Bab 32

144 24 2
                                    

Sekali tebas,
Mati kalian semua.
Tidak bercanda.

FREYA MEMANCARKAN STIGMA Sòls miliknya. Dipadu dengan mata keemasan yang senada dengan cahaya yang mengelilingi ia, juga dengan pedang bersinar yang berada di genggaman tangannya, gadis itu membumbung turun menuju ke medan perang.

  Setelah ia persis menapakkan kedua kakinya, sang Messiah lantas berseru,
"Atas nama Sang Pencipta, aku perintahkan kalian untuk mundur." Ucapnya lugas. Ia tidak perlu melantangkan suaranya, sebab suara Freya sudah bergema dan menggetarkan bumi.

Tak ada satupun yang bergeming. Mereka semua terpaku dengan kemunculan sang Messiah.

Merasa diabaikan, Freya sontak mengayunkan pedang bercahayanya. Seketika itu juga, gelegar hebat bak sambaran petir terdengar begitu membahana. Diiringi dengan teriakan dari suara pedang itu sendiri. Sulit mendeskripsikannya, yang jelas kurang lebih seperti paduan suara sopran dan tenor melengking di tangga nada yang tinggi.

  Ketika sang Messiah menebas pada tebasan pertama, terdengar gemuruh dari langit.

  Freya lantas mengayunkan pedangnya lagi.

  Ketika sang Messiah menebas pada tebasan kedua, terdengar gejolak dari gunung Isthar, seolah gunung itu hendak memuntahkan magmanya.

  Freya lantas mengayunkan pedangnya lagi.

  Ketika sang Messiah menebas pada tebasan ketiga, terdengar deras ombak yang menggulung-gulung dari arah timurーperairan Val Soleil. Padahal jaraknya jauh sekali.

  Niscaya dengan pedang itu, Freya dapat menciptakan kiamat kapan saja.

  Dan sesungguhnya, yang baru saja dilakukan oleh ia hanyalah gertakan semata. Belum dengan niat yang penuh.

  Seusai Freya melakukan aksinya, barulah semua yang ada disana tersadar akan betapa terancamnya nyawa mereka.

Semua orang berteriak ngeri, termasuk pasukan kerajaan Roxannia.

"Jangan takut, wahai anak-anak Sòls. Sesungguhnya aku ada bersamamu." Ucap sang Messiah.

Untuk membuktikan perkataannya, Freya mengacungkan mata pedangnya ke arah meriam Magitech. Ia lalu menembakkan pancaran sinar yang keluar dari pedang itu. Seketika, senjata andalan pasukan Al-Haqq meledak menjadi serpihan-serpihan debu. Ledakan itu bahkan melukai orang-orang yang berada di area dekat dengan meriam tersebut.

Nyali para penyihir menciut. Namun, tidak dengan Alex. Pemuda itu menggigit bibirnya sampai berdarah. Ia kesal.
"Takkan kubirkan." Tukasnya naik pitam.

  Dengan cepat, Alex merapal sihir bencana. Penyihir itu bermaksud meluluh lantakan daratan dengan gempa yang besar. Gemuruh bumi mulai terdengar.

  Stevan yang mengetahui tentang rapalan itu sontak bergidik ngeri. Dengan sigap ia melompat tinggi, berusaha menghentikan mantra Alex dengan pedang sihirnya. Ia menebas kearah leher saudara kembarnya, spontan Alex pun menangkis serangan itu. Mantranya telah digagalkan.

  "Lawanmu itu aku, b*ngsat." Murka Stevan.

"Tch." Alex berdecak sebal.

Stevan memantrai kakinya sehingga ia dapat melayang terbang di langit tanpa sapu sihir. Alex mengikutinya, sehingga mereka persis melayang dan saling berhadapan.

Sementara itu di bawah sana, para kesatria Roxannia meneriakkan semangat mereka. Berbondong-bondong, mereka tak segan lagi menyerbu pasukan faksi kontra.

  Perlahan demi perlahan, para penyihir dipukul mundur. Sebagian lari dan sebagiannya lagi mati di medan perang. Yang tersisa, hanyalah mereka yang masih bertarung dengan segenap jiwa mereka.

Duchess Past Is An OtakuWhere stories live. Discover now