38

917 85 0
                                    

🌷 HAPPY READING 🌷

JANGAN LUPA VOTE AND COMENT

***

"HAHAHAHAHA!!! HAHAHA!!"

Ketiga gadis cantik yang sedang menghadap sahabatnya, tertawa terbahak-bahak.

"Woi! Kalian kok malah ketawain gue, sih!" Noe menatap teman-temannya dengan kesal.

"Aduuh ... perut gue sakit banget, pagi-pagi udah ketawa," ujar Remi memegang perutnya.

"Jadi, semalam lo sama ortu lo langsung pulang?" tanya Zizi.

"Ya, gitulah. Papa kayaknya marah banget, dia langsung narik tangan gue sama Mama. Pas sampai rumah, Papa langsung nyuruh gue masuk kamar," jawab Noe mengingat kejadian semalam.

"Kayaknya perjodohan lo sama Pak Samuel terancam batal," ucap Dea sambil menahan tawa menatap wajah Noe.

Noe menarik napas panjang, "Akkhhh!!! Ini semua gara-gara nenek tua itu!! Dasar bau tanah!! Gue benci!! Kalau dia bukan nenek Pak Samuel! Udah gue kirim ke neraka!" Noe memukul-mukul meja dengan kuat. Menumpahkan semua rasa kesal dan marahnya.

Dea mengelus pundak Noe. "Sabar, lo belum jadi janda kok." Dea kembali tertawa.

"Contoh anak anjing!" Noe memukul kepala Dea.

Remi dan Zizi tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Emang neneknya masih muda? Kok ngomong dia lebih cantik dari lo?" Remi bertanya kepo.

"Masih muda dari mana?! Kulitnya aja udah keriput! Jelek! Rambut putih! Udah bungkuk! Sok cantik! Padahal bentar lagi bakal mati!" ucap Noe menggebu-gebu. "Andai kemarin gue nggak jaga image! Udah gue patah-patahin tulangnya trus gue- ump ..."

Noe menatap Dea dengan tajam. Gadis itu tiba-tiba saja membekap mulutnya, padahal dia belum menyelesaikan ucapannya.

Dea menatap ke pintu kelas, begitu juga dengan Remi dan Zizi. Wajah mereka bertiga tiba-tiba menegang. Dea memberi kode agar Noe melihat ke pintu kelas.

Noe menatap ke pintu kelas. Bola matanya terbuka lebar, namun selang beberapa detik dia membuang muka. Di pintu kelas, ada Samuel yang sedang menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. Entah sudah berapa lama dia berada di sana. Noe sama sekali tidak peduli jika Samuel mendengarkan semua hal yang dia ucapkan tadi.

Jika Samuel marah, Noe tidak peduli. Toh, yang seharusnya marah harusnya Noe. Dia yang terdzolimi semalam.

"Noe, kita perlu bicara," ucap Samuel yang masih di depan pintu kelas.

Noe tidak menjawab. Dia masih diam di tempatnya dengan posisi yang masih membuang muka.

"Noe ..." panggil Samuel.

"Woi, itu Pak Samuel panggil lo," bisik Zizi.

"Apa?! Ada yang manggil gue? Sorry, gue nggak dengar tuh, ada manusia yang manggil nama indah gue," ucap Noe dengan nada tinggi yang dibuat-buat. Bola mata coklatnya sesekali melirik Samuel.

"Noe ... ada hal yang pengen gue omongin sama kamu. Ini penting," ucap Samuel lagi.

Noe menutup kedua telinganya dengan kuat. "Maaf ... nggak dengar!!"

"Noe, kok lo gitu sih, sama Pak Samuel," ucap Remi. Dia merasa kasihan melihat mimik wajah Samuel yang berubah sendih.

"Nggak boleh gitu, dia tuh calon suami lo," bisik Zizi sambil tersenyum. Dia berniat mengejek Noe.

Just Kidding Sir (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora