09. Why Not?

4.2K 638 27
                                    

Hari ini aku akan menjadi pacar pura-pura Alex untuk menghancurkan kencan buta yang diatur oleh mama pria itu. Oleh karena itu sebelum masuk ke restoran tempat Alex dan teman kencan butanya janjian, kami memutuskan untuk mengarang cerita dulu agar nanti cerita kami berdua singkron dan sejalan.

“Oke, Lex, ini buat jaga-jaga. Pokoknya nanti lo harus bilang kalo lo yang suka gue duluan. Karena Wina sangat perhatian, karena Wina masakannya enak, dan karena Wina sangat lemah lembut dan punya pesona yang luar biasa.”

"Tembok di Twogether menangis mendengar ini. Wina lemah-lembut dari Hong Kong! Yang ada marah-marah mulu kayak istri yang nggak dikasih uang belanja seminggu," dengkus pria itu.

Kali ini aku yang mendengkus. "Ya, wajarlah istri marah-marah kalo nggak dikasih uang belanja seminggu. Pikir aja, dia harus makan apa? Harus ngasih makan anak-anaknya pake apa? Apalagi kalo si suami nyuruh istrinya harus full di rumah dan nggak boleh kerja karena harus fokus ngurus rumah tangga. Realistis ajalah, kita semua butuh makan."

Alex mengacak rambutku gemas. "Iya, iya. Lagian cowok juga mikir kali Bu Istri. Kita juga sadar tanggung jawablah. Kalo lo dapet suami yang nggak ngasih lo uang belanja seminggu dan dia fine-fine aja, fix dia adalah lelaki idiot bin goblok yang nggak bertanggung jawab. Tapi lo tenang aja, gue pastikan gue adalah orang yang bertanggung jawab. Ini serius, mau meranin suami-istri segala, Win?" tanyanya menggoda.

“Why not?” godaku balik seraya memajukkan wajah dengan ekspresi menggoda. Lalu aku menyapukan jari-jari lentikku di leher belakang Alex bermaksud membenarkan kerah pria itu yang tidak tertekuk dengan rapi. Napas hangat kami bersahutan, begitu membakar sampai tulang.

Setelah kerah kemeja pria itu rapi aku segera keluar dari mobil. Aku harus segera menjauh, sebelum lepas kendali.

Tak lama kemudian Alex juga ikut turun dari mobil. Tanpa banyak bicara pria itu langsung melingkarkan lengannya di pinggangku dan aku pun melingkarkan lenganku di pinggang pria itu. Lalu kami memasuki restoran dengan berjalan beriringan. Kami siap berpura-pura menjadi pasangan paling bahagia sedunia, dan  suasana awkward yang tadi sempat tercipta, entah sudah menguap ke mana.

"Lo udah tau dia nunggu di meja mana, kan?”

"Udah. Tadi mama WA, katanya dia di meja nomor 5," jawab Alex celingukan karena tengah memindai setiap nomor yang ada di meja.

"Nomor 5 di sana," infoku seraya mengajak Alex berbelok ke arah kiri. Menghampiri seorang wanita berambut panjang yang duduk membelakangi kami. Seorang wanita yang merupakan teman kencan buta Alex hari ini.

"Hi, udah lam--Sania?" tanya Alex dengan mimik melongo tak percaya.

Wanita bernama Sania ini tersenyum malu-malu seraya menyampirkan rambut ke belakang telinga dengan gaya anggun yang alami. Bukan dengan gaya dibuat-buat atau sedang pura-pura agar mendapat kesan baik di mata Alex.

Sania tersenyum lembut. "Hi, Lex. Aku belum lama, kok, di sini. Baru dateng juga sekitar lima menit lalu," jawabnya.

Alex mendesah frustrasi lalu memandang Sania dengan tatapan tak enak. "Sori, San, aku nggak tau kalo kamu juga bakal jadi korban mama. Sumpah, ya, kali ini mama bener-bener udah keterlaluan. Ngapain pake bawa-bawa kamu segala coba? Aku bener-bener minta maaf," tutur pria itu seraya mengambil ponsel di saku celana lalu menelepon seseorang.

