52

1.2K 144 0
                                    

Saat itu masih sangat pagi sekali ketika Rowena mendatangi Margaret yang baru saja bangun dari tidurnya. Elise masih menyisir rambut perempuan itu namun ia juga ikut terkejut melihat kedatangan Rowena dengan kondisi yang kurang baik. Mata wanita itu sembab, didukung dengan bekas air mata yang belum kering di pipinya. Padahal semua orang di istana tahu bahwa Rowena adalah pelayan paling ketus dan tegas.

"Ya Tuhan, ada apa Rowena ? Kemarilah." Margaret menyuruhnya duduk di sebelahnya. Rowena terus menunduk, seakan menyembunyikan dukanya pagi itu.

"Aku ingin meminta bantuanmu, Yang Mulia. Aku tidak tahu lagi harus bicara pada siapa." Ujarnya dengan suara yang parau.

"Tentu saja aku akan membantumu. Katakan apa masalahmu."

Rowena melirik ke arah Elise sekelebat, membuat Margaret paham bahwa ada hal sangat privat yang ingin dibicarakan Rowena. Dengan cepat Margaret memberi kode pada Elise untuk pergi. Wanita itu menangkap kode margaret dengan cepat sehingga ia menunduk kemudian pergi dari sana.

"Ada apa ? Ceritakan masalahmu padaku."

"Ini tentang putraku, Yang Mulia. Peter..." Rowena tiba - tiba menangis sesegukan disana.

"Peter ? Ada apa dengannya ?"

"Panglima Cedric ingin mengakuisisinya, Yang Mulia. Ia mengatakan bahwa ia akan mengurus surat keterangan lahir milik Peter dengan namanya sebagai orang tua tunggal. Selain itu, ia juga berniat membawa Peter ke Dakota. Panglima Cedric berencana membeli rumah di sekitar sini. Katanya Peter akan mendapat semua fasilitas, Yang Mulia Raja sendiri yang akan memberikannya. Tetapi itu tidak membenarkan usahanya untuk merebut Peter dariku. Ia sendiri yang menolak keberadaan anak itu sejak awal." Rowena menceritakannya dengan tersedu - sedu. Margaret menempelkan telunjuknya sendiri saat itu juga, memberi kode bahwa Yang Mulia Raja ada di dalam kamarnya.

"Aku tahu perasaanmu, Rowena. Ini pasti tidak akan mudah bagimu. Menurutku, Yang Mulia Raja menyarankan hal ini karena ia melihat status sosial Panglima Cedric yang sangat terpandang di Dakota. Secara ia adalah orang dekat Yang Mulia Raja sekaligus sahabatnya. Hidup Peter akan jauh lebih terjamin bila nama Panglima Cedric muncul sebagai ayahnya. Namun ini semua kembali lagi padamu. Karena Panglima Cedric tak mau menikahimu, maka secara hukum legalitas Peter adalah anakmu. Bila kau tak rela Panglima Cedric mengambilnya, itu sangat wajar sekali. Aku paham kemarahanmu. Tapi bayangkan apa yang bisa didapatkan Peter di Dakota, Rowena. Ini adalah impian semua orang. Nasib anakmu akan berubah bila ia dibawa ke ibu kota." 

Margaret menjelaskannya dengan sangat hati - hati. Ia tak ingin gegabah membela Rowena maupun Panglima Cedric. Ia berada di pihak yang netral karena semua hal pasti memiliki jalan tengahnya, Margaret yakin itu. Rowena tampak merenung sebentar. Ia berusaha mengerem air matanya namun justru mengalir semakin deras.

"Bagaimana bila Panglima Cedric menghasut Peter sehingga ia tak mengakuiku sebagai ibunya ? Bagaimana bila hal - hal buruk terjadi, Yang Mulia ? Aku sangat khawatir akan hal tersebut."

"Begini..." Margaret mengambil nafas dalam - dalam sebelum mengembuskannya perlahan.

"Aku akan bicara pada Yang Mulia Raja untuk membuat surat perjanjian tertulis atas namamu dan Panglima Cedric, bahwa ia tidak akan mengakuisisi Peter secara sepihak. Perjanjian ini bersifat rahasia, hanya kita berempat yang tahu mengenai hal ini. Aku yakin Panglima Cedric tak akan melanggar janjinya, apalagi Yang Mulia Raja sendiri yang menjadi perantaranya."

"Apakah cara ini akan bekerja, Yang Mulia ?" Tanyanya ragu.

"Tentu saja, aku sendiri yang akan memastikannya. Percayakan hal ini padaku." Margaret tersenyum yakin disana.

"Terima kasih, Yang Mulia. Aku tidak tahu harus mengadu pada siapa lagi selain dirimu." Rowena cepat - cepat menghapus air matanya saat ia mendengar gemerisik dari dalam kamar Margaret.

COLD DAYS - Bride for The KingWhere stories live. Discover now