2

3.5K 416 11
                                    

Tidak ada pembicaraan khusus sama sekali pagi itu. Hanya ada jamuan minum teh bersama Yang Mulia Raja Viktor dan Ratu Helena. Mereka berdua justru fokus pada lelaki yang sedang berada di depan mereka saat ini. Sekali lagi Viktor harus menahan dirinya lagi sedangkan Helena hanya menoleh ke bawah seakan tak ingin mendengar topik pembicaraan yang sama untuk kesekian kalinya.

"Bukankah Putri Margaret sedang dalam perjalanan kemari ?" 

"Aku berusaha menunggunya tetapi rasanya terlalu lama. Aku harus segera berangkat besok pagi, Yang Mulia. Aku yakin ibu akan mengurusnya disini."

"Aku ? Mengurus perempuan itu ? Untuk apa ?" Helena spontan menatap Kenneth dengan tajam. Lelaki itu hanya diam sambil meletakkan kembali cangkirnya.

"Aku rasa kita sepakat bahwa Putri Margaret akan tinggal disini selagi kita belum menemukan tugas apa yang cocok untuknya."

"Tugasnya adalah menjadi putri mahkota."

"Aku tidak pernah menyetujui hal tersebut, Yang Mulia." Sergah Kenneth cepat saat ayahnya ikut angkat bicara.

"Lalu sampai kapan ? Sampai kapan kau akan mencari pengantinmu ?"

"Aku tidak akan menikah bila itu tidak menguntungkan."

"Aku menyetujuinya datang sebagai tanda perdamaian karena aku tahu seperti apa Putri Margaret. Keluarga ibunya memiliki pengaruh yang sangat kuat di Bolova, ayahnya adalah mendiang raja Goddam terdahulu. Ia cerdas, ia cantik, lalu apa lagi yang kurang ? Aku sudah menunjukkanmu hampir semua gadis bangsawan dari keluarga terpandang di seluruh dunia tetapi kau masih tetap menolak ?" Helena bahkan harus menahan Viktor yang akan berdiri karena pria itu benar - benar sangat marah akan ucapan Kenneth barusan.

"Yang Mulia..." Kenneth lebih dulu bangkit dengan sempurna mendahului ayahnya.

"Pernikahan bukan pilihan yang baik untuk membuktikan kekuatan kita pada pemberontak. Pernikahan bukanlah sebuah jalan keluar." Ujarnya penuh arti. Sedetik kemudian ia menundukkan kepalanya sejenak sebelum pergi dari sana. Viktor melihat kepergian Kenneth dengan tatapan nanar. Ia hanya bisa berdo'a dalam hati, mengetahui bahwa kondisi kerajaan kian memanas setiap hari.

***

Margaret dan Elise benar - benar mencapai kota pertama dalam peta. Ia tak tahu nama kota tersebut karena hanya ada tanda merah di sana. Sedangkan untuk menuju tanda hitam, mereka harus melewati dua kota lagi. Tanda hitam di peta merupakan titik dimana Dakota berada, ibu kota Whitemouttier yang hanya dihuni oleh keluarga kerajaan dan petinggi kerajaan yang lain.

"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang ?" Elise tampak kebingungan.

"Elise dengarkan aku." Margaret tampak serius sekarang. Elise benar - benar mendengarkan perempuan tersebut karena nasibnya disini sangat bergantung pada Margaret.

"Dakota masih sangat jauh dari sini. Kita bisa menyewa kendaraan atau jasa lain untuk mengantarkan kita menuju Dakota. Tetapi kita tidak akan punya uang sama sekali. Apakah perbekalan kita masih cukup ?"

"Sepertinya... Cukup." Elise menghitung kembali perbekalannya. Mereka tidak langsung serta merta memasuki kota. Mereka menepi di tengah keramaian untuk mengawasi sekitar. 

"Jangan pergi kemana - mana, jangan hilang dari pandanganku. Tetap berada di belakangku." Elise memperingatinya sedangkan Margaret hanya mengangguk. Ini seperti pasar, Margaret mengira - ngiranya sendiri. Tentu Elise lebih pandai mengenai hal seperti ini. Ia berbicara pada seseorang disana untuk menanyakan sesuatu. Tiba - tiba saja Margaret menangkap gerombolan orang dengan baju yang sama persis dengan prajurit yang mengawal mereka kemarin. Perempuan itu berusaha tetap tenang sambil mengamati apa yang dilakukan pasukan berkuda tersebut.

COLD DAYS - Bride for The KingWhere stories live. Discover now