Sania terlihat membuka bibir ingin mengatakan sesuatu, tapi Alex lebih dulu keluar ruangan seraya mengomel. Pasti makhluk berhormon testosteron itu berdebat lagi dengan mamanya.

Setelah Alex keluar restoran aku memutuskan untuk duduk di depan Sania. Gadis itu tersenyum canggung padaku.

Aku mengulurkan tangan seraya tersenyum ramah. "Hi, kenalin gue Wina."

Sonia tampak terkejut saat mendengar namaku. Tetapi dengan cepat gadis itu mengubah ekspresinya dengan senyuman lembut nan ramah. "Gue Sania. Seneng akhirnya bisa punya kesempatan ketemu sama lo," jujurnya seraya membalas uluran tanganku.

"Lo tau gue?" tanyaku seraya mengerutkan glabela.

"Siapa yang nggak tau owner Queen Bakery sama Ayo Ngopi? Ardhito Sahala aja suka pamer gara-gara kenal lo," kekehnya. "By the way, thanks udah bikin library cafe kayak Queen Bakery. Itu tempat nongkrong paling nyaman di Jakarta versi gue," pujinya tulus.

"Thanks, karena milih nongkrong di Queen Bakery. Kapan-kapan kabarin gue kalo lo lagi di Queen Bakery. Gue traktir kopi."

Sania juga menganggukkan kepalanya. "Oke." Gadis itu terdiam cukup lama sebelum kembali berbicara. "Lo pacarnya Alex yang sekarang?"

Sebenarnya aku cukup terkejut dengan pertanyaan to the point Sania, tapi akhirnya aku mengangguk mengiakan. "Ya, kami jadian sekitar seminggu lalu. You know-lah kayak alur pasaran di novel romance best seller. Dua orang yang tinggal bersama, tadinya gelut mulu kayak Tom and Jerry, eh, tiba-tiba sadar kalo mereka ternyata saling jatuh cinta," jawabku lancar. Tanpa berpikir jika jawabanku ini bisa jadi bumerang di masa depan.

"Tante Risma emang bilang kalo Alex pasti bawa pacar pas kencan buta sore ini. Katanya gue cuma hanya perlu mengabaikan, tapi kayaknya sekarang gue nggak bisa abai, kan?" kekehnya yang terdengar sumbang.

"Berarti lo kenal deket sama Tante Risma?" kepoku lagi.

"Lumayan, gue udah jadi tetangganya sejak dalam kandungan," jawabnya mencoba bercanda.

Jawaban Sania membuatku sadar sesuatu. Jika gadis itu pasti punya perasaan khusus untuk Alex. Si blasteran Jerman yang memang tidak peka itu.

Aku ikut tertawa kecil. "Well, kayaknya Tante Risma bakal mandang gue dengan pandangan berbeda setelah ini. Gue menghancurkan ekspetasinya, kan?"

Sania mengedikkan bahu ke atas. "Nggak begitu hancur kayaknya. Soalnya Tante Risma suka cerita tentang lo setiap dia pulang dari Twogether. Tenang, ceritanya baik-baik semua, kok," jelas gadis itu.

Tetapi perkataan Sania justru membuatku tersenyum miris. Hah ... Kalau gue memang sebaik itu di mata Tante Risma, kenapa wanita paruh baya itu nggak pernah jadiin gue teman kencan buta Alex?

Aku tersenyum kecil kepada Sania sebelum menjawab, "Bagus kalo gitu, jadi gue nggak perlu overthinking dan kalang kabut nyari buku atau referensi soal gimana cara meluluhkan hati mertua," sahutku yang direspons Sania dengan tawa kecil dan anggukan setuju.

Lima belas menit kemudian Alex bergabung denganku dan Sania. Alex langsung meminta maaf pada Sania karena gadis itu harus terjebak di kencan buta super konyol yang diatur mamanya ini, dan Sania hanya menanggapinya dengan santai. Lalu acara kencan buta ini pun berubah menjadi makan malam bersama. Benar-benar di luar ekspetasi kami semua.

Hi, Mate! (Completed)Where stories live. Discover now