Bab 26

136 24 5
                                    

Sudah begini,
Yang bisa dilakukan...
Positive thinking!

  FREYA CUKUP PANDAI dalam menyembunyikan ekspresi. Padahal dalam benaknya, ia ingin sekali bersembunyi di balik mantel transparan milik Harry. (barangkali Stevan memilikinya) Kalau saja Freya tidak punya urat malu, mungkin gadis itu sudah mendobrak pintu ganda dan memergoki mereka sambil marah-marah. Sayangnya, alih-alih begitu, sekarang ia justru sedang salah tingkah.

Kalau kalian bertanya apakah wajah Freya dan Stevan merona merah? Jawabannya sudah jelas, tentu saja.

Namun daripada fokus pada desahan-desahan kecil yang samar, Freya justru sedang menerka,
Kenapa Lizt berteriak?

"Apa perlu kita mengintip mereka?" Bisik Stevan, kikuk.

"Kau gila?!" Balas Freya tanpa berbisik. Ia lupa kalau mereka sedang menguping.

Mendengar hal itu, spontan sang pemuda memeluk Freya. Praktis membuat tubuh gadis itu menghilang bersamanya. Tak berselang lama, kegaduhan di dalam ruangan mereda. Digantikan oleh bunyi langkah kaki yang berkelotak mendekati pintu ganda.

  Sesuai dugaan Stevan, pintu itu berderit terbuka. Menampilkan sosok Noir yang sedang mengenggam cambuk. Di wajahnya, tergurat sisa-sisa kebengisan yang berusaha untuk ia sembunyikan. Pemuda itu coba menggantinya dengan gelagat ramah yang biasa ia tampilkan di depan orang-orang. Agaknya tidak ada yang ganjil selain cambuk yang ia genggam. Sampai Freya menangkap resleting celana Noir yang belum tertutup sempurna. Gadis itu lantas memasang ekspresi jijik.

  Noir menengok ke kanan-kiriーberusaha mencari sosok yang baru saja berdiri di depan ruangannya. Menguping. Atau boleh jadi menguntit. Pemuda bersurai hitam itu mengutuk,
Barangsiapa yang mengetahui rahasia ini akan kukejar sampai mati. Dik Freya sekalipun.
Dengan marah, ia menutup pintu ganda keras-keras.

Tanpa tahu fakta bahwa orang yang baru saja dikutuknya sempat melihat ke dalam ruangan miliknya.

  "Kecilkan suaramu!" Seru Stevan masih dengan berbisik.

  Freya hanya membalas dengan anggukan singkat.
"Daripada itu, kau lihat tadi? Lizt dipasung!" Bisiknya.

"Iya, aku lihat." Setuju sang penyihir. "Sungguh aku tak tega. Tubuhnya dililit rantai, matanya juga diikat dengan kain hitam." Tambah Stevan.

Freya menggeleng-geleng sembari menutup matanya rapat-rapat. Ia prihatin.
"Sepertinya aku tahu apa yang terjadi." Ungkapnya.

"Benarkah?"

"Ya. Kurang lebih."

Stevan menatap Freya, khawatir. Ia menghela nafas berat dengan hati-hatiーagar suaranya tidak terdengar.
"Baiklah. Untuk sekarang sebaiknya kau kembali ke kamarmu. Besok pagi baru kita bicarakan."

  Kali ini Freya menggeleng tegas. Ia juga meronta pelan. Berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan sang pemuda yang sedari tadi belum dilepaskan olehnya.
"Tidak. Memangnya kau punya waktu sebanyak itu? Bukankah kau sendiri yang bilang kalau tidak bisa menemuiku sembarangan? Akan kutunjukkan sekarang. Ayo, ikut aku!" Ajak Freya seraya mengenggam pergelangan tangan Stevan. Ia lalu menariknya, membawa pemuda itu menuju satu-satunya ruangan yang ia ketahui.

Dan mereka pun kembali menghilang. Tak kasat mata.

・・・

  Ruang arsip.

  Ruangan aneh yang di dalamnya terdapat sebuah lemari berukir adegan-adegan mengerikan. Bila kau menemukan tombol rahasia dan menekannya, dirimu akan mendapati dasar lemari itu bergeser terbuka. Anak tangga dengan lorong sempit yang gelap dan pengap lantas membawamu masuk kedalam ruang bawah tanah yang lebih ganjil lagi.

Duchess Past Is An Otakuजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें