Too Close

2K 99 0
                                    

Adara membersihkan beberapa peralatan makan, sementara Dean berbaring di sofa.

Memang gadis itu bisa apa, daripada ia dibentak.

"Tehnya, tuan..." Ucap Adara meletakkan cangkir teh di meja.

Dean hanya diam berdeham. Adara menatap tuannya. "Kenapa tidak istirahat di kamar saja?" Tanya Adara.

"Sejak kapan kau berani mengaturku, ha?" Tanya Dean.

Padahal beberapa hari lalu orang ini bersikap normal seperti manusia biasa pada Adara.

"Saya hanya anak magang yang dipaksa menginap untuk menjaga tuannya. Bagaimana bisa saya menjaga orang berkepala batu?" Tanya Adara.

Dean terdiam, ia bangkit dan berjalan kearah kamarnya. "Mau kemana tuan?" Tanya Adara.

Dean menutup pintu cepat. Adara tersenyum, ia mendongak kearah jam dinding.

"Jam 9..." Adara duduk diam di sofa. Magang macam apa ini. "Kenapa malah jadi begini..."

Adara terdiam menatap foto Dean yang terpajang di dinding. Ia sering memikirkan laki-laki itu setelah kejadian di mobil.

"Bodoh... Dia baru bercerai dengan istrinya, mana bisa aku mendekat? Umur kami jauh..."

Adara menghela nafas. Ia bersandar memejamkan mata. Tak sadar, ia tertidur dalam keadaan terduduk.

Dean jelas tak langsung tidur. Apalagi setelah ia tidur seharian. "Tubuhku sudah tidak meriang lagi."

Gadis itu pintar juga. Dean terdiam beberapa saat. Apa Adara juga tidur?

Ia bangkit, mengecek keadaan gadis itu. Pintu terbuka dan terlihat seorang Adara bersandar di sofa disana. Diam.

"Dia sedang apa?" Batin Dean. Posisi Adara membelakanginya. Ia tak bisa melihatnya.

"Adara..." Panggil nya pelan. Tak ada sahutan. "Adara?" Panggilnya sekali lagi. Tetap saja gadis itu tidak bergerak.

Dean berjalan mendekat. Dan... "Astaga..." Dean tertawa pelan.

Adara tertidur dalam posisi terduduk. Seperti orang tua. "Kenapa kau tertidur disini?" Tanya Dean berlutut didepan Adara.

Ia tersenyum menatap wajah Adara. "Sayang sekali, usiamu jauh dariku. Jika aku nekat mungkin aku akan diteriaki pedofil." Ucap Dean pelan.

Kepalanya sedikit pening. Dean bergerak ke kamar mengambil selimut. Ia menutup tubuh Adara dan membaringkan tubuhnya perlahan.

Dean terdiam menatap Adara yang lelap. Risa dulu juga menjaganya saat sakit. Tapi tak membantunya membaik.

"Ibuku juga sebaik dirimu." Ucap Dean pelan. Dean hanya diam, ia sadar mungkin sikapnya tak sebaik dulu semenjak kepergian Edward.

Jangankan baik, tersenyum saja tak pernah. "Aku terlalu kehilangan dia..." Ucapnya pelan menyentuh dada kirinya.

Jantung ini masih bersamanya. "Aku tak bisa lagi seperti dulu." Ia duduk di lantai dan menyandarkan kepalanya ke tubuh sofa.

"Edward, aku tak bisa melakukannya sendiri."

---

Adara menggeliat. "Ahh aku ketiduran..." Ucapnya pelan. Ia menatap sekeliling.

"Jam berapa ini?" Tanyanya.

"Sudah bangun?" Tanya Dean mendadak muncul. "T-tuan!?"

Adara langsung merapikan diri. "M-maaf... Tidak biasanya saya bangun siang seperti ini!?"

Dean tersenyum, ia melangkah mendekat. Adara menunduk, sementara ujung kaki lelaki itu sudah ada didepan ujung kakinya.

Gadis itu mendongak menatap wajah Dean. "Ini terlalu dekat!" Paniknya dalam hati.

Tangan Dean bergerak menyentuh kepala Adara. "Tidak masalah. Kau pasti lelah merawatku kemarin. Terimakasih..."

Adara terpaku diam. Mendiang ayahnya selalu mengusap kepalanya saat ia melakukan sesuatu yang baik.

"Tidak apa, hari ini anak magang kuliburkan. Jadi kau bisa sedikit lebih tenang." Ucap Dean melepas tangannya.

Adara mengangguk kaku, "Mau sarapan? Aku buatkan waffle." Ucap Dean.

Dean... Dia... "Ada apa tuan?" Tanya Adara.

Dean memiringkan kepalanya. "Apanya?" "Kenapa kau bersikap seperti ini? Apa yang terjadi?" Tanya Adara.

Dean menggeleng. "Aku baik-baik saja..." "Anda masih demam?" Tanya Adara.

Dean menggeleng. "Aku baik..."

Adara diam. "Memang kelihatan seburuk itu? Atau karena aku terlalu sering bersikap buruk padamu?"

Adara tercengang. "Bu-bukan karena itu, tuan... Hanya saja... Aneh..."

Dean tersenyum mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan mencoba lagi." Ucap Dean.

"M-maksudku bukan..." "Tidak apa-apa. Aku suka orang yang jujur." Ucap Dean.

Adara bungkam, "Ayo sarapan, aku lapar." Ucap Dean melangkah ke dapur.

Adara diam mengikutinya. Mereka duduk berdampingan di meja makan. Hanya diam dengan pikiran dan makanan masing-masing.

Adara sesekali melirik. Tapi ia urungkan niatnya, ia takut Dean tahu.

Sementara Dean masih disana sibuk mengunyah sarapannya. Ia menoleh kearah Adara. Memastikan makanannya sesuai selera.

"Enak?" Tanya Dean. Adara gelagapan, menoleh cepat, "Enak, tuan... Sangat enak. Saya tidak menyangka anda seahli ini membuat waffle." Ucap Adara.

Dean mengangguk. "Mungkin karena aku biasa membantu Oma." Ucap Dean. Adara mengangguk, tapi matanya tak sengaja melihat noda coklat di sudut bibir Dean.

Tangannya reflek menyentuhnya. Dean yang sedikit tersentak mendadak mematung menatap Adara yang juga ikut terpaku menatapnya.

"Maaf! Saya reflek!" Panik Adara menarik tangannya. Namun Dean menahannya cepat.

"Jangan lepaskan itu..."

-tbc-

Beauty And The BossWhere stories live. Discover now