Again, Still Once Upon A Time

2.1K 379 26
                                    

#QOTD lebih suka cowok rambut panjang atau rambut pendek?

🌟

Stefan bergegas menggiring istri beserta ketujuh anaknya keluar dari rumah. Menuju hutan yang menurutnya aman setelah Raja dan para pengawalnya pergi. Ke selatan, titahnya pada istrinya tadi. Tempat musuh bebuyutan dari kaum Codru yang ia tahu tidak akan dapat menjamah keluarganya di sana. Ia tidak pernah berniat memberikan putranya pada makhluk itu. Ia hanya perlu menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan lalu mengirim seluruh keluarganya keluar dari tempat ini.

Setidaknya kepalanya dan seluruh keluarganya aman dari Raja terlebih dahulu. Matanya menatap nanar pada punggung istrinya yang menggendong putra mereka lalu anak perempuannya yang terkecil yang terlalu sering menoleh ke belakang hingga tersandung dan terjatuh. Rasanya ia ingin berlari lalu memeluk mereka semua lagi untuk yang terakhir kalinya. Tapi ia tahu memeluk mereka akhirnya membuat ia tidak dapat melepaskan mereka. Padahal, ia yang ikut kabur hanya akan membuat Codru mencarinya dan membahayakan nyawa mereka. Tangannya terkepal, melawan perasaan takut yang membanjiri dirinya dan juga kesedihan yang mendalam karena tahu tidak akan dapat melihat orang-orang yang dikasihinya lagi setelah ini.

Stefan terus menatap ke arah hutan hingga seluruh tubuh keluarganya hilang ditelan oleh pepohonan. Yang dapat dilakukannya hanyalah berdoa kepada Tuhan, itu pun kalau masih didengar setelah perjanjiannya dengan Codru, untuk keselamatan mereka. Ia berdiri di sana hingga matahari hilang dan kembali ke peraduan, meninggalkannya dengan bayang-bayang dari pepohonan. Memasuki rumah dan melihat pemintal yang menjadi akar masalahnya. Ralat, mulut besarnya yang menjadi akar dari segala permasalahan. Jika saja ia dapat menjaga kata-kata yang keluar dan tidak ingin tampil sebagai orang hebat yang berbalut dengan kebohongan maka semua ini tidak akan terjadi.

Stefan terduduk di kursi kayu dengan bahu merosot hingga pagi datang. Baru kali ini ia tidak ingin matahari cepat-cepat muncul. Yang diinginkannya hanyalah mengakhiri hidupnya sendiri, namun tidak mungkin. Tidak mungkin ia membiarkan Codru mengejar keluarganya. Jika ia mengetahui perihal anak termudanya, tidak mungkin ia tidak mengetahui di mana mereka. Ia harus mengulur waktu hingga mereka keluar dari batas wilayah Codru.

Tubuh Stefan tegang saat mendengar pintu rumahnya terbuka secara perlahan. Dengan sigap ia berdiri dan menyembunyikan satu-satunya senjata yang dimilikinya. Willow wood. Stefan tidak tahu apakah dongeng itu benar atau tidak, tapi tidak ada salahnya mencoba biarpun ia akan mati akhirnya. Tangannya terasa dingin dan secara sadar kakinya mundur satu langkah saat pertama kali melihat Codru secara jelas di bawah sinar rembulan, tanpa bayangan dari pepohonan di sekitarnya.

Rambut pendeknya tersisir rapi ke belakang dengan pakaian dari kulit berwarna hitam dengan sedikit warna silver di bagian leher dan pergelangan tangan. Sepatu boots yang dikenakan pria itu berbunyi saat berjalan, menyapa lantai kayu rumahnya. Setiap langkah pelan yang diambil oleh Codru seperti nyanyian kematian yang mendekatinya. Kali ini biarpun Stefan dapat melihat wajahnya.

Ada kengerian yang menyelubunginya saat tatapan mereka bertumbukan. Napasnya tercekat hingga secara tidak sadar ia menunduk. Ia memilih menatap lantai kayu ketimbang harus menatap mata kematian. Mata biru pria itu tidak seindah langit di pagi hari yang cerah. Matanya tampak seperti langit saat badai akan menghampiri. Gelap dan terlalu dalam. Ia menunduk terus hingga matanya dapat melihat ujung sepatu Codru berhenti tepat di hadapannya. Matanya terpejam dengan bulir keringat yang mengaliri celah di antara kedua alisnya.

