Night-mate

1.5K 75 3
                                    

"Tolong, jangan mendekat." Ucap Adara.

Dean diam. Ia tak melangkah. "Untuk apa kesini? Apa anda tak bosan melihat saya selalu dalam masalah?" Tanya Adara. 

"Aku tak bermaksud untuk itu, bukan aku yang..." "Saya tak ingin dengar apa-apa lagi... Ayo selesaikan semua." Ucap Adara. 

Adara berjalan mendekat. Ia berhenti tepat didepan Dean. "Saya minta maaf..." Ucap Adara. 

Dean diam, "seharusnya saya tak menyalahkan anda tentang Edward." Ucap Adara. 

"Saya tahu, tuan juga tak menginginkan semua ini..." ucap Adara. Dean diam disana. "Maafkan saya..." Ucap Adara pelan menunduk. "Adara..."

"Tapi, tolong... Saya tak ingin lagi berurusan dengan ayahmu. Itu membuat saya benar-benar gila..." Ucap Adara. "... Saya hanya ingin semua selesai dengan sebaik-baiknya." 

Dean menghela nafas. "Apa setelah ini aku tidak boleh menemuimu?" Tanya Dean. 

Adara menggeleng. "Kenapa? Apa aku membuatmu mengingat Edward? Bisakah aku dapat kesempatan sedikitpun sebagai Dean?" Tanya Dean. 

"Anda tetaplah Dean..." "Orang-orang memperlakukanku seolah aku adalah Edward." Ucap Dean. "Bisakah kau melakukan itu padaku juga?"

Adara bingung. "Kenapa anda bertanya seperti itu?" "Jika kau menyukai Edward, biarkan aku jadi Edward." Ucap Dean. Adara makin diam. 

"Aku akan melakukan semuanya asal kau tetap bersamaku." Ucap Dean. 

"Jangan lakukan itu." Ucap Adara. 

"Jangan minta aku pergi..." Ucap Dean mendekat cepat. Adara mematung diam, barang yang ia bawa sudah jatuh ke tanah. 

Dean mendekapnya erat-erat. "Aku tak ingin sendiri lagi..." Ucap Dean. 

Apa ini yang dikatakan Edward saat itu, "Aku harus pulang, adikku sedang sakit. Aku tak ingin dia sendirian di rumah..."

Adara diam, tangannya kaku. "Aku takkan pergi dan aku takkan membiarkanmu pergi dariku." ucap Dean. 

Adara tetap diam. Dean melepaskan dekapannya. "Aku takkan membiarkanmu pergi kemanapun. Kau dengar itu?" ucap Dean.

"Omong kosong." ucap Adara. 

"Akan kubuktikan..." ucap Dean.

Lelaki itu menghela nafas. Ia membungkuk, menyahut barang-barang milik Adara yang sudah berserakan di tanah. "Ayo masuk..." 

"Itu rumahku, kenapa kau yang..." 

"Ayo..." ajak Dean melangkah kearah gerbang dan masuk. Adara diam, ia melangkah mengikuti Dean. 

Sosok lain keluar persembunyiannya. "Kau menyukainya atau apa?" Sosok itu berbalik menjauh.

Adara membuka pintu membiarkan Dean masuk. Dean meletakkan barang Adara di ruang tamu. "Anda ingin sesuatu?" tanya Adara. 

Dean duduk di sofa. "Aku butuh bantal." ucap Dean. 

Adara mengangguk. Ia melangkah pergi. Ia kembali membawa satu bantal.

"Untuk apa bantal itu?" tanya Dean. 

"Anda minta bantal, bukan?" tanya Adara.

Dean tersenyum, "Kemari..." 

Dengan polosnya, Adara mendekat. Dean menariknya cepat hingga ia terduduk begitu saja di sofa. 

Dean meletakkan kepalanya ke paha Adara. "Sudah..." 

"T-tapi ini bantal..." ucap Adara. 

"Aku belum selesai. Aku hanya butuh yang bantal ini." ucap Dean menepuk paha Adara.

