2

2.8K 346 356
                                    

🌷 HAPPY READING 🌷

***

Remi mendengus kesal. Memperhatikan ketiga temannya yang sedang sibuk melakukan sesuatu.

"Njir, masih lama?" tanya Remi. Sudah satu jam mereka berada di tempat itu. Tubuhnya mulai kedinginan karena angin pagi.

"Udah apa belum?!" tanya Remi lagi yang terdengar marah.

"Tau sabar, nggak sih?" Noe menoleh pada Remi yang sudah duduk jongkok menggosok tangannya.

"Tau! Tapi lama banget sih? Keburu darah gue membeku di sini. Tuh, guru belum datang?!"

Zizi yang sedang menggunakan teropong untuk melihat setiap manusia yang masuk dalam sekolah menggeleng.

"Astaghfirullah ... bisa mati kedinginan gue," ujar Remi.

Noe melepas hoodie-nya, melemparnya tepat di wajah Remi ketika menoleh pada mereka.

"Anjiirr ... muka gue."

"Pake, tuh!" Noe kembali melihat ke gerbang sekolah yang jauh di depan sana. "Lo tau gurunya kayak gimana Zi?" tanya Noe pada Zizi.

Zizi menurunkan teropongnya, menoleh pada Noe dengan senyum lebar. "Enggak Noe."

Wajah Noe berubah datar. "Trus lo ngapain pake teropongnya pe'a!!" Noe merebut teropong dari tangan Zizi.

"Anjiirr ... bisa depresot gue," ucap Remi.

"Gue kan, cuman pengen ngerasain pake teropong." Zizi menunduk, sambil menautkan tangannya.

"Aah ... sial." Noe mengusap wajahnya kasar. "Lo bisa pake teropong gue kalau udah ketemu tuh, guru. Gue nggak bakal ngelarang, sampai biji mata lo copot juga, gue nggak bakal ngelarang lo!" Sekarang Noe mulai kesal.

"Pasti udah masuk tuh, guru," gerutu Noe.

"Maafin gue. Gue janji nggak bakal ngulang lagi, kalau gue ngulang lagi, gue bakal janji lagi." Zizi cengar-cengir tanpa dosa.

"Dasar, elien durjana!!" Noe menjitak dahi Zizi.

"Tenang Noe, tuh guru belum datang kok," ucap Dea yang sedari tadi bersandar di dinding menatap ponselnya.

"Lo tau dari mana?"

"Mobilnya belum kelihatan di parkiran sekolah." Dea menunjuk parkiran sekolah, yang berada tepat di bawah bangunan tempat mereka berada.

"Emang lo tau bentuk mobilnya?"

"Taulah. Rodanya ada empat, punya ruang, punya kursi, bisa dinaiki, warnanya macam-macam, ada pintunya, dibuat di pabrik, emm ... apalagi, ya?" Dea berpikir sambil menghitung jarinya.

"Lo mau gue lempar dari rooftop, hah?! Gue serius Dea Safitry ..." Noe gemas sekali ingin mendorong Dea sekarang.

Andai membunuh orang bukan dosa dan tidak akan di hukum. Pasti ... sudah lama bumi ini bersih oleh makhluk hidup bernama manusia. Apalagi yang seperti Dea.

Dea terkekeh. "Gue juga serius Noe. Tuh, guru belum datang. Lihat nih, lagi rame bahas dia." Dea memperlihatkan layar ponselnya.

"Pak Samuel lovers," gumam Noe membaca nama grup yang tertulis di layar ponsel Dea.

"Hehehe ... gue gabung di grupnya. Baru kemarin masuk, Pak Samuel udah terkenal seantero SMA Cakrawala."

"Kok gue merinding baca nama grupnya, ya," jujur Noe.

"Oh, bukan hanya satu grup loh. Masih ada lagi. Kalau nggak salah, sekitar sepuluh grup." Dea kembali memperlihatkan layar ponselnya.

"Istri-istri Pak Samuel, Masdep Pak Samuel, Pak Samuel in the area, Teacher English luv ..." Noe tak melanjutkan lagi. Rasanya dia ingin muntah membaca setiap nama grup aneh itu.

Just Kidding Sir (END)Where stories live. Discover now