59. Ma, Peluk Wina Bisa?

1.6K 246 5
                                    

Wina duduk dengan bibir manyun di taman tempat les piano seraya mewarnai buku gambar dengan asal-asalan. Gadis cilik itu bosan luar biasa karena harus menunggu sekitar lima belas menit sebelum masuk kelas. Di sampingnya duduk seorang bocah yang lebih tua darinya, Kak Ben. Sebenarnya ia lebih suka jika menunggu bersama Bryan—seengaknya si cengeng itu bisa diajak bermain mejikuhibiniu.

Sedangkan Kak Ben benar-benar seperti batu. Ia hanya diam dan fokus membaca buku yang tidak Wina mengerti. Mungkin karena Kak Ben sudah masuk SD, makanya ia harus banyak belajar.

Haish, Bryan si cengeng itu ke mana sih? Jangan bilang ia nggak les lagi karena mencret. Haduh Wina bosan!

Akhirnya Kak Ben masuk kelas karena les biolanya segera dimulai. Hingga kini Wina duduk sendirian di taman seraya menunggu Mbak Sari yang tengah mengantar Siska ke toilet karena adiknya itu hampir ngompol di celana.

Lima menit kemudian akhirnya Siska kembali ke taman, sehingga kini Wina bisa mewarnai gajah bersama adiknya itu seraya sesekali cekikikan dan saling coret tangan dengan krayon. Adik kecilnya yang berpipi merah itu selalu menjadi hiburannya, yang membuatnya semangat belajar piano walau ia benci alat musik satu itu.

Mata kucingnya melirik sebuah pintu yang kata Bryan adalah pintu ajaib yang akan membawanya ke sebuah rumah pohon di negeri dongeng. Awalnya Wina tidak percaya dengan omong kosong si cengeng ingusan itu, tapi kadang sesekali ia juga melihat Kak Ben keluar dari pintu itu dengan mengendap-endap karena memang tidak ada yang boleh ke sana.

Dan saat ini Wina sungguh penasaran setengah mati.

Wina adalah anak yang tak pernah melanggar apa pun. Lahir sebagai seorang Soebardjo membuatnya harus mengikuti banyak peraturan. Semua kegiatannya sudah terjadwal dari pagi sampai malam. Tidak boleh ada yang terlewat, semua harus sempurna dan sesuai urutan. Sesuai peraturan.

Wina sudah dididik seperti itu sejak kecil, makanya gadis itu juga tidak pernah memberontak atau mengeluh tentang apa pun. Semua harus sesuai urutan, semua harus sesuai aturan, dan semua harus sempurna.

Namun, hari ini gadis cilik itu jengah. Ia ingin bermain, seperti teman-teman.

Bolehkan ia bermain sehari saja?

Wina turun dari bangku taman, lalu menggandeng Siska ke pintu yang seharusnya tidak boleh dimasuki siapa pun. Gadis cilik itu mendorong pintu berwarna hijau yang sudah lumutan itu dibantu tangan mungil Siska, dan mata Wina langsung berbinar begitu melihat sebuah rumah pohon yang seperti dikatakan Bryan dan teman-teman.

Ini betulan seperti di negeri dongeng! Aneh miss Sarah malah melarang murid-murid ke sini, padahal mereka bisa bersenang-bersenang!

Hi, Mate! (Completed)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin