EXP 2 - Deep talk

1.2K 19 0
                                    

Seminggu berlalu.

Tak banyak yang berubah, kecuali kebiasaan Adara yang harus bangun lebih awal untuk menyiapkan semuanya.

"Morning..." Ucap Dean menghampiri Adara.

Adara tersenyum. "Ayo makanlah..." Ucapnya.

Hari ini adalah akhir minggu, hari santai. "Ingin minum apa?" Tanya Adara.

"Teh saja." Ucap Dean menyendok nasi gorengnya.

"Kau ingin tambah sesuatu?" Tanya Adara dari pantry.

"Tidak." Ucap Dean melahap makanannya.

Secangkir teh hangat segera tiba dihadapannya.

Adara duduk tepat di samping Dean. "Enak?"

Dean mengangguk, "Apapun asalkan kau yang memasaknya, semua terasa enak."

"Aku tahu kau hanya lapar." Ucap Adara.

Dean menggeleng. "Aku serius..."

Adara terkekeh pelan. "Baiklah."

Ruangan hening. Hanya ada suara sendok dan piring.

"Dean..."

Dean menoleh menatap Adara. "Kau baik-baik saja?"

Dean terdiam sejenak, "kenapa bertanya seperti itu?" Tanya Dean. Adara menggeleng. "Hanya bertanya."

"Kau baik-baik saja?" Tanya Dean. Adara mengangguk. "Aku baik."

"Ingin sesuatu?" Tanya Dean. Adara menggeleng.

"Mau honeymoon?"

"Mulutmu kenapa suka sekali random." Balas Adara.

Dean tertawa pelan. "Memang kenapa jika honeymoon. Aku bisa sewa satu villa, kita bebas coba gaya apapun..."

"Mulutmu, Dean..." Umpat Adara.

Lagi-lagi Dean tertawa. "Iya, iya..."

"Kau ingin punya anak tidak?" Tanya Adara.

"Kenapa kau menanyakan itu?" Tanya Dean. Adara mengedikkan bahu.

"Aku hanya bertanya. Jika iya, kita bisa program." Ucap Adara.

"Santai saja. Aku juga masih ingin berdua. Jika kau hamil, aku harus libur lagi me..."

"Diam, Dean." Cegat Adara sebelum Dean benar-benar berkata yang tidak-tidak.

Dean tertawa pelan. Makannya selesai. "Tidak perlu khawatir, aku akan punya anak jika aku mau." Ucap Dean.

"Tapi kau selalu membuatnya setiap malam..."

"Itu karena kau tidak menolak."

"Kau mengomel jika aku menolak..."

Dean menahan tawanya kali ini. "Aku hanya takut tidak bisa jadi ibu yang baik." Ucap Adara.

Dean menatap Adara. "Bagaimana jika anakku punya masalah dan aku tidak tahu?" tanya Adara.

Dean mengangguk, "Kau bisa bertanya padanya..." Ucap Dean.

"Bagaimana jika dia tidak jujur?"

"Kita takkan mengajarinya berbohong, sayang."

"Tapi aku suka berbohong jika ada masalah."

"Itu kau, bukan anak kita." Ucap Dean menatap Adara.

"Tapi aku takut..."

"Kalau kau tak bisa mengajarinya, aku bisa mengajarinya." Ucap Dean.

"Semakin terlihat aku tak becus jadi ibu..." Ucap Adara menghela nafas.

"Bukankah kau sendiri yang menyerah atas dia?" Tanya Dean mengambil apel di meja.

Adara diam. Ada benarnya...

"Anakku akan jadi anak baik, cantik atau tampan, dan mirip ayahnya..."

"Aku takkan membiarkannya..." Ucap Adara.

Dean tersenyum, "Tapi memang lebih bagus jika dia mirip denganmu." Ucap Dean menggigit apelnya.

"Kau harus menuruti semua ngidamku."

"Kau minta seblak tengah malam sekalipun akan kuberikan." Ucap Dean.

"Aku tak suka seblak, Dean." Ucap Adara.

"Syukurlah..." Ucap Dean.

"Kenapa kau bilang begitu?!" Gerutu Adara.

"Karena aku tak bisa memasak seblak." Ucap Dean.

Adara terdiam. "Apapun yang kau inginkan, akan kuberikan. Apalagi yang minta anak kita."

"Jangan manjakan dia..."

"Bagaimana jika dia anak gadis?"

"Biar dia berusaha sendiri, Dean." Ucap Adara.

"Iya, sayang."

"Aku boleh minta satu anak saja, bukan?" Tanya Adara.

"Tapi benihku yang masuk ada ratusan..."

"Dean..."

Dean tertawa. Ia meraih tangan Adara. "Dengar... Belum ada anak diantara kita, kau punya banyak waktu belajar. Tapi jika dia segera hadir, aku yang akan menemanimu belajar. Lagipula aku belum pernah punya anak, kenapa kau panik sendiri?" Tanya Dean.

"Karena aku ibunya..."

"Aku ayahnya. Tanggung jawabku lebih besar." Ucap Dean.

Adara diam. Sejak menikah, ia tak berani keluar bersama temannya. Ia berfikir bagaimana suaminya di rumah jika ia tak ada.

Adara menghabiskan waktu bekerja, pulang, dan melakukan semua pekerjaannya sebagai istri.

Ia bosan. Tapi ia takkan kemana-mana kecuali Dean mengajaknya atau menawarinya pergi keluar.

"Kau istri yang aneh, Adara." Ucap Dean.

"Huh?"

"Kau jarang keluar dan selalu bersamaku selagi bisa. Aku bukan orang egois yang mengurungmu dirumah. Kau terlalu banyak khawatir soal masa depan. Padahal sudah ada aku yang menjamin bahwa kau dan keluarga kita akan baik-baik saja."

Adara diam.

"Jika ingin keluar, pergilah. Ijin. Dengan siapa, kemana... Pastikan handphonemu selalu aktif agar aku bisa mengabarimu jika aku sudah pulang atau aku terlambat pulang. Kau tak perlu setakut itu..." Ucap Dean.

"Soal anak, kita takkan memilikinya secepat itu. Jika kau belum siap, aku takkan memaksa karena anak pasti bergantung penuh pada ibunya. Tak perlu khawatir, dia akan baik-baik saja selama kita dibelakangnya."

"Kau membuatku takut..." Ucap Adara.

Dean tertawa. "Kau akan baik-baik saja bersamaku, aku bersumpah untuk itu." Ucap Dean.

Adara menarik nafas lega. Semua akan baik-baik saja. "Semua akan baik-baik saja kan?"

"Aku janji..." Ucap Dean.

-tbc-

Beauty And The BossWhere stories live. Discover now