"Apa aku melewatkan sesuatu? Kenapa rumah ini sepi sekali?" Codru bertanya dengan pelan. Menyerupai bisikan namun terdengar mengerikan di telinganya.

Stefan berdeham sekali, namun suaranya tidak mau juga keluar. Tenggorokannya terlalu kering. Ia berdeham lagi untuk yang kedua kalinya dan mencoba berbicara dengan suara mencicit. "Pemintalmu ada di sana dan dua puluh ekor lembu berada di luar," ujarnya, mengabaikan pertanyaan Codru. Masih dengan menunduk.

Codru terkekeh pelan, "Aku tidak tahu kalau kau sangat dermawan hingga memberikan tambahan sepuluh ekor lembu padaku. Tapi kita berdua tahu untuk apa aku secara langsung datang ke sini, bukan?" tanyanya lamat-lamat. Tatapan Codru seperti pedang yang siap menghunus tubuhnya yang gemetar.

"Aku akan memberikan sepuluh ekor lembu lagi padamu sebagai penggantinya. Totalnya tiga puluh ekor lembu yang dapat kau bawa pulang." Stefan mencoba terlihat lebih kuat. Ia menengadahkan kepalanya dan bertatapan dengan mata itu.

Kali ini Codru tertawa dengan kencang hingga bahunya bergetar. Anak manusia ini mengira dapat mengakalinya? Tangan kiri Codru mencengkeram leher Stefan hingga kakinya tidak memijak lantai kayu lagi. Kedua tangan anak manusia itu mencengkeram pergelangan tangan Codru sebagai upaya untuk melepaskan diri. Sayangnya, tenaga mereka tidak sebanding. Pukulan dan tendangan yang dilayangkan oleh Stefan tidak terasa sedikit pun baginya. Di tengah kepanikannya, Stefan melihat mata biru itu berubah menjadi merah seperti darah. Tatapannya tajam dan ia tahu Codru siap membunuhnya sekarang.

"Katakan padaku, ke mana mereka?" Codru berjalan dengan leher Stefan di tangan kanannya lalu melemparkan tubuh itu ke sisi lain ruangan dengan kencang. Anak manusia itu terbatuk-batuk dengan heboh karena hantaman punggungnya memaksa seluruh oksigen untuk keluar dari paru-parunya dan matanya berair. Napasnya kini pendek dan cepat.

"Kau bisa mengambilku untuk menggantikan putraku." Stefan menjawab di antara batuk. Kepalanya kini pening karena hantaman ke tembok tadi. Suara sepatu Codru mendekat lalu ia menutup matanya, mempersiapkan diri untuk sakit yang ia tahu tidak dapat dihindari.

Codru meremas tangan yang berada di lehernya ia dapat mendengar bunyi tulang yang remuk. Ia berteriak dengan kencang untuk menunjukkan rasa sakit yang luar biasa. "Aku tidak membutuhkan orang tua tidak berguna seperti kau," kata Codru. "Aku menginginkan anakmu. Tapi, sekarang tidak lagi. Ia pasti tidak jauh berbeda dengan sampah sepertimu. Setelah aku selesai menghibur diriku dengan menyiksamu, aku akan mencari mereka semua dan membunuh mereka dengan perlahan. Mungkin aku dapat memberikan mereka pada bangsaku sebagai hiburan dan makanan," lanjutnya dengan satu ujung bibir yang terangkat.

Stefan tidak dapat mendengar lagi dan yang dilihatnya hanyalah murka, dengan tangan satunya ia mengambil Willow wood lalu menikam Codru tepat di jantungnya. Raungan yang memekakkan telinga keluar dari mulut Codru dan yang dapat dilihatnya hanyalah tanda merah sebelum semuanya terbakar dan hangus menjadi rata dengan tanah. Ia mencabut pasak yang berada ditubuhnya itu dengan kesal dan berjalan menuju tiga orang yang menunggunya di dekat hutan.

"Bakar tempat ini, biarkan anak-anak manusia ini tahu apa akibatnya jika berurusan denganku dan mengingkarinya," tandasnya yang membuat salah satu dari tiga orang tadi tertawa dan bersiul dengan girang sebelum menyulut api dan membinasakan semua tanaman dan pohon yang berada di sekitar sana.

"Apa aku perlu mengejar keluarganya?" tanya seseorang, satu-satunya wanita di grup itu.

Codru mengibaskan tangannya malas. "Tidak, biarkan mereka. Aku akan menagihnya di lain kesempatan." 

30/6/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Rumpelgeist [FIN]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora