Bab 25

162 26 5
                                    

Saat festival,
Aku melihat api.
Oh, jangan lagi...

"TIDAKKAH INI BERBANDING terbalik dari isi ramalan?" Tanya Freya yang sedang menyantap daging tusuknya. Sedari tadi, ia dan Stevan sudah berkeliling. Bahkan mereka menyempatkan diri untuk membeli jajan di kios makanan.

"Terlihat seperti itu ya? Menurutku, festival ini justru diadakan untuk menghibur mereka." Jawab Stevan. "Kau tahu, alokasi dana dari acara ini semuanya ditanggung kerajaan. Mereka bahkan sengaja membagikan keping perunggu kepada rakyat, khusus untuk dipakai saat festival berlangsung." Lanjut pemuda itu.

  "Agar uang berputar. Aku mengerti." Angguk Freya, paham. "Dan itu diadakan di seluruh wilayah?"

  "Iya. Seluruh wilayah Roxannia." Jawab Stevan lagi.

  Freya tidak mengerti bagaimana cara Royal Family mengatur anggaran dana untuk festival ini, sementara pesta yang sudah disiapkan berbulan-bulan saja hancur berantakan di hari pertama. Sebetulnya, memikirkan hal tersebut bukanlah urusan Freya. Jadi ia pun memilih untuk tak acuh.
Selama rakyat senang, itu tidak masalah. Begitu batin Freya.

  "Lalu, benarkah soal kekeringan itu?" Lagi-lagi Freya mengajukan pertanyaan.

  "Benar. Lahan pertanian dan perkebunan rakyat tidak subur tanpa penyebab yang jelas. Maksudku, hama atau semacamnya. Tidak ada tanda-tanda seperti itu, kalau jawaban yang kau inginkan lebih merujuk ke ilmiah."

  "Hmm," Freya memasang wajah serius. "Lantas, bagaimana cara kalian bertahan hidup selama ini? Bagaimana cara kalian memproduksi pangan untuk kebutuhan sehari-hari?"

  "Impor."

Freya hampir tersedak. Memang sih, kalau sudah begini, jalan pintasnya hanyalah mengimpor bahan pangan. Dengan catatan, ekspor barang harus dapat mengimbanginya. Kalau tidak begitu, jelas sekali Roxannia berada dalam ancaman besar. Apalagi jika sampai kerajaan ini terlilit hutang. Mengerikan.

"Bisa-bisanya para petinggi negeri membiarkan hal ini!" Komentar Freya.

Stevan menghela nafas.
"Mau bagaimana lagi? Mereka mempercayai petaka ini sebagai kutukan Dewa. Tidak ada penyelesaian lain selain kau yang dipaksa untuk segera menuntuaskan misi Sòls."

"Pemikiran mereka sungguh primitif." Tukas gadis itu tanpa merasa bersalah.
Kalau begitu, agendaku selanjutnya adalah survey lapangan ke lahan tani dan perkebunan.
Renung Freya.

  Di tengah lamunannya, tiba-tiba terdengar teriakan warga. Satu dua dari mereka mulai panik. Dan tak lama, mereka berhamburan melarikan diri dari sesuatu.

  Freya dan Stevan terdorong.
"Ada apa?!" Seru Stevan pada salah seorang warga.

  "KEBAKARAN! KEBAKARAN! LARI!" Raung orang itu.

Alih-alih menyelamatkan diri, mereka justru melawan arus kerumunan. Freya dan Stevan bermaksud mendekati sumber api.

"Kalau lagi-lagi itu mereka, segera teleportasi!" Stevan memberikan kelereng berpendar pada Freya. Sayangnya, Freya menolak untuk menerima batu itu.

"Tidak mau! Aku akan ikut bersamamu!"

  Tidak ada waktu untuk berdebat, Stevan pun terpaksa meng-iya-kannya.

Sesampainya mereka di kobaran api, rupanya kebakaran itu berasal dari salah satu kios makanan. Meski begitu, keadaan tetaplah gawat. Api mulai merambat ke kios-kios lain.

Stevan menggigit bibir. Ia bisa saja memanggil hujan, sekarang. Tapi tindakan itu terlalu kentara dan riskan. Orang-orang tidak akan mempercayai hal itu sebagai mukjizat, melainkan malapetaka. Sebab, hujan akan memancing kecurigaan bahwa diantara mereka ada seorang penyihir yang berkeliaran di kota.

Duchess Past Is An OtakuKde žijí příběhy. Začni objevovat