The Hidden Truth

1.3K 310 27
                                    

"Ah, darah itu. Aku akan menikmatinya setelah kalian semua mati. Setiap tetesnya." Constin mendatanginya, berjongkok dengan jarak yang sangat dekat. Gian membiarkan pria itu mengoceh hal-hal yang tidak lagi didengarnya. Ia mengumpulkan tenaga dan saat jaraknya sangat dekat dan Constin sibuk berbicara hal-hal yang akan dilakukannya sebelum membunuh Codru, ia mengeluarkan belati itu dengan cepat dan menusukkannya di mata Constin.

Teriakan yang memekakkan telinga terdengar hingga burung-burung terbang dari pepohonan. Meninggalkan sarang mereka. Gian dengan cepat mundur dan berdiri, berlari menjauh memasuki pack house di tengah teriakan dan kesakitan Constin. Langkahnya terseok-seok karena efek jatuh dan tendangan keras di perut. Tapi, ia mencoba mengabaikan rasa sakit itu. Memaksakan kakinya berlari secepat yang ia bisa untuk mencari Codru. Ketakutannya saat ini adalah bagaimana jika ia tidak dapat melihat ibu dan neneknya lagi? Bagaimana jika karena kecerobohan dam kebebalannya, bukan hanya ia yang mati?

Gian tidak menoleh ke belakang untuk melihat keadaan pria itu. Ia terus berlari hingga kepala bagian kirinya terbanyak sesuatu dan ia terjatuh ke lantai sebelum semuanya gelap.

Matanya terbuka dengan perlahan, tetapi cahaya yang memasuki penglihatannya membuat kepalanya seperti ditusuk-tusuk berpuluh-puluh jarum. Gian memegangi kepalanya dengan perlahan. Rasa sakit membuatnya ingin mengeluarkan seluruh isi perutnya. Rintihan kesakitan keluar dari mulutnya tanpa dapat dicegah.

Seluruh badannya terasa jauh lebih sakit ketimbang saat benturan dan cekikan tadi. Yang dibutuhkannya adalah pereda rasa sakit tetapi tidak mungkin para vampir ini memilikinya kan?

"Akhirnya, bangun juga." Suara pria terdengar riang di telinganya. Namun, ia kenal suara itu milik siapa. Constin. "Kami sudah menunggu kau sejak tadi, sampai pegal rasanya." Pria itu memukul-mukul kakinya.

Gian mendengkus mendengar kebohongan itu. Matanya melihat sekelilingnya, menemukan beberapa wajah yang dikenal dengan kedua tangan terikat rantai besi yang sangat besar. Sedangkan Serghei terikat di bagian leher dengan besi besar yang membakar kulitnya hingga ia mengeratkan gigi saat bersentuhan.

Matanya terhenti di pria yang tertunduk dengan bekas luka yang menganga di bagian leher dan kedua tangannya. Rambutnya yang biasa terisi rapi kini berantakan dengan bercak darah di mana-mana. Mungkin dari para werewolf. Kedua tangannya terikat tinggi-tinggi di dua tiang yang berjarak jauh dengan tubuh yang menggantung. Melihatnya saja membuat Gian seperti disiram air es hingga tubuhnya menggigil.

"Tenang, dia masih hidup karena jantungmu sendiri masih berdetak." Constin mengetuk dagunya dengan jari telunjuk. "Untuk Marius dan Abel, aku tidak yakin dapat membiarkan mereka hidup sampai kapan. Atau aku harus membunuh mereka sekarang untuk membuat ini semakin menarik?"

Gian mendengar raungan dalam entah dari mana karena kini fokusnya hanya tertuju pada Constin yang memberikan seringai mengerikan. "Atau, aku harus menyiksamu dan membiarkan Codru menontonnya? Bagaimana rasanya melihat orang yang sama mati dua kali?" kepalanya menoleh ke arah Codru yang kini matanya sudah berubah menjadi merah seperti darah. Taringnya keluar dan menusuk bibir bagian bawah hingga terluka untuk menahan emosinya

Gian menatapnya dengan bingung karena kalimat terakhir yang diucapkan oleh Constin. Dan seperti menikmati permainan ini, Constin mendekat ke arahnya lalu berjongkok. "Sudah kuduga dia tidak menceritakan semuanya padamu. Hanya sampai mana Codru menceritakan mengenaimu? Hanya sampai kutukan itu?"

Gian tidak menjawab. Constin tertawa dengan sangat kencang hingga memegangi perutnya sendiri. Pria dengan kemeja hitam berdecak dengan dramatis seraya menggelengkan kepalanya "Kau tidak menceritakan bagian paling romantisnya? Sayang sekali." Pria itu berdiri, melangkah dengan perlahan seperti predator yang mengincar mangsanya.

"Gian, kau tahu kan kalau Codru dan salah satu penyihir menciptakan obat untuk dapat hidup selamanya?" Gian kembali tidak menjawab pertanyaan itu, tenggorokannya terlalu sakit untuk berbicara lantaran kering. Matanya bolak-balik melirik pada Constin dan juga Codru untuk melihat reaksinya. Dari geraman yang dikeluarkan oleh Codru, tampaknya ini bagian yang tidak ingin diceritakannya pada Gian. Setelah jeda cukup lama, Constin melanjutkan ucapannya, "Bagaimana kalau kukatakan kalau penyihir itu adalah kekasih dari Codru?"

Gian tidak dapat mendengar apa pun selain detak jantungnya yang tiba-tiba saja bekerja dengan sangat lambat.

"Dan saat mereka berhasil untuk membuat ramuan untuk hidup selamanya, the Ruller yang ada saat itu merasa tersaingi dan mulai menyerang mereka hingga akhirnya kekasih Codru itu terbunuh di depan mata kepalanya sendiri. Dan sebagai hukuman, the Deity membuatnya bereinkarnasi sebagai anak manusia dan menjadi kelemahan Codru. Bagian menariknya, agar ia dapat hidup dan menjadi immortal, ia harus mengubah anak manusia itu menjadi sepertinya. Well, tentu saja itu hanya bonus. Karena selama beribu tahun ini, yang dicarinya adalah bayangan dari kekasih yang akan bereinkarnasi. Bisa ditebak menjadi siapa kekasih Codru itu?"

1/5/21
Revisi 29/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :)

Btw cerita Serghei dan Abel bisa dicek di judul Tattletale :)

Btw cerita Serghei dan Abel bisa dicek di judul Tattletale :)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rumpelgeist [FIN]Where stories live. Discover now