1. Surat Lama

199 116 130
                                    

Ceklek

"Ga, udah?"

Lingga menoleh ke sumber suara. Terlihat wanita yang menyembulkan kepalanya dibalik pintu kamar.

"Bentar lagi," jawab Lingga.

"Yaudah, Mama sama Dion nunggu di depan, ya." Ucap Ratna.

Hari ini adalah hari kembalinya Lingga beserta ibu dan adik lelakinya ke rumah lama. Rumah masa kecil Lingga.

Lingga ingin menolak, tapi ia tak punya cukup alasan dan tak ada pilihan.

Bercerainya orang tua Lingga empat tahun lalu mengharuskan ia, ibu dan adiknya kembali ke Bandung setelah Lingga dinyatakan naik kekelas dua belas dari salah satu SMA yang terletak di Kota Bogor dan memutuskan untuk melanjutkan masa akhir SMA nya di Bandung.

Sepuluh tahun sudah Lingga tak menginjakkan kakinya di Kota Bandung.

Tepat dimana hari ia melihat perempuan kecil yang tak berdaya, hari itu juga Lingga meninggalkan Bandung.

Drrttt ... Drrtt ...

"Apaan," sahut Lingga pada orang diseberang telepon.

"Bentaran lagi," jawab Lingga.

Lelaki itu menghela napas atas pertanyaan yang dilontarkan orang diseberang sana. "Mana gue tau, Pian."

"Oke."

Lingga memutuskan sambungan telepon dan menaruh ponselnya lagi di atas nakas sebelum ia membungkuk, untuk mengambil bola basket yang tak pernah ia pakai dan tersimpan awet di bawah ranjangnya.

Tangan panjangnya terulur untuk mengambil bola dan menggelindingkannya hingga menabrak kardus.

Lingga lupa apa isinya. Takut itu hal penting, Lingga mengambil kardusnya dan meniup debu yang tebal.

"Ga, belum juga?"

"Udah." Lingga berdiri membawa dua tas besar berisi baju-bajunya dan membawanya ke depan rumah.

"Jangan malem-malem kesananya, ya? Mama sama Dion ga ada yang nemenin." Ucap Ratna setelah memasukkan semua yang harus dibawa kebagasi mobil.

Lingga menatap Dion, kemudian mengangguk sebagai jawaban.

Bagaimana bisa ia mengandalkan adiknya sendiri. Lingga tahu betul, mana mungkin ia memberi tanggung jawab besar untuk membantu dan menjaga ibunya sendiri pada anak usia delapan tahun.

"Hati-hati di jalan, jangan ngebut." Pamit Ratna.

"Iya, Mama juga. Nanti kabarin Lingga kalo udah sampe." Ucap Lingga setelah Ratna berada dikursi kemudi.

"Bocil, jangan bikin Mama repot selama dijalan," Lanjut Lingga pada Dion yang sudah duduk nyaman dikursi penumpang samping Ratna.

"Ayay, Abang Captain!" Balas Dion sambil dengan posisi hormat.

Lingga berdiri sampai mobil itu hilang dari pandangannya.

Sepi.

Lelaki itu kembali ke dalam dan perhatiannya kembali pada kardus berdebu tadi.

Isinya tak banyak, hanya ada beberapa buku cerita anak dan mainan Lingga saat kecil. Diraihnya kotak jam tangan yang terasa sedikit asing.

Jepitan kecil dengan bunga pada ujungya dan secarik kertas binder bermotif kartun Cinderella tersimpan rapi.

_________________

Rabu 19 Oktober 2011

Lingga, aku sebenernya sedih ditinggalin kamu, pasti kamu dapet temen baru :(
Nanti kamu kalo dapet temen baru jangan lupain aku yaa soalnya aku juga ga akan lupa sama kamu.
Oh iya, jepitan punya aku, aku kasih ke kamu deh soalnya waktu itu kamu bilang jepitan aku bagus. Jadi, buat kamu aja biar kamu ga lupa sama aku.
Kapan-kapan kamu main ke rumah aku ya, Lingga.
Aku pasti nungguin kamu.
Aku sayang kamu, Lingga!

PETRICHOR  [ END ]Where stories live. Discover now