Teror

1.1K 58 0
                                    

Pecahan gelas menyebar di sekitar lantai. "Astaga..." Adara segera bergerak, ia mengumpulkan pecahan gelasnya. Dean tak tinggal diam, ia segera membantu Adara.

Saat tangannya tepat dibawah wajah Adara, ia merasakan setetes air membasahi tangannya.

Ia mendongak, tidak mendung. "Ra..."

Adara diam, ia segera berbalik. "Sebentar, aku buang dulu ya..." Ucap Adara pelan.

Dean menghentikan laju Adara cepat. "Biar aku..." Ucap Dean.

Dean cepat mencegat Adara. "Kenapa menangis?" Tanya Dean.

Adara menunduk, tak ingin memperlihatkan wajahnya. "Ra..."

"Kenapa kau mencintainya?" Tanya Adara.

"Aku tidak..."

"Kau bilang iya..." Ucap Adara mendongak menatap Dean.

"Bukan, bukan itu maksudku... Aku belum selesai..."

"Kutanya, kau masih mencintainya atau tidak?" Tanya Adara.

Dean menghela nafas, "Biar kubuang dulu... Matikan kompornya. Tunggu disitu." Ucap Dean tenang.

Adara memberikan beberapa pecahan gelas itu pada Dean. Lelaki itu cepat membuangnya, sementara Adara disana duduk terdiam.

"Ra..."

"Sudah, jelaskan..." Ucap Adara.

Dean yang masih berdiri, tak sempat duduk karena gadis itu sudah mencercanya hanya bisa tersenyum, tubuhnya membungkuk dan tangannya mengusap puncak kepala Adara.

"Iya, tapi itu dulu sebelum aku jatuh cinta padamu." Ucap Dean.

Adara diam. "Kenapa kau menangis?" Tanya Dean.

Adara diam. "Tak perlu takut. Aku sudah bilang jika aku mencintaimu, bukan?" Tanya Dean.

Adara mengangguk. "Hari ini aku menginap ya..."

"Tidak boleh..." Ucap Adara.

"Kenapa?"

"Kau membuatku malu." Ucap Adara.

Dean tertawa, ia mengecup kening Adara cepat. "Aku tidak menerima penolakan."

Adara melongo terdiam disana.

Dean masih tersenyum menatapnya, meski pikirannya agak kacau sekarang.

"Jika Gio disini, pasti Risa juga..."

---

Pagi ini Adara terbangun, ia tertidur di sofa. "Huahhh..." Ucapnya menguap.

"Kau bangun siang sekali..." Ucap Dean mendadak muncul dengan keadaan sudah lengkap.

"Lhoh?"

"Apa? Ini sudah jam berapa? Aku tunggu di kantor satu jam lagi, langsung ke kantorku bawakan laporan yang kuminta." Ucap Dean.

"Kenapa sudah rapi?!" Tanya Adara panik.

Dean mendekat, "Makanya, bangun yang pagi." Ucap Dean menyentil dahi Adara pelan.

"Mau berangkat bersama?" Tanya Dean.

"Aku belum mandi." Ucap Adara.

"Cepat mandi..." Ucap Dean.

Adara masih saja menguap, tapi gadis itu jelas memilih segera masuk ke kamarnya dan mandi.

Dean diam meletakkan jasnya di sofa, ia berjalan kearah dapur.

Ia takkan melewatkan sarapan, terlebih jika ia tak sarapan, Adara pasti juga tidak akan sempat.

Ia membuka kulkas. "Sandwich bukankah sudah cukup?" Batinnya mengambil roti, sayuran, dan daging disana.

Beauty And The BossWhere stories live. Discover now