Double-edged Sword

2.3K 554 78
                                    

#QOTD lebih suka sunrise atau sunset?

🌟

Tawa menggema setelah hening beberapa saat.

Dacian bahkan harus memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa, Marius juga tidak jauh berbeda. Pria itu sudah memukul-mukul pohon tempatnya menyandarkan kepala hingga burung-burung beterbangan dari sana dan menimbulkan bunyi yang nyaring.

Abel? Ia mencoba menahan tawanya lalu menutupi mulut dengan tangan saat tidak berhasil.

Pria di depannya tampak tidak terpengaruh sedikit pun, ia masih menatap Gian hingga mukanya terasa panas. Ia memalingkan wajahnya, memaksakan matanya melihat ke arah lain dan kumpulan orang-orang yang tertawa itu merupakan pilihan yang tepat.

"Dru memang, aku mengutipnya, aneh," kata Marius di sela-sela tawanya yang diamini oleh Dacian. "Tapi, tidak ada yang berani mengatakan itu di depan Codru selain kau tanpa kehilangan nyawa," lanjut Marius yang membuat Gian tersentak lalu mengambil langkah mundur lagi.

" Little One, bukannya aku sudah bilang jangan mengikat rambutmu?" Tangan Codru terangkat melewati leher Gian dan meraih ikat rambutnya. "Ini lebih baik."

Setiap hal yang dilakukan pria di hadapan Gian ini, mampu menyedot perhatiannya. Ia bahkan mengabaikan Marius yang masih tertawa terbahak-bahak dan sedang meninju tanah dengan tangan kanannya.

"Kita pernah bertemu sebelum di hutan waktu itu? Aku cukup yakin pernah mendengar kalimat yang kau ucapkan" selain itu, rasanya juga ada yang aneh saat tangan pria ini menyentuh lehernya. Rasa dingin yang terasa familier di kulitnya.

Codru tersenyum, "Aku pernah mengunjungimu, dulu. Kau masih muda, tetapi ingatanmu sangat buruk."

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Gian melebarkan matanya lalu menunjuk Codru, "Kau om-om genit yang di dekat rumah?!"

Tawa kembali meledak, kali ini Abel sudah tidak dapat menyembunyikan tawanya.

"Codru bahkan lebih cocok jadi sugar grandpa kalau dari umur aslinya." Perkataan Marius yang membuat Gian bingung dan Codru langsung melempar sesuatu pada Marius yang membuatnya terdiam, begitu juga yang lainnya.

Codru berdeham, "Karena kau sudah tidak aman sendirian, pilihannya adalah kau ikut kami atau aku tinggal denganmu."

Mata Gian membelalak, "Tunggu-tunggu, kau tidak bisa seenaknya seperti itu! Aku bahkan tidak tahu ini ada apa sebenarnya," protes Gian tapi Codru justru tidak melihat ke matanya lagi.

Pria itu melihat pada satu titik di leher sebelah kanannya. "Kau digigit oleh salah satu dari mereka."

Gian dengan cepat menutupi lehernya dan menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu. Apa itu berarti aku terkena suatu penyakit? Semacam rabies? Mengingat aku bahkan tidak tahu mereka itu apa."

"Tidak, hanya saja kau akan sakit selama beberapa hari. Apa terasa panas?"

Gian meraba lukanya lalu menganggukkan kepala.

Codru mengambil tangan Gian lalu menukarnya dengan tangannya sendiri sehingga luka panas itu tertutupi oleh sesuatu yang dingin dan terasa sedikit kasar di kulitnya. Perbedaan suhu tubuh mereka membuatnya mengernyit bingung.

"Sebenarnya ini ada apa? Mereka siapa? Apa hubungannya aku denganmu? Mereka menanyakan mengenaimu."

Codru menatapnya sekilas, sebelum tatapannya kembali pada luka di lehernya. Pria itu mengeceknya lehernya berkali-kali, "Kau menjawab apa?"

"Mana aku tahu kau siapa." Gian mendengkus. "Horia juga mengatakan mengenai sesuatu di masa lalu. Hutang nyawa, apa maksudnya?"

Ucapan Gian membuat tiga orang yang sedari tadi terdiam langsung menatap satu sama lain. Tubuh mereka yang rileks tadi kini berubah siaga dalam sekejap. Tidak meninggalkan bekas tawa yang mereka umbar tadi.

"Dru, mereka tahu sampai mana?" Dacian berucap.

"Entah lah," Codru mengangkat bahunya, tampak tidak peduli, "yang pasti lain kali mereka tidak akan selamat."

"Ka-kalian akan membunuh mereka?"

"Tidak ada yang bisa selamat jika mulai membangkang, Little One." Codru menjawab dengan tenang.

"Ralat, kudeta." Marius mengoreksinya.

"Lalu, hubungannya denganku apa?"

Tangan Codru kini sudah tidak berada di lehernya lagi, melainkan di pipi Gian. Ibu jarinya mengelus pipi Gian dengan lembut dan berhati-hati seakan kekuatan yang dimilikinya dapat menghancurkan Gian.

"You are a curse and a blessing to me."

14/11/20
Revisi 17/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rumpelgeist [FIN]Where stories live. Discover now