5

3.2K 340 7
                                    

Kenneth tidak bisa tidur sehingga Cedric memutuskan untuk mengajaknya minum teh. Lelaki itu sangat tenang malam ini, berbeda saat Cedric melihatnya di pagi hari. Kenneth biasanya selalu serius dengan wajah tegasnya setiap detik.

"Kau menemui kekasihmu lagi ?" Tanyanya sambil memijat keningnya sendiri. Cuacanya sangat dingin namun Kenneth justru menyukainya.

"Kau sangat hafal, Yang Mulia. Aku segera datang kemari begitu aku diberitahu bahwa kau masih terjaga di beranda depan." Cedric tersenyum pelan sambil menuangkan teh pada masing - masing cangkir.

"Seharusnya kau tidak perlu kemari. Kau jarang bertemu dengan kekasihmu, aku rasa kau pasti merindukannya."

"Dia sangat manis seperti biasanya. Aku bisa menemuinya lagi esok hari."

"Kau benar - benar mencintainya ? Mengapa kau tidak menikahinya ?" Kenneth bertanya dengan serius kali ini. Cedric meletakkan tekonya sambil menerawang jauh ke depan.

"Aku memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap kerajaan ini. Aku bisa menikah kapanpun tetapi akan lebih baik bila aku menikah setelah kau naik takhta, Yang Mulia."

"Aku minta maaf. Karena aku, kau belum bisa menikahinya."

"Pernikahan tidaklah penting, Yang Mulia. Kau tidak perlu menikah hanya untuk hidup bersama dengan seseorang yang kau cintai selamanya. Tetapi aturan tersebut tampaknya tidak bisa diterapkan padamu. Maksudku, seorang raja harus memiliki ratu." Cedric tertawa pelan disana.

"Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, siapa yang sebenarnya perempuan yang ku cintai ?" Ujarnya datar. Disaat yang tenang pun nada bicaranya tetap seperti itu, atau mungkin Kenneth memang selalu datar ?

"Aku rasa Putri Margaret sangat menjanjikan. Dia menanyakanmu seharian ini, dia ingin bertemu denganmu." Tiba - tiba Cederic teringat dengan Margaret. Kenneth menutup mulutnya rapat - rapat saat nama Margaret disebut, seakan - akan ia sangat sensitif dengan nama tersebut.

"Maaf Yang Mulia, aku tidak bermaksud mengatakannya." Cedric cepat - cepat membenahi ucapannya.

"Tidak, tak apa. Ia masih harus belajar dan melewati ujian panjang sebelum hari pernikahan." Cedric justru terkejut mendengar jawaban Kenneth. Ia kira lelaki itu akan marah kepadanya.

"Apakah kau benar - benar akan memilihnya, Yang Mulia ?" 

"Tidak ada lagi perempuan yang memenuhi syarat selain Putri Margaret. Aku sudah meminta ayahku untuk menghitung mundur tanggal perpindahan takhta sehingga aku bisa memprediksi kapan aku harus menikah. Aku bahkan belum sempat berpikir mengenai perang besok lusa, Jansen, dan masih banyak lagi. Itu sebabnya aku tidak bisa tidur dengan tenang." Lelaki itu mengembuskan nafasnya panjang, seakan menyiratkan kelelahannya bahkan sebelum ia naik takhta.

"Aku akan membantumu membuat surat tertulis untuk Jansen. Aku lupa belum memberitahumu satu hal. Semua prajurit kita yang terlibat dalam rencana pelenyapan Putri Margaret sudah berhasil ditangkap."

"Dimana mereka sekarang ?" Kenneth mendadak serius. Cedric bisa melihat kepulan amarah disana.

"Ada di penjara militer. Besok aku akan menggiringnya kemari."

"Aku sendiri yang akan menebas kepala mereka." Ujarnya penuh dengan kemarahan. Cedric tak bisa berkata apapun lagi tetapi otaknya sedang berusaha mencari topik pembicaraan lain agar sang pangeran tak tersulut emosi.

"Yang Mulia, apa yang akan kita tulis pada surat yang akan dikirimkan pada Raja Jansen ?" Tanya Cedric dengan pertanyaan cerdas yang berhasil membuat pikiran Kenneth teralihkan.

"Aku akan mengatakan bahwa bukti rencana pelenyapan Putri Margaret benar - benar sudah terpapar jelas. Aku tidak berhak menghukumnya tetapi sebagai gantinya, aku akan membatalkan tanda perdamaian dengan Goddam." Tandasnya mantap.

COLD DAYS - Bride for The KingWhere stories live. Discover now