[ SEANTERO : 01 ]

59.8K 7.1K 2K
                                    

HAPPY READING❤❤

CHAPTER 01 - SI BUCIN
NORMAL POV

Suara bola basket yang dipantulkan ke lantai ubin terdengar di sepanjang koridor lantai 2 SMA Setia Husada. Pelakunya? Cowok yang sedang berjalan santai. Satu angkatan kelas 11 sudah sangat mengenal kebiasaannya. Pakai hoodie hitam dengan ukiran 'Mantap, dua garis merah'. Dari senin ke hari sabtu, tiada hari tanpa menggunakan hoodie tersebut.

Kata antek-anteknya, cowok itu mengoleksi hoodie dengan desain dan ukiran tulisan yang sama sebanyak 3 lusin alias 1 lemari.

Namanya, Seantero Putra Langit, siswa yang paling tidak berjasa mengharumkan nama sekolah. Hidungnya mancung, kulitnya putih, matanya sipit, tingginya 170 senti meter. Mengaku memegang kedudukan cowok paling tampan siswa Setia Husada.

“Nyu, nih,” ujarnya, mengembalikan bola basket yang dititip setiap hari.

“Makasih,” balas Banyu, meraih bola basket miliknya.

“Gue perasaan udah tebar pesona, kok nggak lihat doi, ya?” tanya Sean.

“Udah, anjir, Ro. Lo udah kayak penguntit, serem anak gadis orang lo liatin terus.”

“Lan, lo nggak tahu usaha gue gimana?”

“Nggak.”

“Neomo doggy.”

Alan memandang Seantero dengan pandangan mengejeknya. Holy shit! Hampir satu semester, genapnya 4 bulan, Seantero menyukai adik angkatannya. Memendam rasa tanpa pernah berani maju sama sekali. Waktu memang dengan cepat berlalu, tetapi sayangnya Seantero masih sepenakut itu.

“Nama doi taunya dari A, alamatnya hasil nguntit, sosmednya dari stalking anak kelas 10 IPA B. Jenis kelaminnya doang burung, nyalinya nggak pernah tegak.”

“ALAN! PLIS! Lo nggak tahu kalau liat dia doang gue gemeter?”

“Nggak.”

“Nggak terus nggak terus— Bu Santi masuk!”

Siswa kelas 11 IPA 5 yang tengah bergunjing mendadak bubar. Duduk ke tempat mereka masing-masing. Seantero melirik teman sebangkunya, Alano Rogeo, akrabnya dipanggil Alan. Kelebihan masuk peringkat 10 besar. Kekurangan, tingginya cuma 155 senti meter.

“Lan, menurut lo gue dapet nilai berapa?”

Alan menoleh menatap A yang duduk tepat di depannya. Iya, A. Namanya memang cuma satu huruf. Sampai-sampai A dikenal keseluruhan guru, siswa, dan staf sekolah atas keunikan namanya yang mudah diingat.

“Harusnya emak gue ngasih gue nama B, biar Voila juga kenal gue,” keluh Sean.

“Seantero, A, Alano, kalian nggak capek ngobrol? Mau ke ruangan Ibu buat mengobrol sama orang tua kalian?”

“Nggak, Bu!” seru Sean.

Sean menundukkan kepalanya. Alan berdecak, menginjak kaki Seantero. Kalau bukan karena Sean, mereka pasti tidak akan ditegur seperti tadi. Ibu Santi menggeleng, ia mengeluarkan lembar jawaban siswa dari dalam tas yang ia bawa.

“Ibu mau membagikan hasil ulangan harian kalian minggu lalu. Dani, ini bagiin ke temen-temen kamu,” kata Bu Santai, menyerahkan 30 lembar jawaban tersebut kepada ketua kelas.

Siswa terakhir yang menerima hasil ulangan mereka adalah Seantero yang duduk di bangku belakang. Baris pertama dekat jendela, Seantero mengintip angka nilai yang ia dapatkan. Seulas senyum puas terukir di bibirnya. Ia mengusap dada, senang atas hasil tersebut.

TARGET BUCIN [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang