Bab 20

192 33 1
                                    

Sulit sekali.
Tahu kebenarannya.
Sulit sekali.

  "TINGGAL DI KEDIAMAN kita yang satunya?" Tanya Duke Oswald sembari sibuk memotong daging asapnya.

  "Iya, untuk sementara." Balas Freya yang ikut sibuk melahap saladnya.

Hening sejenak, menyisakan denting dari peralatan di meja makan. Sang Duke sedang berpikir.
"Negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Untuk apa kau pergi kesana? Bukankah disini lebih aman dan nyaman?"

  Freya mendengus.
"Negeri ini tidak pernah baik-baik saja. Aku tahu itu. Dan juga, aku sedang mempelajari sesuatu. Jujur aku merasa kurang nyaman disini, berhubung banyak sekali pelayan yang mondar-mandir dan terus datang ke kamar setiap satu jam sekali, memastikan aku baik-baik saja. Kalau aku boleh komentar, mereka sama sekali tidak bersahabat." Debatnya.

  Duke Oswald menghela nafas.
"Yasudah, lakukan sesukamu." Lanjut pria paruh baya itu pada akhirnya.

  Seketika senyum Freya merekah. Ia berhasil mendapat izin dari ayah angkatnya. Kini ia tinggal berkemas dan pergi.
"Terima kasih!"

Mereka pun melanjutkan makan malam mereka.

Setelah selesai, Freya bergegas kembali ke kamar untuk mengemas barang-barangnya. Gadis itu bersemangat sekali, sebab tujuannya pergi ke kediaman Oswald di wilayah Ortania adalah untuk belajar sihir dengan tenang tanpa gangguan. Alasan lainnya adalah ia bermaksud turun ke kota atau pemukiman untuk mengecek kondisi sekitar. Sekedar memastikan apakah firman ramalan benar adanya mengenai kekeringan dan kelaparan yang melanda wilayah itu.

  Sekembalinya ia ke kamar, Freya mengeluarkan beberapa potong gaun dan setelan lamanya. Ia lalu mencari-cari koper di lemari, namun sayang ia tak menemukannya. Gadis itu kemudian berjongkok dan merangkak, berharap ia menemukan koper di kolong tempat tidur. Naas, hasilnya tetaplah nihil.
"Mereka menyimpan koper dimana sih?!" Gerutunya kesal.

  Freya pun membunyikan loncangーsebuah tanda agar pelayan menemui dirinya.

  Tidak lama kemudian, datanglah seorang maid berambut cokelat kemerahan. Dua giginya maju, mirip seperti tupai. Parasnya dipenuhi komedo. Bentuk wajahnya yang mungil membuatnya tampak menggemaskan.

"Enma, tolong ambilkan koper untukku." Pinta Freya. Nadanya bahkan sama sekali tidak terdengar seperti perintah.

Meski begitu, Enma tanpak sangat ketakutan.
"B-baik Lady." Ucapnya gemetar. Maid itu pun pergi mengambilkan barang yang diminta nonanya.

  Freya masih terheran. Ia tidak mengerti kenapa semua pelayan disini begitu paranoid. Padahal Freya tidak pernah memarahi siapapun, juga Duke tidak pernah melakukan gelagat ekstrim seperti menyiksa para pelayan atau semacamnya. Ia pun menatap rembulan dari jendela kamar, sekedar menyibukkan diri sembari menunggu.
Huh, apa kutanyakan saja ya? Renungnya dalam hati.

  Tidak lama kemudian, Enma pun kembali membawa barang yang diminta. Ia sedikit kesusahan sebab koper kayu itu begitu berat. Melihat hal itu, secara insting Freya menghampirinya hendak membantu.
"Hiiiii, maafkan saya!" Tukas maid itu tiba-tiba.

  Freya melongo. Terkejut tanpa suara.
"...Aku sedang membantumu loh, kenapa ketakutan begitu?" Tanyanya heran.

  "Maafkan saya!" Ulang maid itu.

  "Tidak perlu minta maaf. Kau kan tidak berbuat salah." Balas Freya. Ia berusaha melembutkan suaranya.

  Dengan ragu-ragu, Enma mengangguk.
"B-baik, kalau begitu saya permisiー"

"Tunggu! Enma, ada yang ingin kutanyakan!" Seru Freya menahan maid itu. Ia menggengam erat pergelangan tangan Enma.

Si maid terkejut. Jantungnya hampir saja berhenti. Namun ia tidak punya pilihan selain mendengar nonanya.

Duchess Past Is An OtakuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora