The Morning Breeze

15.1K 1.4K 164
                                    

#QOTD kalian introvert atau ekstrovert?

🌟

"Bu! Aku berangkat dulu ya," teriak gadis dengan rambut panjang yang dikucir ke atas menjadi satu. Matahari sudah menampakkan dirinya secara perlahan di langit, menyapanya dari jendela yang menghadap ke timur. Sedikit tertutup oleh pepohonan rindang yang tumbuh tinggi di halaman rumahnya, tetapi tidak pernah gagal membuatnya menyukai bayang-bayang yang timbul di dalam kamarnya.

Kecuali bagian yang dipasangi berbagai macam hal yang dapat menghalau hantu atau setan oleh neneknya. Semua benda itu menghiasi dinding rumahnya, bahkan di dalam kamar mandi. Neneknya terobsesi dengan takhayul dan Gian tidak pernah mengerti kenapa. Bahkan hal itu menurun ke ibunya! Ia menolak benda-benda itu berada di dalam kamarnya, awalnya, tetapi ia tidak tega pada raut kecewa kedua wanita itu. Sehingga kini kamarnya pun dihiasi bawang putih di jendela.

"Siapa, sih, yang masih percaya sama hal-hal kayak gini di era sekarang?" Tangan Gian menyentuh bawang putih yang dibuat seperti kalung, tergantung di kedua sisi jendelanya. "Buang-buang duit banget buat beli bawang tiap bulan."

Ia menggeleng saat sadar jam sudah menunjukkan pukul enam lewat, ia tidak punya banyak waktu untuk terkesima jika tidak mau terlambat. Langkahnya membawa Gian menuju pekarangan rumahnya sebelum dihentikan oleh panggilan. "Gian, bekal kamu ketinggalan!" Ibunya berlari tergopoh-gopoh dengan membawa kotak bekal berbahan stainless di tangannya. Wanita dengan perawakan tinggi dan mengenakan pakaian kerjanya itu kini berdiri di hadapannya. Wajahnya terlihat bersemangat meskipun sekarang dihiasi oleh rasa sebal karenanya.

Gian memeletkan lidah, "Lupa banget, trims, Bu."

"Kupingmu kalau gak nempel juga pasti kamu lupa."

"Don't fret over it, Bu," jawab Gian sambil memutar bola mata, membuat ibunya menghardiknya pelan

"Gian! Memutar bola mata itu tidak sopan!"

"Iya, Bu, iya maaf. Aku berangkat dulu ya, Bu. Nenek belum bangun, kan? Bilang ke Nenek, ya." Gian mengentakkan bagian depan sepatunya ke jalanan sebelum mengambil langkah.

"Hati-hati di jalan!" teriak ibunya lagi ketika Gian sudah sampai di pagar.

Gian sangat menyukai kompleks perumahannya yang berada di ujung jalan dan penuh dengan pohon. Orang-orang menganggap itu menyeramkan tapi dia menyukainya karena itu sepi dan dia bisa menikmati perjalanannya di pagi hari menuju sekolah dengan keheningan dan kesejukan yang menyenangkan. Ia tidak tahu kenapa ia lebih menyukai rimbunnya pohon dibandingkan gedung-gedung tinggi yang seolah mampu menyapa langit.

Embusan angin juga terasa menyenangkan menerpa rambutnya yang dia kucir sehingga lehernya terasa tergelitik oleh angin pagi hari. Bau tanah semalam, hasil hujan, masih menyapa hidungnya, membuatnya mengernyit. Satu-satunya hal yang tidak disukainya hanyalah bau tanah setelah hujan. Terasa apek di hidungnya.

Gian memegangi roknya karena angin hari ini tampaknya terlalu kencang sehingga rok sekolah yang dia kenakan hampir terangkat.

"Damn this remple skirt," rutuknya sambil memegangi rok.

"Aren't you too young to curse, Little One?"

Sapa seseorang yang menarik perhatian Gian. Suaranya sehalus beledu meskipun dalam, tipe suara perayu yang sering berkeliaran di sekolahnya. Ia menoleh dan mendapati seseorang dengan pakaian yang membuat alisnya berkerut.

Tux di pagi hari?

Matanya menatap sekeliling dan melihat tidak ada mobil atau apa pun, hanya pria yang ia taksir berada di akhir kepala duanya berdiri di depan dia dengan kedua tangan berada di belakang tubuh. Senyum tercetak di bibir pucat, sepucat kulitnya. Perhatian Gian kini tertuju pada mata berwarna biru yang seakan menariknya masuk.

Rumpelgeist [FIN]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora