Bab 4

431 76 0
                                    

Putra Mahkota.
Sebetulnya sih dia,
Tidak berguna.

FREYA DIPERSILAHKAN UNTUK beristirahat di kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Setelah berjalan lima belas menit menyusuri koridor, ia akhirnya sampai di gedung sayap kiri kastil. Putra Mahkota sebenarnya hendak memberikan kamar di bangunan kastil utama, yang mana jelas lebih megah dibanding kamarnya saat ini. Tapi Freya terus mengeluh kalau ia capek dan kakinya mulai terasa sakit. Jadi dengan terpaksa, ia diberikan kamar tamu 'terdekat'.

Meski begitu, kamar Freya tampak begitu megah bukan main luasnya. Ditambah lagi, ornamen antik menempel dan memenuhi dinding tersebut, juga lampu kristal menggantung di langit-langitnya. Melihat hal itu, mata Freya berbinar.

  "Kau suka?" Tanya Putra Mahkota.

  "Yah, kurang lebih." Jawab Freya singkat. Sebetulnya sih ia suka sekali.

Putra Mahkota menyunggingkan senyum asimetris.
"Makan malam akan diantarkan kesini. Setelah itu, menghadaplah ke aula singgasana. Yang Mulia Raja sudah menunggu kedatanganmu." Tukas pemuda itu. "Dan satu lagi, mungkin kau salah paham, ayahku memang menginginkanmu, tapi aku tidak. Aku tidak akan pernah menerimamu sebagai keluarga kami. Saat aku menjadi Raja nanti, kau akan mendapat balasan atas segala tindak tandukmu." Tambahnya.

Mendengar perkataan itu, Freya berbalik dan menyilangkan tangannya, kesal.
"Sepertinya kau yang salah paham. Pertama, aku tidak berniat untuk menjadi Royal Family. Kedua, saat kau menjadi Raja nanti mungkin aku sudah pulang. Ketiga, kau menyebalkan. Enyah dari pandanganku sana!" Tegurnya. Freya tahu tindakannya ini tidak sopan, tapi ia sungguh tidak tahan dengan tutur Putra Mahkota. Maka ia pasrah dan membatin,
Yang terjadi, maka terjadilah.

Dilihatnya, pemuda itu melotot. Freya balas melakukan hal serupa. Setelah itu, Putra Mahkota pun melangkahkan kaki meninggalkan Freya bersama seorang pelayan wanita.

Setelah langkah pemuda itu cukup jauh dari tempat Freya berdiri, tak disangka pelayan disampingnya justru terkekeh.
"Kerja bagus, Miss." Pujinya.

"!" Terkejut sekaligus heran, Freya mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum.

"Mari, sepertinya Anda perlu mengganti pakaian. Terdapat banyak gaun disini, Anda bebas memilih yang mana saja." Tukas maid itu seraya menuntun Freya masuk ke dalam kamar. Freya pun menurut.

Setelah memasuki kamar, tentu Freya tidak langsung mengganti pakaiannya. Freya justru merogoh dan mengeluarkan isi ranselnya; ponsel, powerbank, headset, dompet, dan makanan ringan. Ia lalu membuka aplikasi note, siap mengetik.

"Siapa namamu?" Tanya Freya.

"Nama saya, Lizt." Jawab sang maid.

"Lizt, maukah kau menyebutkan siapa saja nama bangsawan pemilik tanah kekuasaan? Dimulai dari Duke, Marquis lalu Count. Beserta Viscount mereka masing-masing."

Lizt pun mulai menjelaskan satu-persatu. Ia menyebutkan semua nama pejabat tinggi bangsawan beserta daerah yang mereka kuasai. Dari informasi itu, Freya mengetahui bahwa ada beberapa dari mereka yang tidak ikut serta dalam memperebutkan dirinya. Mungkin lebih tepatnya tak acuh dengan keberadaanya. Freya curiga jangan-jangan mereka Atheist. Disamping hal itu, ada satu keluarga yang menarik perhatian Freya. Keluarga Duke yang berada diambang kehancuran akibat gagal dalam mengurus tanah kekuasaan miliknya. Bahkan, ada rumor tentang anak pewaris dari Duke itu melarikan diri karena malu. Barangkali Duke sudah tidak punya banyak tenaga dan waktu untuk memperebutkan eksistensi Freya.

"Aku mengerti. Terima kasih, Lizt. Ini mungkin tidak cukup, tapi barangkali kau suka cemilan dari dunia lain." Freya pun memberikan keripik kentang favoritenya.

Duchess Past Is An OtakuWo Geschichten leben. Entdecke jetzt