Bagian 18

7.5K 230 8
                                    

Setelah membantu Felix menutup toko, Komang dan Ferdian berpamitan pulang. Felix mengucapkan terima kasih sudah dibantu menutup toko dan sambil menjabat tangan Komang dengan jabatan komando, Felix mengatakan ia sangat menghargai kejujuran serta persahabatannya dengan Komang. Komang mengangguk, walaupun ia berandalan, hatinya mudah tersentuh, matanya memanas.

Felix kemudian memeluk Ferdian yang membalas pelukan Felix itu dengan sedikit canggung.

"Lo udah ngebuat sahabat gue bisa berpikir sehat. Jagain dia biar pikirannya waras terus yaa, Fer. Dan lo kalo perlu bantuan gue jangan ragu buat ngomong. Gue bakalan siap bantu."

Ferdian menganggukkan kepalanya. Dia tak tahu harus berkata apa. Mungkin ini jawaban dari doa-doanya setiap kali dia kena bully atau ejekan. Dia selalu berdoa bahwa suatu hari nanti dia akan punya orang-orang yang akan melindunginya.

Di lampu merah saat motor berhenti Ferdian mengatakan sesuatu pada Komang.

"Kamu udah bilang ibu belum? Kamu pasti ini nginep lagi di aku kan? Ayoo bilang ibu dulu."

"Et daaah, ntaran laah nanti gue telpon ibu."

"Kalo kamu ngga bilang sama ibu sekarang, aku turun dari motor. Biarin aja diliatin orang-orang juga."

"Heh! Seriusan lo? Jangan ngaco deh."

"Bilang nggak?!"

Lampu berganti hijau, Komang meng-gas motornya dan melesat. Ferdian berpegangan erat, dipeluknya Komang. Dibalik helmnya Komang tertawa. Tak lama kemudian mereka sampai didepan sebuah rumah kecil. Tampak halaman rumah sederhana itu tertata pot-pot tanaman dengan rapi, ada tempat jemuran baju. Ferdian turun dari motor. Komang kemudian mematikan mesin motornya dan kemudian membuka helmnya, tanpa mengatakan apa-apa dia membuka pintu pagar kayu rumah kecil tersebut, setelah sampai didepan pintu, dibukanya pintu rumah itu. Seorang perempuan tua berkacamata terlihat sedang melipat lipat baju dan menaruh di keranjang setrikaan.

"Assalamualaikum, Bu."

"Waalaikum salam."

Komang kemudian salim pada perempuan tersebut.

"Darimana, 'mang? Baru pulang jam segini. Udah makan belum kamu?"

Ferdian masih berdiri didepan pintu. Ibunya Komang melihat Ferdian yang berdiri didepan pintu kemudian berdiri.

"Lhoo ada tamu. Siapa ini? Teman kamu sekolah?"

Seperti ketika bertemu dengan ibunya Felix, Ferdian berjalan menghampiri ibunya Komang dan kemudian salim.

"Saya Ferdian, Bu, teman sekolah Komang. Teman satu kelas. Satu bangku."

Komang tertawa.

"Komplit amat daaaaah. Ini Dian, Bu, teman special Komang, spesial kayak martabak martabak yang ada tulisan spesialnya."

"Komang ah. Sini, nak, duduk sini, maaf yaa rumahnya kecil, berantakan. Ibu kaget lhoo, nak, biasanya temannya Komang pake jaket kulit, anting, berandalan terus ngga mau masuk duduknya didepan. Ini kok sopan, wangi."

Ferdian tertawa.

"Komang, ibu tadi ditelepon Bu Kundari, walikelasmu."

Wajah Komang mendadak berubah. Tegang. Mimik muka tegangnya tak dapat disembunyikan.

"Ada apa, Bu?"

Ferdian yang mendengar apa yang baru dikatakan oleh ibunya Komang pun mendadak merasakan perutnya mules. Apakah Komang berulah lagi tanpa sepengetahuan dia?

"Kata Bu Kundari tadi beliau bilang nilai nilai kamu ada apa yaa katanya tadi, peningkatan apa gimana gitu. Pokoknya Bu Kundari bilang mudah-mudahan nilai kamu bisa membaik terus sampai kenaikan kelas nanti."

KomangWhere stories live. Discover now