Wajah Adara memerah. "Bisa aku minta sesuatu lagi?" tanya Dean. 

"Apa?"

"Usap kepalaku." 

"Apa anda berniat menginap?" tanya Adara. 

"Iya." ucap Dean.

Adara mendadak bangkit. "Tidak!!!" 

Dean menghela nafas. "Jangan macam-macam!?" teriak Adara.

"Memang aku melakukan apa?" tanya Dean. Adara terdiam. 

"Aku tidak mau jadi bantal." ucap Adara pelan.

"Kau kira kita akan berakhir di ranjang seperti di film?" 

"Bagaimana bisa kau mengatakan hal kotor seperti itu padaku!?" umpat Adara.

"Dasar..." 

"Masuklah ke kamar tamu!?" ucap Adara pelan. 

Dean bangkit. "Iya..." ucap Dean melangkah kearah kamar yang ditunjuk Adara. 

Pintu tertutup begitu saja, "Jantungku..." umpat Adara.

*** 

Pagi ini, Adara pergi ke kampus seperti biasa. Namun yang berbeda hanya... 

"Tuan, haruskah kau mengantarku seperti ini?"

Dean menoleh, "Memang kenapa?" Tanya Dean. "Aku malu..." 

"Tak perlu malu, sana..." Ucap Dean. Adara menatap keluar jendela, beberapa mahasiswa sudah menatap kearah mobil yang dikendarai Dean pagi ini. 

"Ini pertama dan terakhir kau mengantarku seperti ini. Terimakasih." Ucap Adara melangkah cepat keluar mobil. Gadis itu menutupi wajahnya sebisa mungkin.

Dean diam mengedikkan bahunya saat melihat tingkah Adara, ia lalu berjalan menjauh. 

"Siapa yang diantar oleh mobil semewah itu?"

"Ku dengar di kota ini hanya ada satu yang memiliki mobil seperti itu..."

"Wahh, anak orang kaya?"

Adara ingin mengumpat, menyesal sekali. Kenapa dia sudi diantar begitu saja oleh laki-laki itu? Ia berbelok cepat ke lorong yang sepi dan duduk di salah satu kursi panjang disana.

"Huh... Sialan memang. Padahal aku bisa berangkat sendiri meskipun menggunakan angkot tanpa harus malu seperti ini." umpatnya pelan.

"Masih pagi, kau sudah mengumpat sebanyak itu?" suara itu muncul dari seseorang yang berada di ujung lorong.

"Hai, ra..." Kenan menepuk pundak Adara pelan. 

"Kenan! Kau membuatku kaget saja!" ucap Adara keras sambil mengusap dadanya pelan.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Kenan. 

Adara mengangguk. "Ya, beginilah..." 

"Siapa yang mengantarmu tadi?" Tanya Kenan. Adara diam. 

"Ra..." "Bukan siapa-siapa, itu..." 

"Tuanmu, ya? Dia menginap semalam?" Tanya Kenan. 

Adara menoleh cepat. "Bagaimana kau bisa tahu?" 

"Aku mengikutimu pulang, aku khawatir. Tapi kulihat kalian sudah baikan." ucap Kenan. 

Adara menghela nafas. "Bukan baikan. Kami tak pernah bertengkar." ucap Adara.

"Bohong. Kau menyukainya? Bukankah dia punya istri?" tanya Kenan.

"Iya." "Kenapa kau mendekatinya?" tanya Kenan.

"Aku tidak mendekat... Bukan aku..." ucap Adara pelan.

Kenan terdiam menatap Adara yang lesu. "Aku tak ingin membahasnya, lebih baik kita ke kelas." ucap Adara pelan. Gadis itu bangkit dan menjauh dari sana.

Kenan terdiam melihat Adara yang melangkah menjauh begitu saja. "Kenapa harus orang seperti itu?"

-tbc-


Hai! New update!

Sorry banget karena miminnya lagi sibuk dan padat jadwal kuliah. Mohon maklum dan teror aja miminnya kalo lama update!

Stay healthy all! Have a nice day!

Beauty And The Bossحيث تعيش القصص. اكتشف الآن