Sick

2.1K 109 1
                                    

Adara berdiri didepan lobby apartement, menunggu beberapa barangnya diambilkan pelayan disana.

"Nona..." Ucap seseorang membawakan beberapa tumpuk dokumen disana.

"Ah, iya. Terimakasih, bantu saya bawa ke unit 12 di lantai 6, ya?" Ucap Adara.

Pelayan-pelayan itu mengangguk, melangkah mendahului Adara. Gadis itu tau betul tempat ini.

"Ini tempat yang dulu..." Ucapnya dalam hati mengikuti pelayan itu.

Mereka segera tiba di depan pintu unit yang dituju Adara. "Terimakasih..." Ucap Adara.

Ia segera menekan tombol pintu itu. "Aku harap, aku bisa langsung pulang." Ucapnya pelan.

Pintu terbuka, "Masuk, bawa ke dalam..." Ucap Dean.

Adara mengangguk, membawa beberapa file. Sisanya dibawa oleh tuan rumah. "Kenapa tidak minta saya antar ke rumah?" Tanya Adara.

Dean menggeleng. "Aku sedang tak ingin di rumah." Ucap Dean.

Sudah ia duga, "Semua file ini tidak semua ditandatangani, ada beberapa yang harus diperiksa sebelum ditandatangani." Ucap Adara.

Dean mengangguk. "Anda baik-baik saja?" Tanya Adara. Dean hanya diam mengangguk.

Adara baru menyadari, wajah Dean pucat. "Tuan, jika tidak bisa hari ini, besok saja tak masalah... Anda bisa istirahat..."

"Tidak, aku baik-baik saja." Ucap Dean. Adara mendekat menyentuh kening Dean.

"Apa yang kau lakukan?"

"Anda demam?" Tanya Adara.

"Aku baik-baik saja..."

"Ayo istirahat..." Ajak Adara. Dean menggeleng.

"Berhentilah khawatir. Kita selesaikan pekerjaan ini." Ucap Dean.

Adara menghentikan gerakannya. "Anda bodoh?" Tanya Adara gemas.

Dean menoleh. "Apa?"

"Demam adalah reaksi tubuh untuk menahan virus masuk. Jika anda tidak istirahat, anda akan benar-benar sakit dan bisa saja malaikat maut menjemput anda lebih cepat."

Dean terdiam. "Pekerjaanmu memang banyak, tapi bisakah kau istirahat sebentar saja..."

Dean masih diam. "Mari saya antar ke kamar. Saya siapkan kompres dan obatnya. Anda sudah makan?" Tanya Adara.

Dean menggeleng. Adara mengulurkan tangan, membantu Dean bangkit. Tapi kepala laki-laki itu sudah kepalang sakit dan membuat tubuhnya oleng.

"T-tuan!" Panik Adara menahan tubuh Dean cepat. Dean menatap Adara, gadis ini bahkan peduli padanya melebihi siapapun.

"Rangkul saya saja, tak apa. Biar saya bantu jalan ke kamar." Ucapan Adara hanya dibalas anggukan pelan Dean.

Dean segera berbaring setelah tiba di kamar. "Tunggu disini sebentar saja, ya? Sementara menunggu makanannya, saya kompres saja."

Dean berdeham, memejamkan matanya. "Oh iya... Maaf, lancang. Bisakah anda berganti baju yang lebih tipis? Agar suhu Anda cepat turun." Ucap Adara.

"Cari saja di lemari." Ucap Dean. Adara menoleh, ia berjalan kearah lemari dan memeriksa beberapa baju hingga ia menemukan yang pas. Ia juga mengambil selimut yang agak tipis disana.

"Ini tuan..." Dean segera bangun dan melepas bajunya, tanpa peduli keberadaan Adara disana. Gadis itu berbalik membelakangi Dean.

"Bajuku..." Ucapnya. Adara mundur memberikan baju itu. Masih pada posisi membelakangi Dean. Laki-laki itu menukar baju baru itu dengan yang sebelumnya.

Adara tak ambil pusing meletakkan baju yang agak mulai basah karena keringat Dean itu ke keranjang baju kotor.

Kemudian, ia berlari kearah dapur. Dean hanya tersenyum melihat gadis itu panik.

Adara menghangatkan air dan mengambil kain kompres di kotak obat. Adara segera kembali dan meletakkan kain basah itu di kening Dean.

"Badanmu nyeri?" Tanya Adara. Dean mengangguk. Adara menyelimuti kaki Dean dengan selimut yang sudah diambilnya tadi dan menaikan suhu AC di kamar itu.

"Jangan terlalu panas..." Ucap Dean pelan. Adara mengangguk. "Iya."

Dean selalu memarahinya setiap ia menaikkan suhu AC ruangan kantornya.

"Aku akan siapkan makanan secepatnya..." Ucap Adara dalam hati melangkah kembali ke dapur.

Ia mengikat rambutnya, mengambil celemek dan segera mulai memasak. Cukup lama, karena ia harus membuat bubur.

"Hahh... Semoga itu tadi tidak terlalu lama!?" Umpatnya pelan segera berjalan kearah kamar Dean sambil membawa nampan berisi makanan dan obat yang sudah disiapkannya.

"Tuan..." Panggilnya pelan. Dean tertidur. Adara menggoyangkan tubuh laki-laki itu sekali lagi.

"Tuan, bangunlah sebentar. Makan..." Ucapnya. Dean membuka mata perlahan. "Apa..."

"Makan... Lalu minum obatmu." Ucap Adara. Dean bangkit dan duduk bersandar ke kepala ranjang, sementara Adara meletakkan kain kompres itu ke baskom seperti semula.

Adara meraba kening Dean. "Sedikit lebih dingin dari tadi." Batinnya. "Makan lah..." Ucap Adara.

"Suapi aku..." Adara terhenyak. "Tanganku lemas sekali..."

Adara menghela nafas. Ia mulai mengambil sendok itu dan menyuapi Dean. "Berjanjilah, ini harus habis. Susah membuatnya..." Ucap Adara.

Dean diam melahap makanannya. Enak, tapi tidak seenak itu. "Lumayan." Komentar Dean.

Adara menghela nafas lagi. Ia harus memastikan tuannya makan banyak.

15 menit makan, mereka selesai. "Obatnya..." Ucap Adara. Dean mengambil obat itu dan segera meminum air.

"Kembalilah tidur. Aku di ruang tengah jika butuh sesuatu..." Ucap Adara kembali mengompres kepala Dean.

"Disini saja... Aku tak biasa di tinggal sendirian..." Adara diam. Tapi...

"Tolong..." Lanjut Dean memejamkan mata. Adara menghela nafas. "Iya. Anda bisa tidur sekarang. Saya disini." Ucap Adara..

Dean diam. Adara ikut terdiam. "Bagaimana bisa aku seperti ini?" Batin Adara.

-tbc-

Beauty And The BossWhere stories live. Discover now