46. Heart And Soul (1)

2.3K 301 8
                                    

Aku menggigit bibir bawahku saat melihat kotak beludru biru pemberian Alex yang sama sekali belum aku buka. Setelah penolakanku kemarin sikap Alex memang sama sekali tidak berubah, seolah pria itu sudah tahu apa jawaban yang akan aku berikan sebelumnya. Hubungan kami juga berjalan baik-baik saja. Walau tak bisa dipungkiri kalo kotak beludru itu membuat jam tidurku sedikit mundur beberapa jam.

Alex sama sekali tidak memaksa, pria itu selalu pengertian. Ia tidak marah, ia menunggu aku siap.

Namun, yang aku takutkan adalah diriku sendiri. Aku takut jadi serakah, apa aku akhiri saja semuanya?

Aku menutup laci meja dengan kasar setelah mengambil kalung berbandul kupu-kupu pemberian Siska. Adikku itu benar-benar serius memastikan aku datang ke konser pianonya, karena ia sampai mengirim gaun dan berbagai aksesoris serta sebuah note dengan tulisan dokter—ceker ayam—yang sama sekali nggak bisa dibaca. Tapi aku tahu note itu berisi kalimat perintah dengan nada judes yang mengungkit kalo ia sudah datang ke opening Ayo Ngopi dan sekarang saatnya aku balas budi.

Kadang aku juga merasa lucu dengan hubungan kami berdua. Padahal kami hanya butuh support satu sama lain, tapi gengsi selalu mengalahkan segalanya. Bah, kayak lagi sama gebetan aja!

Setelah memasang kalung pemberian Siska aku kembali melihat penampilanku sendiri di cermin. Midi dress berwarna hitam melekat di tubuhku dengan sempurna. Dan liontin yang menghiasi leherku membuat penampilanku semakin tiada cela. Siska memang selalu tahu bagaimana membuat seseorang tampak anggun dan berkelas, selera fashion si medusa satu itu benar-benar patut diacungi jempol.

Setelah puas dengan penampilanku sendiri aku segera meninggalkan kamar. Dan senyumanku langsung mengembang begitu netraku bertubrukan dengan mata Alex yang menatapku dengan penuh puja. Membuat kedua pipiku sontak terasa terbakar karena tatapan Alex membuatku seolah menjadi perempuan paling cantik di dunia.

Tuhan ... Apa aku terlalu egois jika tidak mau semua ini berakhir?

“Hai, Baby, you look so damn beautiful today,” ujarnya seraya mengecup punggung tanganku.

Aku membenarkan dasi yang melingkar di leher Alex. “Oh, jadi biasanya aku nggak 'look so damn beautiful' gitu? Dan kenapa sih, Lex, kamu kalo pake dasi selalu menceng? Gregetan aku!”

“Oh, tentu aja kamu biasanya juga selalu cantik. Bahkan saat nggak pake apa-apa juga cantik. Dan kamu tahu kapan kamu keliatan lebih seksi daripada saat naked, Win? Saat kamu marah-marah sama aku karena dasi aku menceng,” tutur pria itu yang sontak membuat aku salah tingkah.

Aku mengalungkan kedua lenganku di leher Alex. “Yakin aku lebih seksi saat marah-marah daripada naked?” tanyaku seraya menggigit bibir bawahku.

Alex menyentil bibirku yang sontak membuatku langsung manyun. “No, nggak sekarang, Win. Siska ngasih aku note yang nggak tahu isinya apa, tapi aku yakin di sana ada tulisan; kalo lo nggak dateng tepat waktu I'll kill you!”

Sontak aku terbahak kencang. “Ya, tulisan dia emang lebih parah daripada tulisan ceker ayam anak SD. Dan aku setuju lebih baik kita berangkat sekarang, lalu lintas Jakarta malam Minggu itu super kampret.”

Lalu aku dan Alex meninggalkan apartemen dengan bergandengan tangan. Aku suka saat pria itu menggenggam tanganku erat, karena rasa hangatnya tidak hanya aku rasakan di permukaan kulit, tapi juga sampai tulang dan hati.

Bagaimana bisa aku mengakhiri ini semua? Tapi aku tidak boleh egois bukan?

Dan nyatanya kebimbangan ini bukan satu-satunya hal yang menguras energiku di malam Minggu ini. Sebab kejadian beberapa jam ke depan membuat malam Minggu ini menjadi malam yang amat sangat panjang.

***

Yuhuuuuuu ... Ada yang kangen nggak?
Besok Sa update lagi, ya!
Kangen kalian,
Xoxo.

By the way, di part-part akhir memang sengaja dibikin pendek, ya! Soalnya mau nyoba sistem begini, Sa kangen kaliannnnnnn!

Hi, Mate! (Completed)Where stories live. Discover now