Bab 22

169 31 6
                                    

Tidak terkejut.
Mau diapakan nih?
Penyusup ini.

  ALIH-ALIH BERTERIAK, hanya "Oh." lah yang keluar dari mulut Freya. Gadis itu tak cukup bodoh sampai kau bisa membohonginya.

Freya menyilangkan tangan, menaruh berat tubuhnya di satu sisi dan bertumpu pada kaki yang pincang. Niatnya sih ingin terlihat mengintimidasi, tapi gagal karena ia lupa kalau kakinya terkilir. Hilang keseimbangan, Freya pun terjatuh.
GEDUBRAK! Lengannya-lah yang pertama kali membentur lantai.
"Aduh!"

Melihat hal itu, sang pemuda spontan memegangi pundak Freya, membantunya duduk.
"Kau tidak apa?" Tanyanya lugas.

"Kakiku terkilir." Freya mendengus kesal. Blak-blakan seperti biasa.

  Pemuda berambut hitam memasang raut wajah khawatir. Tidak ada lagi kalimat yang keluar dari tuturnya. Dengan sigap ia membopong tubuh Freya dan membawanya keluar dari ruang arsip.

  "Apa ini? Aku mau diculik lagi?" Tanya Freya, datar tanpa ekspresi.

  Pemuda itu melempar senyum kecil.
"Aku sedang memberimu tumpangan gratis." Balasnya sembari melirik Freya dengan tatapan yang lembut.

  Melihat pemuda itu tersenyum, Freya justru cemberut. Jangan pikir lelaki ini telah meluluhkan hatinya, sebab setiap kali mendapat perlakuan baik (oleh siapapun) Freya justru semakin berprasangka buruk. Ia terus menerka, kira-kira apa yang orang ini inginkan darinya.
"...Wah, kupikir kau benar-benar penyusup. Ternyata tukang ojek." Ucap Freya berbasa-basi. "Sebagai bentuk dari prosedur keamanan, bisakah aku mengetahui namamu? Kalau kau tidak ada dalam daftar nama orang-orang yang boleh mengunjungi mansion ini, aku akan memecat penjaga gerbang sekarang juga dan menggigitmu setelah itu."

  Gelak tawa terlontar dari lisan sang pemuda. Ia yang masih membopong tubuh Freya sampai tak bisa menyeka air matanya sendiri.
"Pertama-tama, aku tidak tahu tukang ojek itu apa. Kedua, kalau kau tanya namaku, tidakkah kau sudah menduganya sendiri?"

  Freya mengendikkan bahu. Sebuah respon acuh tak acuh yang mengartikan bahwa dirinya memang sudah menduga identitas dari pemuda itu.
"Namamu Noir?" Tebaknya.

  Si rambut hitam mengangguk.
"Benar. Noir Oswald. Kakakmu."

  Sebetulnya Freya ingin mendebat soal klaim hubungan kakak-beradik ini. Sebab posisinya, Noir sudah kabur dari House of Ducal Oswald sejak lama. Yang mana artinya, jika seorang bangsawan sudah memisahkan diri dari trah keluarga, ia tak bisa kembali semudah itu dan tidak pula dapat memakai marganya yang dulu seenak jidat. Namun, hal yang membuat Freya dapat menahan dirinya untuk saat ini adalah; ia masih ingin mengorek informasi, ia ingin terlihat polos agar mudah memanipulasi, dan terakhir, faktor yang paling utama, KAKINYA SAKIT!
"Jika kau memperkenalkan diri sebagai kakakku, artinya kau tahu aku siapa?"

  "Tentu saja." Jawabnya. Mereka berdua pun akhirnya sampai di ruang kamar terdekat.
"Kabar mengenaimu sudah sampai ke telingaku. Makanya aku kembali." Jelas Noir seraya membuka daun pintu ganda dengan lututnya.

  Freya memasang wajah tak percaya.
"Tidak mungkin alasannya itu." Tukasnya sinis.

  Noir membaringkan Freya ke atas ranjang. Ia tidak menanggapi tukasan itu, ia lebih memilih untuk memeriksa kaki Freya.
"Jadi, mana yang sakit?"

  Freya menunjuk pergelangan kaki kiri. Dilihat bagian itu memang bengkak.
"Tulang keringku juga memar. Takutnya retak." Jelas gadis itu.

  "Tahan ya. Aku tahu kau kuat." Noir pun membunyikan lonceng untuk memanggil pelayan.

  Tidak juga. Jawab Freya dalam hati.

  Tak menunggu lama, Lizt datang memenuhi panggilan majikannya.
"Ada apa, Ladyー" Kalimatnya terpotong. Melihat sesosok pemuda yang entah siapa berdiri disamping Freya, Lizt pun mematung.

Duchess Past Is An OtakuWhere stories live. Discover now