Secretary

1.5K 90 0
                                    

Pagi itu, Adara berjalan santai dengan brown sugar coffee di tangannya yang ia beli tadi.

Ini masih terlalu pagi untuk berangkat, tapi Adara menikmatinya.

Adara membuka pintu ruangan dan betapa terkejutnya ia melihat Dean tertidur di sofa. Ia segera meletakkan cup itu di meja.

"Tuan..." Ucapnya membangunkan Dean.

Dean hanya bergerak, melenguh pelan.

"Bagaimana bisa anda tidur disini?" tanya Adara. Ia membuka tirai yang menutupi jendela. Cahaya tipis masuk ke ruangan.

"Ayolah... Tuan... Bangun..." Ucap Adara. Dean menggeliat. Seseorang mengganggu tidurnya.

"Tuan..." Ucap Adara sekali lagi.

Dean membuka mata, tiba-tiba ia tersenyum. "Morning..."

"Apa yang anda lakukan disini?" Tanya Adara.

"Aku menginap." Ucap Dean merenggangkan ototnya.

"Kenapa tidak ke apartement saja... Kenapa dikantor?" Tanya Adara.

Mata sekretaris muda itu tak sengaja melihat botol minuman di dekat sofa. "Kau minum lagi!?"

"Aku tidak mabuk... Aku sudah berhenti jam 4 tadi..." Ucap Dean.

Adara salah masuk. "Dasar laki-laki bodoh!?" Umpatnya pelan.

Ia merogoh tasnya mencari ponselnya. "Kak Jo harus tau soal ini..." Ucap Adara pelan menempelkan layar ponselnya ke telinga.

Tapi, Dean tiba-tiba menahan tangannya, "Heiimmmpphhh!!!!"

Adara panik saat Dean membungkamnya dengan ciuman. Otak gadis itu seketika membeku.

Kecupan itu beralih jadi sebuah lumatan kecil yang membuat Adara sedikit berontak. Namun tenaga Dean lebih besar darinya.

"Apa ini? Kenapa aku tak bisa melepaskan diri!?" Panik Adara.

Dean melepas ciuman itu dari bibir Adara. Gadis itu masih setengah shock, membatu.

Laki-laki itu bergerak menatap bibir Adara yang nampak berkilap karena saliva mereka saat berciuman tadi.

"Aku ingin kau mencintaiku..." Ucap Dean pelan.

Adara masih tak mengerti apa yang terjadi. Tapi, belum sampai ia mengerti, Dean kembali menciumnya. Kali ini lebih ganas dari yang tadi.

"Mmhhh... Tuanhh... Lepaskann..." Berontak Adara. Ia beralih mengecup leher Adara.

"Jangannhh..."

Adara harus melawan. Ia tak boleh begini! Namun, kesadarannya makin hilang saat Dean meninggalkan bekas kemerahan di leher bawahnya.

Dean melepas Adara begitu saja. "Kau akan jadi milikku, bukan?" Tanya Dean.

Adara terdiam, ia sudah tak sanggup bicara lagi. "Kau tak perlu menangis, aku akan melindungimu."

Entah bagaimana, Jonathan tiba-tiba masuk dan melihat Adara mulai panik dan menangis disana.

"Adara?"

Gadis itu menoleh, matanya sudah sembab. "Kak Jo, tolong... Hiks..."

Jonathan mendekat dan menarik Adara cepat. "Dean!? Kendalikan dirimu!?" Umpat Jonathan. Dean hanya tersenyum.

"Aku mencintainya... Aku akan mendapatkannya, bukan?" Tanya Dean. Laki-laki itu tiba-tiba pingsan.

"Adara, kau tak apa?" Bodoh, bagaimana bisa ia bertanya soal itu!

"Hiks... A-aku mau p-pulang... tolong..." Jonathan memeluk Adara erat.

"Tenang... Biar kuminta sopir mengantarmu... Pulang ya?" Tanya Jonathan.

Adara hanya mengangguk pelan.

---

Dean membuka matanya. Ia tidak lagi di kantor.

"Aaaghh... Kepalaku..." Ia bangkit memegang kepalanya yang terasa sangat sakit.

"Sudah bangun?" Tanya Jonathan mendekat. Dean mengangguk.

Plakkk!!

"Apa yang kau lakukan!?"

"Bodoh! Sudah kubilang jangan minum di kantor!? Kau keterlaluan!!"

Dean melongo mengusap pipinya pelan. "Sebenarnya ada apa?"

"Kau hampir melecehkan sekretarismu, bodoh!?" Omel Jonathan.

Dean melebarkan matanya. "Adara?"

"Kau benar-benar sudah tidak bisa di bilang waras... Adara mungkin sedang menangis ketakutan dirumah."

"M-memang aku kenapa?" Tanya Dean. Jonathan menepuk jidat.

"Aku lelah!? Besok hingga pelepasan anak magang, Adara sudah bukan sekretarismu lagi!? Kesalahan yang kau lakukan sudah fatal!?" Umpat Jonathan keluar dari sana.

Dean masih melongo tak paham. Memang apa yang sudah ia lakukan?

"Aku tak ingat!!!" Kesalnya.

Adara meringkuk, tubuhnya masih sedikit bergetar karena kejadian tadi pagi.

"Aaahh!! Lupakan!!" Teriaknya kesal. Tak lama ia kembali terisak, "Apa yang kulakukan tadi?" Tangisnya malah menjadi-jadi.

Tak lama, bel rumahnya berbunyi. "Siapa yang bertamu..." Ucapnya pelan mengusap wajahnya.

Ia berjalan ke pintu depan. Tak langsung membuka pintu, ia mengintip dari jendela.

"Kak Jo..." Adara beralih ke pintu membukanya cepat. Ia langsung memeluk Jonathan yang sengaja datang melihat keadaannya.

"Adara?"

"Kak Jo... Hiks... Tolong, jangan minta aku ke kantor lagi..."

"Tenanglah... Aku ingin mengatakan bahwa kau menyelesaikan magangmu lebih awal dari yang lain." Ucap Jonathan.

Adara mendongak, "Kenapa?"

"Kau yang minta tak ingin ke kantor, kan? Laporan mu sudah disiapkan juga... Tak perlu khawatir lagi..."

Adara kembali menangis. "Maaf..."

"Ti-tidak... Tak perlu minta maaf. Aku yang minta maaf. Hal seperti tadi harusnya tidak terjadi."

Adara mengangguk. "Aku membawakan mu makanan." Ucap Jonathan.

Adara hanya tersenyum, "Tak perlu menangis lagi, kau aman di rumah. Aku akan membantumu..."

"Kak... Tolong jangan biarkan orang lain tahu..." Jonathan mengangguk.

"Berhentilah menangis. Matamu bengkak..."

-tbc-

Beauty And The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang