[ SEANTERO : 04 ]

21K 3.7K 1K
                                    

SPAM TERO HERE👉

~ HAPPY READING ~

CHAPTER 04 - GAJELAS!


Seantero menidurkan kepalanya di meja, teringat tadi sehabis perkenalan diri ia langsung melarikan diri karena salah ucap. Salah tingkah terlalu terpukau atas kecantikan Voila. Ia memanyunkan bibir, meratapi masa depannya.

“Gue boleh nangis nggak, Lan?” tanyanya dengan suara mencicit.

“Lagian lo, sih, kenalan nggak pakai rem.”

“Gue pake rem, cuma nge-bloong.”

“Nyu, lo lihat temen lo, nggak ada harga dirinya,” kata A menunjuk Seantero.

“Kalau dia nggak mau ketemu gue lagi gimana? Ntar gue nggak jadi pacaran terus nggak jadi nikah dan punya lima anak gimana? Terus kalau Abang Wira udah punya anak, anaknya tanya pasangan gue mana gue jawab apa? Terus gue jadi Om yang perjaka ting-ting? Terus gue dateng ke pernikahan lo semua sama siapa? Terus yang masakin gue siapa? Terus nanti pas gue tua yang rawat gue siapa? Terus pas gue meninggal yang kubur gue siapa? Terus yang naroh bunga di kubur gue?”

“Astagfirullah, Ro. Pikiran lo jauh bener, terus-terusnya ngapa nyampe sono, Monyet,” komentar Alan.

“Idup gue miris bat, Lan.”

“Lo baru gagal sekali, Ngepet,” kesal Alan.

“Bener juga, ya, kakek-kakek ayam kfc aja gagalnya seribu kali. Gue nyerah kalau udah gagal satu juta tahun, ah!”

“Ro, lo jatuh cinta apa lagi jatuh waras?”

“Lan, A, Nyu! Pokoknya kita harus kompak dalam misi mengagalkan masa depan suram perjaka ting-ting Seantero Putra Langit!”

Seantero menggebu-gebu, tidak berhenti sampai di sana. Cowok itu naik ke atas meja seraya mengepalkan tangan dan memukul udara. Senyum di bibirnya mengembang, pertanda galaunya yang tadi sudah sirna tanpa membekas. Apa Seantero pengidap bipolar disosder?

“Gelo pisan,” kata Alan.

Seantero turun dari meja, ia mengintip ke arah lapangan basket. Matanya tertuju pada Alven Adhipermana. Si kapten tim basket yang melebihi ambang batas kata sempurna. Wajah tampan, pesonanya kuat, tinggi badannya 181 senti meter, hidung mancung, bibir tipis, sorot mata tajam, ekspresi dingin, juara 1 Olimpiade BIOLOGI sekabupaten, sama satu paling penting— dia anak orang kaya.

“Dia kayak pemeran utama cowok di film-film, ya, Lan,” kata A.

“Masih kalah jauh,” ujar Alan sembari melirik Seantero.

“Gue denger dari Voila dia mau daftar eskul basket, biasanya eskul basket cewek yang ajarin cowok. Makanya anak cewek pada mau ikutan, tapi si Voila itu mantan kapten tim basket waktu SMP. Bener nggak, Nyu?”

Seantero turut menatap Banyu, penasaran apa jawaban dari pertanyaan A. Banyu mengangguk.

“Iya, tahun ini bakalan dibuka eskul basket khusus cewek,” jawab Banyu.

“Nyu, eskul basket cowok dibuka juga?” potong Seantero secepat kilat.

“Pendaftarannya sampai hari sabtu, Ro,” timpal Banyu.

“Ro, jangan ngadi-ngadi, ya,” peringat Alan. Melihat reaksi Seantero, Alan sudah yakin apa yang ada di otak anak itu, “Ro, sadar, lo bakatnya bidang musik! Ro, lo bisa dapet surat rekomendasi kuliah jurusan seni tanpa seleksi kalau lo menangin kompetisi tahun ini, anjing!”

“Gue ikut seleksi, aja, Lan. Nggak adil banget masuk jalur rekomendasi. Kalau ada jalan susah kenapa harus mudah?”

“Lo bener-bener mau pindah eskul ke basket?”

TARGET BUCIN [LENGKAP]Where stories live. Discover now