasuki tempat yang sudah ia tinggali selama beberapa minggu terakhir. Ia tidak melihat bayangan Marius maupun pria yang tadi menyapanya. Pintu ruangan yang berada di ujung lorong pun terbuka lebar hingga ia dapat mendengar suara yang bersahut-sahutan.

Niatannya untuk kembali ke kamarnya terhenti ketika melihat Codru keluar dari ruangan itu. Mata mereka bertumbukan untuk sesaat sebelum Gian melengos karena malas berhadapan dengan pria itu. " Little One," sapa pria itu. "Aku kira kau tidak akan berada di sini," lanjutnya dengan sindiran.

Gian mendengkus, "Kau tahu betul aku tidak akan dapat kabur dari sini karena yang dapat melindungiku hanya kalian." Mau tidak mau Gian harus mengakuinya.

Codru berjalan mendekat seraya memberikan cengiran lebar, "Setidaknya the Deity memberikan pasangan yang cerdas untukku." Gian memberikan tatapan sinis terbaiknya untuk jawaban pria itu yang sangat menyebalkan. "Ayo, ikut denganku. Banyak yang mau berkenalan denganmu." Codru menarik tangan kirinya yang membuat Gian meringis dan mengentakkannya agar terlepas dari pria itu dengan cepat.

Codru terdiam dan tatapannya kosong seakan tersedot ke suatu waktu yang berbeda dengannya. Tatapannya kemudian kembali pada Gian setelah mengumpat dengan pelan. "Kau terluka," ucapnya, bukan pertanyaan tapi pernyataan. Setelah kejadian ia berusaha kabur, Codru tidak pernah berbicara padanya hingga sekarang. Ia merasa kagok, karena pria itu bersikap biasa-biasa saja sekarang. Padahal, akan lebih mudah baginya kalau Codru masih sinis, sehingga ia dapat melakukan hal serupa.

Tangannya kemudian membuka jaket Gian dan membiarkannya teronggok di lantai sebelum mengangkat tangannya dengan sangat hati-hati seakan satu gerakan kasar dapat mematahkannya. Sesuai dugaan Gian, warna ungu mulai terlihat di lengannya dan ia cukup yakin pi—

"Pinggang dan pahamu akan berwarna seperti ini," ucap pria itu setelah meneliti lengannya.

Tunggu, ia bahkan belum berkata apa pun. "Dari mana kau tahu?" tanyanya penuh selidik. Codru mengabaikannya kemudian menurunkan kepala hingga bibirnya mendarat di lengan yang memar. Belum berhenti sampai di sana, Gian merasakan sapuan benda dingin di kulitnya. Tidak hanya sekali. Berkali-kali hingga bulu kuduknya berdiri, namun keterkejutannya membuat otaknya berhenti bekerja hingga yang dapat dilakukannya hannyalah berdiri seperti orang bodoh.

Otaknya baru kembali bekerja saat ia merasakan tangan Codru menyentuh kulit pinggangnya. Bajunya sudah tersibak dan pria itu kini berada di kedua lututnya dengan kepala dimiringkan. Gian mengambil kangkah seribu menjauh dari pria itu. Tidak peduli gerakan dadakan itu membuat kepalanya tiba-tiba saja kembali pening dan tubuhnya menabrak tembok dingin. "Gila!" teriaknya dengan muka memerah. Untuk sesaat tubuhnya merasakan sensasi yang sama. Seluruh inderanya tertuju pada apa yang Codru lakukan. Setiap kulit mereka bersentuhan ada rasa tergelitik yang menjalar hingga ke perutnya. Perasaan aneh yang ia tidak tahu namanya.

"Aku hanya ingin mempercepat lebammu hilang," ujarnya dengan muka datar. Namun, kedua ujung bibir Codru tertarik saat melihat wajahnya yang memerah. "Oh, ini menarik." 

3/4/21
Revisi 29/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.
Rumpelgeist [FIN]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum