The Longing Gaze

2.9K 596 39
                                    

#QOTD kamu lebih suka staycation atau vacation?

🌟

Galur-galur cahaya menyapa kulit begitu pohon yang rimbun tidak dapat menghalau cahaya lagi saat kakinya menapak pada jalanan besar. Gian menoleh ke belakang tubuhnya, memastikan pria aneh itu tidak mengikutinya. Begitu ia tidak melihat bayangan lain, ia menghela napas lega. Cara pria itu menatapnya sangat seakan-akan Gian telah lama dinantikan olehnya, seakan-akan mereka berdua bukannya orang asing, melainkan dua orang yang sudah lama tidak bertemu. Sedangkan, Gian yakin tidak pernah berhubungan dengan pria itu seumur hidupnya. Memang ia merasa pernah melihatnya, tetapi jika memang memiliki sesuatu pasti Gian akan ingat. Wajah pria itu bukannya mudah dilupakan, akunya dalam hati.

Matahari sudah berada tepat di atas kepalanya dan Gian memilih untuk kembali ke kastil. Tidak perlu waktu lama hingga ia melihat tiga orang diseret oleh tiga orang pria berbadan besar keluar dari bangunan berbatu dengan paksa. Gian melihat Sab meringis memegangi tangannya yang memerah, bekas cekalan dari salah seorang pria.

"Kenapa?" tanyanya begitu tiba di hadapan mereka. Sab mengelus bekas cekalan itu dan Gian dapat melihat kulitnya yang berbeda warna.

"Ketahuan masuk ke daerah yang dilarang." Sab yang menjawab karena dua orang pria lainnya tengah sibuk menepuk bokong celana mereka yang kotor lantaran didorong oleh pria-pria tadi dan tidak lama kemudian Frans membuka tasnya untuk memeriksa kamera. Ia mendengkus melihat pria itu yang lebih khawatir pada barangnya ketimbang Sab.

"Lalu? Kalian dapat yang dicari?" Gian mengalihkan perhatian lagi pada Sab, agar tidak menyemprot Frans.

Sab menggelengkan kepala, "Belum sempat buka pintunya sudah ditangkap oleh tiga orang pria tadi."

"Ah! Kameraku mati! Awas saja kalau rusak, aku akan buat perhitungan!" Frans menendang kerikil yang berada di dekatnya hingga debu-debu beterbangan. Ia harus mengibaskan tangannya untuk menghalau debu-debu itu dari hadapannya.

Gian mengetatkan gerahamnya, "Harusnya yang kau perhatikan itu Sab bukannya kamera bodohmu itu."

Frans menatapnya dengan sengit sedangkan Sab menarik tangannya sebagai usaha untuk menghentikan Gian. Terlambat sebenarnya, karena Gian siap untuk perang mulut sekarang. "Dia sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri sedangkan kameraku memiliki banyak foto penting di dalamnya."

Jawaban Frans jelas tidak membuatnya senang. "Tapi tangannya memerah karena ikut dengan kalian!" Gian menunjuk pada pergelangan tangan kiri Sab.

"Dia punya pilihan untuk tidak ikut," ketus pria itu seraya memasukkan kameranya ke dalam tas selempang yang ia bawa. "Sama halnya dengan pilihan kau mau ikut kami pulang atau cari cara untuk pulang sendiri." Tatapan merendahkan Frans membuat emosi Gian naik. Ia benar-benar tidak mengerti daya tarik Frans di mata Sab. Baginya, pria itu adalah pria paling brengsek kedua setelah mantan pacarnya.

"Aku bisa pulang sendiri."

Frans mengedikkan bahu, tampak tidak peduli lalu menatap pada Sab, "Kau juga?"

Sab menatap ke arah Gian kemudian Frans dan kembali ke arahnya lagi dengan ragu-ragu, "A-aku pulang dengan Frans." Dagu Gian rasanya jatuh ke tanah ketika mendengar jawaban Sab, matanya memicing melihat teman perempuan yang meninggalkannya demi lelaki yang jelas-jelas tidak peduli padanya.

Gian mendengkus, "Terserah." Ia meninggalkan ketiga orang itu dan berjalan ke daerah pemukiman untuk mencari cara pulang sendiri. Gian melihat ponsel dengan kesal ketika melihat satu-satunya cara untuk pulang sekarang adalah dengan menggunakan taksi yang akan menguras isi tabungannya.

Satu jam kemudian Gian sudah tiba di apartemennya dengan kesal. Satu-satunya yang ia mau sekarang hanyalah mandi lalu makan malam dan menghubungi kedua temannya untuk menumpahkan kekesalan hari ini. Ia juga belum sempat untuk menanyakan kabar mereka dua minggu terakhir, karena sibuk dengan perkuliahan. Belum sempat menanggalkan pakaian, ia melihat kertas kecil yang berada di atas ranjangnya.

Dengan ragu ia mengambil kertas itu lalu membaca isinya setelah memastikan tidak ada orang di unitnya selain dia. Ia tidak mau mati konyol hanya karena hal menyeramkan yang sering dianggap romantis oleh kebanyakan perempuan. Hell, setampan apa pun orang itu, memasuki kamar dan unitnya tanpa izin adalah pelanggaran privasi dan sangat menyeramkan baginya.

Kau baik-baik saja?

Isi pesan itu lalu ada sederet angka yang Gian yakini nomor ponsel dari orang yang meninggalkan pesan ini. Tanpa membuang waktu, Gian langsung meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Sudah cukup hal aneh dalam satu hari dan ia tidak perlu tambahan lainnya. Kini Gian sedang menyisir unitnya dari segala sisi dan memastikan jendela serta pintu terkunci rapat agar tidak ada hal menyeramkan lainnya nanti.5/10/20

Revisi 12/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rumpelgeist [FIN]Where stories live. Discover now