49

1.2K 152 1
                                    

Kenneth sudah akan mematikan lilin - lilin kamarnya saat ia mendengar derap langkah memasuki kamarnya. Itu adalah Margaret. Perempuan berparas cantik itu datang dengan gaun tidurnya yang cukup panjang. Ia memegangi perutnya sendiri, membuat Kenneth tersenyum sesaat. Margaret sangat manis.

"Selamat malam, Yang Mulia." Ia tersenyum lebar disana.

"Selamat malam permaisuri, kemarilah."

Margaret menghampirinya dengan hati yang berbunga - bunga. Ia duduk di sebelah Kenneth. Lelaki itu tersenyum sembari memandangi Margaret dari samping.

"Aku meletakkan buah - buahan disini, berjaga bila kau lapar di malam hari."

"Kau membuatku malu, Yang Mulia. Namun benar, aku sering terbangun di tengah malam karena lapar." Ia menahan tawanya sendiri.

"Kau tidak perlu sungkan mengatakannya. Aku sudah tahu kebiasaanmu sehingga aku selalu menyediakan buah - buahan disini. Semoga kau betah disini."

"Tentu saja aku betah." Sahutnya cepat dengan tawa yang lepas. Kenneth lega saat Margaret kembali dekat dengannya.

"Aku ingin memberitahumu sesuatu. Tapi aku rasa kau harus membacanya sendiri karena ini berbentuk tulisan."

"Apa itu ?" Margaret mengernyit. Kenneth bangkit sembari mengambil sesuatu dari lacinya. Margaret mengawasinya lekat - lekat karena ia merasa mengenali buku yang dibawa Kenneth saat ini. Itu adalah buku yang pernah diberikan Cedric padanya.

"Dari Panglima Cedric ?" Tanyanya hati - hati saat Kenneth memberikan buku tersebut padanya.

"Itu hanya tipuan. Ini memang bukuku. Aku sudah menyuruhnya untuk melenyapkan buku ini namun Cedric masih menyimpannya. Tiba - tiba saja ia mengembalikannya lagi padaku sehingga aku memilih untuk menyimpannya."

"Untuk alasan apa ?"

"Menyadarkanku mungkin ?" Kenneth setengah tertawa disana. Margaret segera membuka buku tersebut dan membacanya dalam hati.

"Saat aku melihat seribu bunga bermekaran, saat itu pula aku mengingat kekasihku, Margaret."

"Apa ini sebuah puisi ?" Tanya Margaret cepat.

"Untukmu." Sahut Kenneth cepat, mendalam.

"Saat aku melihat seribu bunga bermekaran, saat itu pula aku mengingat kekasihku, Margaret." Ia membacakan satu kalimat pertama, membuat Kenneth tersenyum mendengarnya.

"Saat hempasan angin meniup jubahku, aku tahu bahwa angin yang sama telah meniup rambut indahnya." Perasaan Margaret jauh melayang saat ini. Ia bahkan harus menahan senyumnya sendiri.

"Ketika matahari menyinari wajahnya, aku tahu bahwa hanya dia yang ku inginkan untuk selamanya."

"Tidak ada orang lain, hanya kekasihku Margaret." Saat Margaret membacakan kalimat terakhir, Kenneth juga ikut mengucapkannya. Detik itu pula Margaret yakin bahwa sebenarnya Kenneth mengingat secara detail dari semua puisi yang pernah ia tulis.

"Kapan kau menulis puisi ini, Yang Mulia ?"

"Saat aku pulang dari perang."

"Aku ingat kau sempat berangkat perang ketika aku sudah sampai disini."

"Aku sudah sering bertemu denganmu, permaisuri. Kau yang tidak menyadarinya."

Lelaki itu duduk kembali di sebelah Margaret. Namun kali ini posisinya setengah bersandar sehingga Margaret bisa meletakkan kepalanya di bahu Kenneth yang kokoh. Itu masih menjadi tempat favorit Margaret sampai kapanpun.

COLD DAYS - Bride for The KingWhere stories live. Discover now