[ SEANTERO - 19 ]

7.5K 1.9K 973
                                    

Cuma mau ngasih tau, makasih dah mau lanjut sampe chapter ini❤

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Cuma mau ngasih tau, makasih dah mau lanjut sampe chapter ini❤

Pencet bintang dulu yok sebelum baca❤

Silakan revisi typo🤎

SPAM TERO HERE🤎🤎🤎

CHAPTER 19 - GAME OVER

NORMAL POV



Di parkiran khusus area kendaraan beroda empat SMA Setia Husada, hanya tersisa satu jenis mobil yaitu, Porsche Taycan. Seantero mengernyit, kenapa anak SMA jaman sekarang sudah berani mengendarai mobil mahal ke sekolah?

Seantero membawa motor persneling saja Seantero tidak mampu. Ia hanya bisa mengendarai motor matic. Yang hanya tinggal tancap gas tanpa repot-repot memindahkan pedal persneling. Sungguh, Seantero bak butiran debu jika dibandingkan dengan Alven.

Tuhan waktu menciptakan Alven Adhipermana sepertinya lupa menambahkan komposisi kurang baik atau komposisi itu malah tumpah ke bagian adonan tanah Seantero? Makanya Seantero ketiban tidak enaknya semua?

“Sean, lo enggak masuk?”

Seantero tersadar dari lamunannya. Ia lekas duduk di kursi sebelah Alven. Saat akan menutup pintu, Seantero sangat berhati-hati. Takut pintu tersebut lecet karena perbuatannya. Soalnya, Seantero takut nanti disuruh bertanggung jawab. Bisa-bisa biaya servis mobil Alven setara dengan motor beat kesayangannya.

Oalah, setelah duduk tenang sekitar satu menit. Seantero mengerti alasan mengapa cewek lebih suka cowok bermobil dari pada bermotor. Asli no tipu, di dalam mobil nyaman mana adem lagi.

Kenapa Seantero jadi katrok begini? Di rumahnya berjajar 3 mobil Pajero! Seantero jarang naik mobil, kecuali angkot atau bis. Bapaknya itu jarang mengantar Seantero ke sekolah. Kalau Prawira modal pamer, makanya memilih naik motor sport dibanding mobil.

“Voi, sorry, ya. Gue anterin Seantero dulu baru ke rumah lo buat ngajarin fisika.”

“Enggak apa-apa, kok. Santai aja, Kak Ven. Lagian gue yang ngerepotin. Atau besok bisa, enggak? Kaki gue masih nyeri.”

“Ah, I'm sorry, it's better if we cancel it today.”

Seantero menghela napas gusar. Ternyata begini rasanya menjadi Nun Mati di Idghom Bilagunnah. Terlihat tetapi tidak dianggap. Itu membuat Seantero semakin merasa Alven memang berbeda dengan dunianya yang serba kentang.

“Sean, lo—”

Seantero menoleh ke Alven. “Enggak usah ajak gue ngomong.”

Keadaan mendadak menjadi hening. Seantero bertindak impulsif. Di luar dari kebiasaannya. Padahal, Seantero tipikal orang ramah yang tidak mudah marah kepada orang yang tidak akrab dengannya. Benar, insting lelakinya yang cemburu membawa perubahan bagi Seantero.

TARGET BUCIN [LENGKAP]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora