Bagian 13

8.8K 259 1
                                    

Senja mulai merambat, mentari sore perlahan mulai meninggalkan garis cakrawala. Komang dan Ferdian masih duduk ditempat yang sama.

"Kamu jadi ngomong ngga sih?"

"Hmm ... "

"Kok hmm?"

"Rambut lo wangi. Gue suka."

Kembali Ferdian tertawa, dia selalu tergelak jika Komang mengkomentari sesuatu. Komang menarik napas. Angin sore semakin merasuk, dingin mulai terasa, Ferdian yang hanya memakai kaos lengan panjang semakin merapatkan badannya pada Komang.

"Sebentar .. "

Komang mendorong perlahan badan Ferdian, dia kemudian membuka jaketnya dan kemudian menyelimutkan jaketnya itu pada Ferdian. Ferdian menoleh.

"Lhoo? Terus kamu gimana itu? Kamu nanti sakit? Enggak ah, ini kamu pake lagi jaket kamu."

Komang menggeleng, merapatkan kembali badannya ke badan Ferdian. Ternyata dibalik jaketnya itu Komang tak memakai apa apa lagi.

"Deket lo itu kalo ngga bikin anget yaa bikin panas. Mendidih gitu."

"Hahahaha. Astagaaaaa, kamu itu selalu ajaaaa nimpali omongan aku."

"Okay, gue mau ngomong yaa. Sekarang nih sekarang."

Ferdian mengangguk, dia menyenderkan kepalanya pada dada Komang dan Komang mulai berbicara.

Komang bercerita bahwa dia datang dari keluarga yang tidak bahagia. Ayahnya seorang pemabuk yang kalau pulang ke rumah pasti ribut dengan ibunya. Ibu Komang bekerja sebagai buruh cuci dan setrika. Komang berusaha untuk tidak perduli dengan keadaan keluarganya, sepanjang kehidupan ibu dan adiknya berjalan baik baik.

Sampai pada suatu hari ketika Komang pulang dan melihat tetangga tetangga berkumpul di depan rumahnya dan ketika dia menerobos masuk, dilihatnya ibunya sedang memeluk adiknya yang sudah tak lagi bernyawa. Adik kesayangannya.

Komang tidak mengatakan apa apa, yang dia lakukan hanya memeluk ibunya. Adiknya Komang meninggal karena sang ayah yang seharusnya menjaga malah asyik bermain dengan perempuan di kamar. Sang adik yang kemudian melihat pintu terbuka berjalan keluar rumah dan tepat saat di melangkah keluar dari pintu pagar rumah, sebuah motor dalam kecepatan tinggi menyerempet sempat menyeret adiknya Komang beberapa meter. Motor tersebut kabur. Sejak saat itu Komang tidak pernah bicara sama sekali dengan ayahnya. Terkadang ayahnya pulang dalam keadaan mabuk dan kemudian melampiaskan marah pada ibunya dengan kerap memukuli ibunya, Komang kemudian berdiri diantara bapak dan ibunya yang membuat bapaknya murka dan menghajar Komang. Bagi Komang itu lebih baik daripada ibunya yang dihajar acap kali.

Ferdian mendengarkan cerita Komang dengan seksama. Dia menengadahkan mukanya ingin melihat wajah Komang. Komang terus bercerita, pandangannya lurus ke depan.

Jelang kenaikan kelas tahun lalu, terjadilah keributan besar di rumah Komang yang mengakibatkan Komang tak bisa mengikuti kegiatan tes kenaikan kelas dan harus terus mengikuti ibunya kemana pun karena khawatir ayahnya akan menghajar ibunya ditengah jalan atau pas ditemui dimana saja.

"Gue pengen berubah. Gue capek hidup kayak gini terus. Lo tau gue ikut gank berandal, gank rusuh atau gank apa pun itu yang dinamain sama orang-orang, karena apa? Karena gue pengen mereka bisa nerima gue. Gue pengen mereka bisa berteman sama gue karena ngga ada yang mau temenan sama gue. Gue selalu didepan kalo tawuran, gue selalu maju bela teman-teman gank rusuh gue, supaya mereka nganggap gue. Tapi gue capek, sayangnya gue ... Gue capek."

Ferdian menarik napas. Dia belum berani berkomentar apa apa karena sesuai perjanjian, tunggu sampai Komang selesai bercerita. Dia mengelus-elus tangan Komang yang sedang memeluk dirinya.

KomangTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon