Bab 28

156 29 9
                                    

Sedang apa kau?!
Sudah tahu bahaya!
Eh, tetap saja!

LIZT MASIH GEMETAR. Sekembalinya mereka ke kamar, Freya menyelimuti tubuh Lizt dengan seprai. Stevan mulai membacakan mantra penenang untuk mengurangi trauma sang maid. Meski tidak ada yang menjamin maid itu bisa melupakan kejadian ini sepenuhnya.

  Freya lantas menepuk-nepuk punggung Lizt, sekedar menghibur.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya gadis itu, lirih.

  Lizt tertunduk diam. Ia belum mengucapkan sepatah katapun sejak tadi.

  Stevan menghela nafas. Ia lalu menggeleng-geleng, mengisyaratkan Freya untuk tidak terburu-buru menanyakan hal ini. Gadis itu mau tak mau mengangguk setuju.

"Baiklah, aku tahu hal ini berat untuk diceritakan. Kami tidak akan memaksamu." Tukas Freya. "Sebaiknya kau istirahat dulu untuk menenangkan diri."

Lizt masih terdiam. Freya dan Stevan menganggap itu sebagai jawaban "Ya." Jadi mereka pun berbalik dan mulai melangkahkan kakinya pergi.

Namun, disaat mereka hampir keluar dari ruangan, tepatnya saat hendak menggengam gagang pintu, Lizt memanggil.
"Lady Oswald... Tuan Penyihir..."

  "Ya?" Freya spontan menoleh. Begitupula dengan Stevan.

  "Saya akan menceritakannya. Jadi tolong jangan tinggalkan saya sendirian. Karena rasanya... saya tak mampu menahan hasrat untuk tidak membunuh diri saya sendiri sekarang ini." Tukas Lizt, gemetar.

  Freya dan Stevan saling memandang. Mereka berdua pun berjalan mendekati maid itu kembali.

  "Kami tidak akan meninggalkanmu." Freya berusaha menenangkan Lizt yang masih menunduk.

  "Benar." Timpal Stevan. Ini adalah pertama kalinya ia berbicara pada Lizt.

  Lizt mengangguk, ragu. Ia lantas menarik nafasnya dalam-dalam.
"Lord Oswald tidak pernah memaksa saya. Semua saya lakukan atas kehendak saya sendiri." Jelas Maid itu. "Meski begitu, akhir-akhir ini, beliau sudah bertingkah aneh. Ia selalu menggumamkan kalimat pengorbanan suci untuk kekuatan yang lebih besar. Saya yakin yang dimaksud beliau adalah aksi percobaan pembunuhannya terhadap saya. Dan saya baru menyadarinya, hal ini tidak hanya terjadi sekali, melainkan sudah terjadi berkali-kali. Kriterianya mudah saja; perjaka atau perawan, syaratnya harus saling bersetubuh atau disetubuhi pembawa upacara."

Freya memasang ekspresi tidak percaya.
"Tunggu dulu. Sudah tahu dia mempraktekan hal berbahaya seperti itu, kenapa justru kau yang menggodanya?"

Lizt merenung.
"Entahlah. Saya merasa Lord Oswald bukanlah orang yang jahat. Awalnya saya tidak tahu tentang hal-hal mengerikan ini. Hanya saja, saya merasa Lord Oswald bukanlah orang yang seperti itu. Anda harus tahu Lady, sejatinya beliau dulu adalah orang yang populer akan ketampanan dan kelembutannya. Semua berubah ketika ia melarikan diri."

  Stevan menangkupkan tangan ke dagunya. Ia tampak sedang berpikir.
"Kepingan teka-tekinya ada disitu ya."

  "Aku tidak seratus persen yakin ia melarikan diri karena alasan bodoh seperti 'tidak bangga pada orangtuanya'. Si Noir sialan itu pasti merencanakan sesuatu." Tukas Freya. "Ngomong-ngomong sekarang aku mengerti, kenapa alasan para pelayan disini menghindari aku maupun Noir. Mereka pikir aku termasuk dalam sekte sesat itu?! Amit-amit!" Gerutunya.

Hening sejenak.

  "Maaf Lady..." Lizt berkata dengan lirih.

  "Maaf untuk apa?"

  "Maaf telah mengecewakan Anda."

  Freya mengangkat kedua alisnya, tanpa sengaja. Inginnya sih mengatakan 'Tidak apa', tapi yang keluar dari tuturnya justru,
"Yah setidaknya kau mendapat jawaban dari tugas yang kuberikan. Kalau kau ingin benar-benar meminta maaf, jangan sampai tergoda lagi oleh pria mencurigakan seperti Noir. Mengerti?"

Duchess Past Is An OtakuWhere stories live. Discover now