Last

2.4K 135 6
                                    

Dean melangkah menuruni tangga cepat. Tepat setelah Oma dan Adara menyelesaikan makan malam mereka.

"Adara... Ayo ke kantor..." Adara tersentak menatap Dean. Ada yang tak beres.

"Malam-malam seperti ini?" Tanya Oma. Dean mengangguk. "Ada yang harus kuurus, Oma..."

Oma mengangguk. "Pergilah. Hati-hati." Ucap Oma. Adara mencium tangan Oma, disusul Dean.

Mereka melangkah keluar cepat. Adara masuk ke mobil cepat. "Tuan, ada masalah apa?" Tanya Adara.

"Aku akan mengantarmu pulang." Ucap Dean. Mobil melaju cepat. Menjauh dari rumah mewah Dean.

Dean mengendarai mobilnya dengan kencang. Seperti diadu di arena balap. "Tuan, berhenti..." Ucap Adara mulai ketakutan.

"Kita akan segera sampai..." "Apa yang anda lakukan? Anda bisa membunuh kita!?" Panik Adara.

"Adara, diam dan tenang!" "Anda yang tenang, jadi berhenti atau saya loncat!!" Teriak Adara.

Dean memilih menepi. "Apa yang kau inginkan!" "Ada apa denganmu!? Apa masalahmu!?" Panik Adara.

Dean terdiam, tangannya mematikan mesin. "Sejak kapan kau berani membentakku?" Tanya Dean.

Adara terdiam. "Kau ingin nilaimu buruk?" Tanya Dean geram.

"Saya peduli pada nyawamu!?" Ucap Adara keras. "Bicara, tuan. Jika ada masalah, tolong jangan membawa mobil!" Ucap Adara.

Dean terdiam, ia menoleh menatap Adara. "Bagaimana jika kita celaka di jalan?" Tanya Adara.

Keduanya terdiam saling menatap. "Kenapa kau peduli padaku?" Tanya Dean.

"Anda juga manusia, tuan." Ucap Adara cepat. Dean terdiam menatap Adara.

"Tolong... Jangan seperti ini..." Ucap Adara. Dean tetap diam disana. Mata lelaki itu mulai memanas.

"Tenang... Jangan menangis. Saya disini..." Ucap Adara mengusap wajah Dean. Tak ada yang mengertinya selama ini. Dean tetap berduka dan marah dalam satu waktu setiap mendengar jantungnya berdetak.

Adara terdiam ia menatap dada kiri Dean. Tangannya berpindah kesana.

"Masalahmu banyak. Membuatmu terlihat seperti monster. Tapi, saya bisa merasakan detak jantung malaikat disini." Ucap Adara menepuk dadak Dean pelan.

Tangannya melemah, ia melepaskannya. Dean menyahut tangan mungil itu cepat.

"Jangan..." Adara menatap Dean terkejut. "Jangan lepaskan itu... Sebentar..." Ucap Dean pelan.

Adara diam, begitu juga sebaliknya. Dean tetap diam menatap Adara.

"Maaf..." Ucap Dean. "Untuk apa?"  Tanya Adara.

Dean mendekatkan wajahnya. Adara membeku, "Maaf..." Ucap Dean pelan sebelum bibirnya benar-benar menyentuh bibir gadis itu.

Adara terdiam. Otaknya beku. Ia menolak. Tapi tubuhnya diam tak bisa bergerak. Dean mundur.

"Kenapa?" Tanya Adara.

"Aku harus jawab apa?" Tanya Dean. Adara mengumpulkan kembali nyawanya.

"Biar saya yang menyetir..." Ucap Adara. "Kau bisa menyetir?" Tanya Dean. Adara mengangguk.

Dean diam, tak ada lagi protes. Mereka bertukar posisi. Adara segera melajukan mobil itu kearah jalur.

Tak lama, mereka tiba. "Terimakasih, sampaikan salamku pada Oma..." Ucap Adara.

Adara keluar dari mobil dan cepat-cepat masuk ke dalam rumah. "Ciuman pertamaku!!!" Paniknya setiba di dalam.

---

Beauty And The BossWhere stories live. Discover now