Bagian 3

22.2K 426 7
                                    

Selesai ulangan Matematika yang dadakan itu, kelas dibubarkan karena ada rapat guru mendadak. Anak-anak bersorak sorai menyambut kabar gembira pulang lebih cepat.

Ferdian membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Komang yang duduk disebelahnya entah sejak kapan sudah menghilang.

Ferdian kemudian berjalan keluar kelasnya, teman-temannya sudah lebih dahulu meninggalkan kelas. Halaman sekolah tampak lengang, Ferdian tertawa geli, betapa sekolah langsung terasa sepi ketika ada pengumuman bahwa semua murid boleh pulang karena ada rapat guru.

Keluar dari gerbang sekolah, Ferdian kemudian berjalan menuju ke halte dekat sekolah tempat dia biasa menunggu kendaraan umum jika pulang sekolah. DI halte tampak beberapa temannya yang dia kenal juga sedang menunggu.

"Lama amatan lo, Fer. Ngapain aja? Nyapu dulu?," kata salah seorang temannya.

"Hahahaha." Ferdian tertawa membalas pertanyaan temannya.

Satu-satu temannya menaiki angkot yang berhenti didepan halte. Angkot jurusan ke rumah Ferdian adalah angkot yang paling jarang, kini tinggal Ferdian sendirian duduk, sambil sesekali melihat handphone-nya.

Dari kejauhan tampak seseorang dengan mengendarai motor mendekat ke arah halte.

Aldo.

'Aduh, mau ngapain lagi sih?,' pikir Ferdian cemas dalam hatinya. Berharap angkotnya segera datang. Doanya terkabul, angkot yang ditunggu datang, Ferdian bergegas menaiki angkot tersebut. Dilihatnya Aldo mengacungkan jari tengahnya saat melewati angkot tersebut, Ferdian yakin acungan itu buat dirinya.

Mendung menggantung, hujan tampaknya segera turun, begitu turun dari angkot, Ferdian dengan sedikit berlari menuju rumahnya. Jarak dari angkot turun ke rumahnya lumayan jauh karena letak rumah Ferdian ada di bagian paling belakang kompleks perumahan.

Begitu Ferdian sampai dan masuk ke dalam rumah, begitu pula hujan turun dengan derasnya.

'Pfuuuiihh .. Alhamdulihaaaahhh, ngga kehujanan.'

Rumahnya tampak sepi.

Ferdian tinggal sendirian di rumah itu, hanya ditemani pembantunya, Bi Isur dan tukang kebunnya, Pak Wimang. Ayah dan ibunya tinggal di Kalimantan mengurus tambang batu bara milik keluarga. Kakaknya yang perempuan tinggal di Amerika bersama suaminya yang ditugaskan disana. Ferdian hanya dua bersaudara.

Karena sudah terbiasa tinggal sendiri, Ferdian tidak begitu merasa kesepian walaupun terkadang ada masa-masa dimana dia begitu rindu kumpul bersama keluarga. Hal itu hanya bisa terjadi jika pas ayah dan ibunya ada urusan ke Jakarta atau pas pada saat hari raya Lebaran dan Ferdian ke Kalimantan menyusul ayah dan ibunya.

"Eh, Mas Dian sudah pulang?"

"Iya, Bi, ada rapat guru mendadak katanya jadi dipulangin."

"Waah, bibi belum sempat masak, Mas. Masih beresin belakang sama nyuci."

"Enggak apa-apa, ngga lapar juga. Ini sekalian kalo lagi nyuci, Bi. Tadi ketumpahan bakso di sekolah."

Bi Isur melihat seragam anak majikannya dalam keadaan kotor dan bau bakso. Dia tertawa.

"Bibi malah ketawa."

"Aduuh, maaf, mas, abisan ngebayangin Mas Dian keguyur bakso. Nanti taruh aja di depan kamar, nanti bibi ambil. Bibi mau nerusin dulu beberes."

Ferdian mengangguk.

Setelah bicara dengan Bi Isur, Ferdian kemudian masuk ke kamarnya, dibukanya baju seragamnya setelah itu ditaruhnya di depan kamar seperti yang diminta oleh Bi Isur, dia lalu masuk kembali ke kamarnya dan kemudian masuk ke kamar mandi didalam kamarnya tersebut.

KomangWhere stories live. Discover now