PROLOG

307 134 199
                                    

"Linggaaa! Tungguin!" Teriakan nyaring yang menyebut nama Lingga terus keluar dari bibir mungil Renjana.

Sepasang kaki yang belum jenjang itu terus mengikuti Lingga yang berlari tanpa arah. Berusaha menepuk punggung Lingga yang terasa tak kunjung mendekat sampai membiarkan kaki dan bagian belakang bajunya terkena cipratan air.

Biar saja kaki dan baju bersih mereka kotor saat pulang nanti. Mereka pikir itu adalah resiko jika tidak boleh bermain saat hujan.

"Hah ... hah ... hah ... "

"Ayo dong, kejar aku lagi!" Teriak Lingga.

Renjana hanya bisa menatap Lingga sambil membungkuk memegang kedua lututnya dengan napas yang memburu.

"Ah, payah. Masa nyerah." Lingga mendekat ke arah dimana sahabatnya itu tak kunjung merubah posisi tubuhnya.

Deru napas lelah dari Renjana dapat terdengar jelas oleh Lingga dari jarak yang dekat.

Lingga terus menatap tubuh membungkuk Renjana di hadapannya. Karena merasa kasihan dan tak kunjung mendapat jawaban, lelaki itu mengulurkan tangan kanannya pada Renjana.

"Yaudah-yaudah, kamu deh yang menang. Ayo, ambil minum di rumah aku dulu."

Melihat tangan yang terulur dihadapannya justru membuat pikiran jahil Renjana muncul.

Wajah cantiknya mendongkak, membiarkan tangan Lingga yang terus kosong.

"Apa?" Tanya Lingga bingung dengan senyum yang Renjana lemparkan padanya.

"Kamu jadi!" Ucap Renjana sambil berlari menjauh usai menepuk telapak tangan Lingga.

"Ah, curang!" Lingga memprotes atas tingkah jahil Renjana.

Melihat Renjana yang semakin menjauh dengan suara tawa yang semakin memudar ditelinganya membuat Lingga ikut berlari.

Lapangan perumahan yang cukup luas ini dipenuhi dengan suara hentakan-hentakan kaki mereka dan tawa Renjana yang nyaring.

Lingga terus menatap punggung renjana yang tak kunjung bisa ia dekatkan. Kedua kakinya terasa berat, dadanya terasa sesak. Namun, tak menghentikan langkahnya yang terus mengejar Renjana.

Gadis kecil itu semakin menjauh dengan suara tawa yang semakin samar.

"Renjanaa!" Teriak Lingga.

Gadis kecil itu menoleh pada Lingga, menjulurkan lidahnya dan menggerakkan jari-jari kecilnya disamping kedua telinganya sambil terus berlari ke luar area lapangan.

"Renjana! Mau kemana?!"

"Renjanaaa! Sepedah aku ada di sanaa!" Teriak Lingga yang tak digubris.

Jarak rumah mereka dengan lapangan memang lumayan jauh, harus menggunakan sepedah karena berada di luar blok rumah mereka.

"Renjana! Aku ambil sepedah dulu, kamu tungguin aku, yaaa!" Teriak Lingga lagi sambil berlari dengan arah yang berbalik tanpa persetujuan Renjana.

Sepasang kakinya dengan lihai mengayuh pedal sepedah berwarna merah kesayangannya. Ia pikir Renjana belum jauh dari tempat tadi ia melihat Renjana yang mulai keluar lapangan.

Namun, pandangannya teralihkan oleh keramaian dihadapannya.

"Aduh, Renjana!" Teriakan histeris dari seorang wanita langsung menjadi pusat perhatian Lingga.

Spontan ia turun dan menjatuhkan sepedahnya begitu saja lalu berlari menerobos kerumunan.

Terlihat satu orang satpam menggendong gadis kecil yang matanya tertutup dan langsung membawanya ke arah pos satpam. Lalu satu orang satpam lain yang berlari menuju motornya untuk memboncengi rekannya dan membawa Renjana ke arah luar perumahan.

Semua kerumunan dengan tatapan gelisah terus menyebut nama Renjana. Satu persatu dari mereka membubarkan diri dan sebagiannya memutuskan untuk memberitahu kabar pada orang tua Renjana.

Sedangkan Lingga, lelaki itu membeku. Gelisah, bingung, khawatir. Rasanya campur aduk terlebih saat ia melihat jejak darah sahabatnya sendiri.

Ia merasa takut, sangat takut pada hal-hal yang akan terjadi selanjutnya.

Btw, how's ur day? Kenalan dulu deh sini, absen-absennn!

Oiya, jangan panggil thor apalagi mimin yaa, cukup panggil pal

Jangan lupa vote && comment
Stay healthy && happy, darl

PETRICHOR  [ END ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt